Jurusan Hukum Tata Negara Diantara Realitas dan Harapan

Judul di atas kemudian tertoreh, oleh karena Penulis merasa resah, gelisah, dan curiga. suatu waktu peminat hukum tata negara di Provinsi Gorontalo semakin berkurang. Hampir dua tahun penulis menggeluti hukum tata negara selama berada di Kabupaten Pohuwato. Keresahan ini semakin membuat penulis gundah, jurusan hukum tata negara di Universitas Ichsan Gorontalo dari tahun ketahun setiap pergantian semester, nampaknya peminat hukum tata negara dari kalangan mahasiswa semakin berkurang. Hanya satu, dua, hingga tiga orang yang menaruh minat pada jurusan hukum tata negara di Universitas Ichsan. Dan ruang kuliah untuk peminat hukum tata negara semakin tampak sepi.

Sebagai konsekuensi yang menggeluti disiplin ilmu hukum tata negara dalam realitasnya bidang kajian hukum tata negara ini dianggap sebagai lahan yang kering, tidak begitu jelas lapangan kerja yang dapat dimasuki. Itulah sebabnya setelah kurikulum Fakultas Hukum untuk program strata satu, strata dua: program Magister: seperti di Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada menyediakan program studi hukum ekonomi. Rata-rata mahasiswa fakultas hukum di seluruh Indonesia cenderung memilih  program studi ilmu hukum tersebut.

Kurang lebih dari 50 tahun  Indonesia merdeka, atau tepatnya dari tahun 1945 sampai tahun 1998 ketika terjadinya reformasi nasional (53 tahun sejak kemerdekaan). Bidang ilmu hukum tata negara (constitutional law) kurang mendapat pasaran di kalangan mahasiswa di Indonesia. Penyebabnya ialah bahwa selama kurun waktu tersebut, orientasi bidang studi hukum tata negara ini sangat dekat dengan politik. Sehingga siapa saja yang berminat menggelutinya sebagai bidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, dihadapkan pada resiko politik dari pihak penguasa yang cenderung otoritarian.

Selama masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Siklus kekuasaan mengalami stagnasi. Dinamika demokrasi tidak tumbuh dengan sewajarnya untuk memungkinkan berkembangnya pandangan-pandangan kritis mengenai persoalan-persoalan politik ketatanegaraan.

Di samping risiko diatas, para Dosen Perguruan Tinggi dan guru-guru di bidang di tingkat sekolah menengah juga kurang berhasil membangun daya tarik keilmuan yang tersendiri. Baik karena penguasaan mereka terhadap masalah ketatanegaraan yang memang kurang atau karena ketidakmampuan ilmu hukum tata negara sendiri, untuk meyakinkan daya tarik ilmiah dan kebergunaan praktisnya. Maka studi hukum tata negara di mana-mana menjadi kurang diminati, termasuk di Provinsi Gorontalo. Padahal hukum ketatanegaraan sejatinya sangat diperlukan bagi provinsi yang baru mekar ini, dimana penulis telah berjuang keras menjadikannya sebagai mata kuliah yang menjanjikan untuk birokrasi di Provinsi Gorontalo dalam rangka menuju pemerintahan yang good gouvernance.

Harapan dan Masa Depan Jurusan Hukum Tata Negara

Harapan untuk meningkatnya peminat hukum tata negara, di Provinsi Gorontalo tidaklah benar-benar mati. Harapan itu masih ada. Kita bisa melihat pasca terbentuknya Provinsi baru ini. Masa depan  hukum tata negara dalam skala provinsi yang baru, kebijakan otononomi daerah hanya bisa dijawab oleh sarjana hukum tata negara

Dalam skala nasional ruang lingkup kajian hukum tata negara. Dominan dipengaruhi dengan munculnya kekuasaan kehakiman baru di bidang pengadilan ketatanegaraan (judicial review) yakni Mahkamah Konstitusi. Kajian hukum konstitusi ibarat cendawan di musin hujan, tumbuh dan menjamur hampir di seluruh pelosok negeri ini. Oleh karena itu, sebuah pedoman utuh mengenai aspek-aspek hukum tata negara, kembali menjadi sangat relevan untuk dijadikan dasar bagi setiap warga negara Indonesia. Khususnya kalangan akademisi dan terpelajar. Apalagi, perkembangan konstitusi di seluruh penjuru dunia sudah sangat pesat, seperti munculnya fenomena bentuk negara baru European Union sebagai penanda semakin runtuhnya teori klasik trias politica ala-Montesquie.

