Ketetapan/ Keputusan Tata Usaha Negara

Keputusan atau ketetapan ? mana yang paling tepat, untuk menjadi rangkaian kalimat dengan Tata Usaha Negara ? dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dan undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang PTUN, kata yang digunakan adalah Keputusan, bukan Ketetapan. Namun dari segi pendefenisian antara unsur KTUN (keputusan tata usaha negara ) yang terdapat dalam UU PTUN sekiranya memiliki makna sama dengan ketetapan (beschikking) yang dikemukakan oleh beberapa sarjana dalam beberapa kajian hukum administrasi.

Adalah Otto Meyer, seorang berkebangsaan Jerman diakui sebagai sebagai bapak konsep beschikking dengan istilah “verwaltungsakt”. Kemudian diikuti oleh van Vollenhoven, van der  poot, Donner, van Wijk/ Willemkonijnenbelt dengan istilah “beschikking”.

Di Indonesia sendiri, istilah “beschikking” tetap sering disebut-sebut oleh pakar hukum adminitrasi negara, yang dimaknai bahwa ketetapan ada jika dikeluarkan oleh pejabat dalam rangka merealisasikan kebijakannya.

W.F. Prins pertama kali memperkenalkan “beschikking” di Indonesia, namun ia lebih sepakat untuk mengartikannya sebagai “keputusan”, kemudian diikuti juga Oleh Philipus M. Hadjon dan S.F Marbun. Beda halnya  Utrecht, malah menyebut beschikking sebagai “ketetapan”

H.D. Van Wijk/ Willem Konninjbelt mengemukakan ketetapan adalah keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkret dan individual (tidak ditujukan untuk umum) dan sejak dulu telah dijadikan instrumen yuridis pemerintahan yang utama.

Dikalangan sarjana hukum adminitrasi terdapat perbedaan mendefinisikan istilah ketetapan antara lain:

  1. Suatu pernyataan kehendak yang disebabkan oleh surat permohonan yang diajukan setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan (H.J. Romeijn).
  2. Suatu tindakan hukum publik sepihak dari orga pemerintah yang ditujukan pada peristiwa konkret (Versteden).
  3. Keputusan hukum publik yang bersifat konkret dan individual, keputusan itu berasal dari organ pemerintahan yang didasarkan pada kewenangan hukum publik. Dibuat untuk satu atau lebih individu berkenaan dengan satu atau lebih perkara atau keadaan. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseoarang atau organisasi, memberikan kewenangan atau hak kepada mereka (J.B.J.M Ten Berge)
  4. Keputusan yang berasal dari organ pemerintahan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum (Huisman).
  5. Keputusan tertulis dari administrasi negara yang mempunyai akibat hukum ( Sjahran Basah).
  6. Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa ( (Utrecht).
  7. Suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintahan berdasarkan wewenang yang luar biasa ( Prins).

Hingga saat ini, ukuran yang lazim dijadikan legal standing oleh Pengadilan Tata Usaha Negara agar gugatan ke PTUN dapat diterima (oenvakelijk verklaard), sebenarnya juga berdasarkan pengertian “beschikking”. Yang kemudian menjadi syarat-syarat/ unsur-unsur KTUN. Pasal 1 angka 3 UU PTUN (Nomor 9 Tahun 2004) diadopsi dari UU administrasi Belanda) menegaskan “ketetapan merupakan pernyataan kehendak tertulis secara sepihak dari organ pemerintah pusat, yang diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata negara atau hukum administrasi yang dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atau pengakhiran hubungan hukum yang sudah ada, atau menciptakan hukum baru, yang memuat penolakan sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan, atau penciptaan.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...