Mekanisme Pemberhentian Antar Waktu Anggota DPRD Kabupaten/ Kota

Mekanisme dalam instrument ketatanegaraan, mengandung arti suatu cara, metode, tekhnik dalam pengisian jabatan. Legal atau tidak suatau pengisian jabatan ditentukan oleh adanya asas legalitas. Bahwa kewenangan yang sah adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum (Undang-undang). Mekanisme erat kaitannya dengan prosedur yang mesti ditempuh oleh calon yang akan mengisi jabatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Istilah mekanisme dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai tekhnik penggunaan mesin, hal kerja mesin; cara kerja suatu organisasi; hal saling bekerja mesin (kalau yang satu bergerak, yang lain turut bergerak). Oleh karena itu defenisi mekanisme identik dengan penjabaran pembagian kekuasan dalam lembaga negara (eksekutif, yudikatif, dan legilatif). Setiap organ kekuasan negara berjalan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.

Dalam mekanisme Pemberhentian antar waktu melibatkan partai poltik dan badan kehormatan. Partai politik mengusulkan pemberhentian  dengan syarat sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 dan peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Adapun syarat-syarat yang menjadi kewenangan pimpinan partai politik untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu antara lain:

a.   Meninggal dunia

b.   Mengundurkan diri

c.   Diberhentikan

d.   Dinyatakan bersalah berdasrkan putusan pengadilan berdasarkan pitusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.

e.   Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f.    Diberhentikan seebagai anggota paratai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

g.   Menjadi anggota partai politik lain.

 

Berdasarkan syarat-syarat yang menjadi alasan bagi pimpinan partai politik untuk mengusulkan pemberhentian terhadap wakilnya yang sedang menjabat di lingkungan DPRD. Secara kronologis mekanisme dari pemberhentian anggota DPRD tersebut sebagai berikut:

1.   Pimpinan partai politik mengusulkan pemberhentian terhadap calon wakilnya kepada pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Gubernur.

2.   Pimpinan DPRD yang telah menerima usulan pemberhentian tersebut, dalam waktu 7 (tujuh) hari menyampaikan usulan pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur melalui bupati/walikota.

3.   Hanya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian anggota DPRD kabhpaten/kota wajib menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari bupati tidak menyampaikan usulan  pemberhentiam anggota DPRD Kabupaten/Kota pimpinan DPRD Kabupaten/Kota langsung menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur.

4.   Dalam waktu 14 (empat belas) hari, Gubernur sudah harus neresmikan pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Beda halnya yang menjadi syarat bagi badan kehormatan untuk melakukan pengajuan usulan pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota. syarat-syarat yang menjadi kewenangan badan kehormatan untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota antara lain:

a.   Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan  tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun.

b.   Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyal 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah

c.   Tidak lagi memenuhi syarat  sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum.

Setelah syarat-syarat di atas sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010, maka Badan Kehormatan menempuh mekanisme pengusulan pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota  sebaga berikut:

a.   Berdasarkan pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih, badan kehormatan melakukan penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan kehormatan DPRD.

b.   Oleh badan kehormatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat paripurna.

c.   Setelah sampai di rapat paripurna, dalam waktu 7 (tujuh) hari, pimpinan DPRD menyampaikan keputusan badan kehormatan kepada pimpinan partai poltik yang wakilnya menjabat di DPRD kabupaten/kota.

d.   Sejak diterimanya keputusan badan kehormatan dari DPRD, pimpinan partai politik dalam waktu 30 hari sudah harus menyampaikan kembali usul dan keputusan pemberhentian anggota tersebut kepada pimpinan DPRD. Namun jika partai politik tidak menyampaikan  keputusan dan usul penberhentian anggotanya, pimpinan DPRD dapat langsung meneruskan keputusan badan kehormatan kepada Gubernur melalui bupati/walikota setelah 7 (tujuh) hari berakhirnya batas waktu penyampaian kepada pimpinan partai politik.

e.   Usulan pemberhentian yang telah sampai di tangan Bupati/Walikota, dalam waktu 7 (tujuh) hari sudah harus diteruskan kepada  Gubernur.

f.    Gubernur meresmikan pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota paling lama 1

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...