Tak terkecuali di Provinsi Gorontalo. Menjadi pejabat eksekutif (Bupati atau Gubernur) dan legislatif (DPRD). Jika Provinsi Gorontalo benar-benar ingin menjadi provinsi yang diperhitungkan, birokrasinya sejajar dengan provinsi lainnya, maka jurusan dan masa depan hukum tata negara makin diperlukan. Seorang anggota DPRD mesti ditunjang dengan ilmu perundang-undangan yang baik, sehingga Perda yang dihasilkannya adalah perda yang pro-keadilan. Bukan untuk kepentingan penguasa semata (baca: pemerintah). Seorang Gubernur dan Bupati mesti didampingi staf ahli dalam bidang hukum. Dan hal itu, tidak berlebihan untuk mengatakan, “siapa lagi yang dibutuhkan kalau bukan sarjana jebolan jurusan hukum tata negara ?, dan jurusan hukum tata negara Unisan menjawab tantangan itu.

Dalam studi teoritisi hukum (baca: Yuris), sebuah buku karya Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Hasil pengembaraan intelektual dari belantara pemikiran-pemikiran mordial yang bersifat universal dipadukan dengan pemikiran-pemikiran lokal dengan sifat partikularistis juga memberikan jawaban dan pemahaman mengenai berbagai persoalan di atas. Gagasan monumental dan penyempurnaan pemikiran seputar Hukum Tata Negara dan Konstitusi di abad millenium ketiga ini, dengan cermat dan teliti telah dituangkan secara sistematis dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I & II”.

Hukum tata negara dapat membantu meretas jalan untuk mewujudkan sistem ketatanegaraan Indonesia yang semakin kokoh. Sistem pemerintahan daerah yang benar-benar bertujuan mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran secara merata.

Sebuah pemikiran konstruksif yang dituangkan Prof. Jimly dalam bukunya mengenai konstitusi dan pemikiran ketatanegaraan menjawab semua permasalahan ketatanegaraan. Dapat  diaplikasikan sesuai dengan Konstitusi yang kita anut di Indonesia. Dapat diaplikasikan pada Sistem pemerintahan presidensial dan bentuk negara kesatuan yang ditunjang dengan  penerapan asas desentaralisasi.

Tidak terlepas dengan kurangnya peminat mahasiswa yang mengambil  jurusan hukum tata negara di tempat penulis mengajar (Unisan Gorontalo) maka dengan adanya pemikiran Prof Jimly terhadap seluruh permasalahan ketatanegaraan. Baik skala ketatanegaran nasional maupun skala lokal (baca: pemerintahan daerah), harapan dan masa depan untuk memotivasi Mahasiswa, untuk berminat dalam mengabil Jurusan Hukum Tata negara akan selalu ada.

Hemat penulis, sebagai Dosen di Universitas Ichsan Gorontalo yang menggeluti hukum tata negara. Selaku akademisi yang punya orientasi untuk mengembangkan ilmu hukum di bidang hukum tata negara yang selalu mengkaji disiplin ilmu ini. Sekiranya, dengan kesabaran demi untuk mengamalkan kepada seluruh masyarakat ilmiah permasalahan  ketatanegaraan. Tidaklah salah jika dikatakan bahwa hukum tata negara sebagai salah satu jurusan kekhususan bagi mahasiswa semester enam, masih tersimpan harapan untuk bertambah peminatnya. Hanya di tangan Sarjana Hukum Tata Negara masa depan birokrasi pemerintahan di gorontalo, menuju terciptanya pemerintahan yang good gouvernance. Wallhu wa’lam bissowab.

Rusmulyadi SH.MH

Dosen Ilmu Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

You may also like...