Mahkamah Konstitusi ( MK ) “ Melegalkan” hubungan Zinah & LGBT???

 

Membaca  judul tersebut diatas tentunya akan sangat kaget, apa iya ?? Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ( MK-RI) mengeluarkan putusan yang seolah-olah menerima/melegalkan hubungan sejenis dan perzinahan di negara yang dikenal sebagai negara yang masyarakatnya sangat Religius. Jawabnya bisa iya bisa juga tidak.

Adalah  Aliansi Cinta Keluarga ( AILA ) Indonesia, salah satu perkumpulan masyarakat yang peduli terhadap masalah moralitas yang mengajukan uji materil ke MK tentang perluasan penafsiran terhadap tiga pasal KUHP  ( Pasal 284-285 & 292 KUHP ). Pilihan MK hanya satu diantara dua hal – menyetujui atau menolaknya.

Adapun pasal-pasal yang diajukan ke MK antara lain :

  1. Zinah sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP, akan mencakup seluruh perbuatan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang sah;
  2. Pemerkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP, akan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki;
  3. Perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam Pasal 292 KUHP, akan mencakup setiap perbuatan cabul oleh setiap orang dengan orang dari jenis kelamin yang sama, bukan hanya terhadap anak di bawah umur;

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan pemohon dalam perkara Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016 disambut masyarakat dengan negatif. Publik menilai MK seolah-olah melegalkan hubungan sesama jenis seperti Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) serta perzinahan.

Fungsi Mahkamah Konstitusi :

Salah satu fungsi Mahkamah Konstitusi adalah Menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Mengenai pengujian UU, diatur dalam Bagian Kesembilan UU Nomor 24 Tahun 2003 dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 60. Undang-undang sebagai produk politik biasanya merupakan kristalisasi kepentingan-kepentingan politik para pembuatnya.Sebagai produk politik, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi. Sesuai prinsip hierarki hukum, tidak boleh isi suatu peraturan undang-undang yang lebih rendah bertentangan atau tidak mengacu pada peraturan di atasnya. Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review.

Jika undang-undang atau bagian di dalamnya itu dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu dibatalkan MK. Melalui kewenangan judicial review, MK menjadi lembaga negara yang mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.

Putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding). Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa putusan MK bersifat final. Artinya, tidak ada peluang menempuh upaya hukum berikutnya pasca putusan itu sebagaimana putusan pengadilan biasa yang masih memungkinkan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK). Selain itu juga ditentukan putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan MK.

Putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dilaksanakan. Semua pihak termasuk penyelenggara negara yang terkait dengan ketentuan yang diputus oleh MK harus patuh dan tunduk terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pertarungan Konstitusi 4 lawan 5:

Terjadi pertarungan konstitusional sangat ketat pada saat pengambilan putusan. Pasalnya, Arief Hidayat (Ketua MK), Anwar Usman (Wakil Ketua MK)   bersama dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, dan Aswanto mengabulkan permohonan.  Putusan Mayoritas yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida, Soehartoyo dan Manahan Sitompul, berargumentasi tidak melakukan perluasan makna kriminal suatu perbuatan karena hal tersebut sepenuhnya wewenang DPR dan Presiden.

Pengujian 3 pasal KUHP diatas memang memiliki argumentasinya sendiri, karena alasan untuk menolak bisa terbangun bahwa permohonan diatas adalah kebijakan kriminalisasi terhadap sebuah perbuatan yang sebelumnya bukan kriminal menjadi kriminal, selain itu mayoritas hakim MK yang menolak permohonan dimaksud berpendapat bahwasanya MK tidak berwenang membuat norma hukum baru sehingga 5 hakim MK  menolak permohonan tersebut, sedangkan 4 hakim menerima dengan alasan sebagai langkah pencegahan terhadap prilaku penyimpangan di masyarakat.

Menurut penulis, pertimbangan hakim MK dalam putusannya Inkonsisten, dimana hakim konstitusi dalam putusan sebelumnya juga memuat norna hukum yang baru contohnya dengan mengabulkan permohonan terhadap status tersangka menjadi objek Praperadilan   dalam Putusan Perkara No.21/PUU-XII/2014 Alasannya bahwa pada saat KUHAP diberlakukan pada tahun 1981 penetapan tersangka belum menjadi isu krusial dan problematik dalam kehidupan masyarakat indonesia. Mahkamah mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang objek praperadilan. Mahkamah menambah penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai objek praperadilan. Dengan demikian telah terjadi inkosistensi dan standar ganda dalam pertimbangan dna atau pendapat MK terhadap satu putusanan lainnya.

Dalam putusan hakim konstitusi terhadap pengujian pasal 284-285 & 292 KUHP atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut penulis mengilustrasikan sbb :

Masyarakat    : Bapak/Ibu Hakim Mahkamah Konstitusi dapat dihukum tidak, pria wanita

                         Yang melakukan hubungan sex luar nikah…??

MK                 : Menurut KUHP dapat dihukum.

Masyarakat     : Jika yang melakukan Pria dengan Pria bagaimana ??

MK                 : Tauu ahh gelap….!!

Demikianlah ilustrasi dagelan dimana banyak kekhawatiran dalam masyarakat yang seolah-olah MK melegalkan zinah & LGBT ,padahal MK tidak membuat norma baru atas pasal tersebut dengan kata lain menolak permohonan uji Materil.

Semoga saja  pemerintah dapat mengambil alih terhadap perluasan Pasal 284-285 & 292 KUHP yang ditolak ke MK dengan mengeluarkan Perpu  secara cepat secepat Pemerintah mengeluarkan Perpu tentang Keormasan.

 

Oleh : Sonny Kusuma,SH.MH.CP,Sp.

USA-LAW Firm

 

 

You may also like...