Penduduk Tetap & Wilayah Sebagai Unsur Berdirinya Negara
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama, dan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat dan yang terkait dalam suatu negara melalui hubungan yuridis dan politik yang diwujudkan dalam suatu kewarganegaraan.8 Unsur yang terpenting dalam pengertian ini bahwa kumpulan individu ini harus terorganisir dengan baik. Oleh karena itu, penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu berpindah-pindah (nomade) tidak dapat dikatakan sebagai penduduk atau rakyat.9
Hal terpenting lain yang perlu di ingat bahwa jumlah penduduk tetap tidak ditentukan besar atau kecil untuk diakui sebagai bagian suatu negara. Sebagai contoh, Nauru yang memperoleh kemerdekaan pada tanggal 31 Januari 1968 dengan jumlah penduduk hanya berjumlah kurang lebih 3.000 orang dengan luas wilayah berkisar 8,25 mil persegi.10 Contoh lainnya dapat juga dilihat pada Liechtenstein dengan jumlah penduduk yang berkisar 20.000 orang.
Wilayah Tertentu
Penduduk yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomade) tidaklah dipandang sebagai negara. Sebagaimana penduduk tetap, tidaklah penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu besar atau kecil.12 Vatikan misalnya memiliki luas negeri yang lebih kecil dari Nauru. Dalam konteks ini negara-negara tersebut biasa disebut Negara-negara kecil atau “mini”13. “mikro”, “liliput”, drawf, atau diminutive state. Oleh karena itu, dalam optik hukum internasional baik Singapura dengan luas wilayah 218 km2 maupun China dengan luas wilayah 9.596.961 km2 memiliki kedudukan yang sama sebagai subyek hukum internasional tanpa melihal besar atau kecilnya luas wilayahnya. Dalam praktek juga ditemukan kenyataan bahwa terdapat negara-negara yang mempunyai wilayah yang terdiri dari gugus-gugus pulau seperti Indonesia yang tetap merupakan satu kesatuan.
Oleh karena itu, gambaran wilayah tertentu dapat juga dilihat pada Island of Palmas Case yang Menyatakan bahwa negara adalah kesatuan teritorial dan kedaulatan teritorial. Dalam hal ini dapat dilihat pada pendapat Hakim Huber dalam kasus ini sebagai berikut:
“state are territorial units and territorial sovereignty… involves the executive right to display the activities of a state. This right has a collary, a duty: ‘the obligation to protect within the territory the rights of other states, in particular their right to integrity and inviolability in peace and in war, together with the rights which each state may claim for its national in foreign territory. Without manifesting its territorial sovereignty in a manner corresponding to circumstances, the state cannot fulfill this duty. Territorial sovereignty cannot limit it self to its negative side, i.e. to excluding the activities of other states: for it serves to divide between the nations the space upon which human activities are employed, in order to assure them at all points the minimum of protection of which international law is the guardian… “