Pengadilan Tata Usaha Negara

Peradilan (rechtspraak: Belanda,  judiciary: Inggris) adalah  setiap proses yang berhubungan dengan penegakan hukum materil atas hukum formal. Sedangkan pengadilan tertuju pada lembaga/institusi pengadilan tersebut yang terdiri atas empat lembaga peradilan (lih: pasal 10 Undang-undang No 14 tahun 1970). Peradilan  menunjuk pada proses untuk memberikan keadilan dalam rangka menegakan hukum (het rechtspreken), memberikan atau melaksanakan peradilan.  Sedangkan pengadilan adalah terminologi yang menunjuk pada badan atau wadah yang memberikan atau melaksanakan peradilan. Peradilan adalah sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan tugas memutus perkara dengan menerapkan hukum, menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal (Sjahran Basah:1997, hal. 58).

Van Praag (dalam Marbun: 1988) meninjau bahwa peradilan merupakan penentuan berlakunya suatu aturan hukum terhadap suatu peristiwa  konkrit sehubungan dengan timbulnya suatu persengketaan. Instansi yang netral  (lembaga yang sifatnya mandiri: pasal 24 UUD 1945) terhadap suatu peristiwa hukum konkrit untuk melakukan peristiwa konkret ke dalam suatu norma hukum yang abstrak dan menuangkannya dalam putusan.

Dalam kepustakaan Hukum Tata Negara (Hadjon: 2004) dan hukum administrasi di Indonesia digunakan berbagai macam istilah bagi Peradilan Tata Usaha Negara antara lain Peradilan Administrasi,  Peradilan Administrasi Negara, Peradilan Tata Usaha, Peradilan  Tata Usaha Negara, Peradilan Tata Usaha Pemerintahan..

Sebagai peradilan yang mengadili (menguji) sahnya keputusan (beschikkingg) pejabat admininistasi negara, lembaga pengadilan TUN  terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Berbagai perkembangan dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi pelaksanaan (due proces of law) mempengaruhi batas yang dikemukakan oleh kalangan ilmuwan hukum

Pengadilan merupakan sub  sumptie apparaat yaitu suatu badan yang menerapkan peraturan umum yang abstrak yang terdapat dalam Undang- undang pada kasus tertentu (Schotlen dalam Rochmat Soemitro, 1990:4). Tujuan dari pada peradilan adalah memberikan keadilan kepada para pihak dan dengan demikian menghilangkan sengketa. Sengketa merupakan sesuatu yang mengganggu ketentraman, tata tertib dan  kedamaian rakyat, sehingga keseimbangan masyarakat terguncang karenanya. (Rocmat Soemitro 1990:4).

Hadirnya peradilan, khususnya Peradilan Tata Usaha Negara diharapkan mampu menghilangkan sengketa yang timbul di bidang Tata Usaha Negara dengan melihat tiga aspek hukum yaitu Keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum. Makna dari peradilan administrasi negara adalah menyelesaikan sengketa-sengketa antara seorang warganegara atau lebih dengan administrasi atau dengan kata lain Penguasa (pemerintah) yang diselesaikan oleh suatu badan pemutus yang apabila badan pemutus itu merupakan suatu badan yang lepas dari ikatan dan pengaruh dari administrasi negara atau suatu badan yang berdiri sendiri, dimana administrasi tidak termasuk di dalamnya. (Bachsan Mustafa:1979, hal. 38).

Dalam arti yang lebih sederhana kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara mampu menegakkan Keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum sehingga dapat memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan antar badan atau pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat. Adanya Peradilan Administrasi Negara merupakan salah satu syarat dari pilar negara hukum yang menjembatani persamaan dan perlakuan yang sama dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan terhadap masyarakat.

Sebagai pelaksanaan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, maka dikeluarkanlah Undang-undang No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No 14 tahun 1970 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:

  1. Peradilan Umum
  2. Peradilan Agama
  3. Peradilan Militer
  4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1986 (yang telah diubah dengan undang-undang No. 9 tahun 2004) Pasal 1 Bagian pertama, ditegaskan bahwa “Tata Usaha Negara adalah administrasi yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah”.

Dalam penjelasan Undang-undang No. 5 Pasal 1 bagian pertama, yang dimaksud dengan urusan pemerintahan ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Terminologi  pemerintahan diartikan  sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya, pemerintahan merupakan bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, selain organ dan fungsi pembuatan Undang-Undang dan fungsi peradilan (rechtsspraak). Pemerintahan administrasi, secara umum diartikan semua aktivitas pemerintah, yang tidak termasuk sebagai pembuat Undang-undang dan peradilan.

Lebih lanjut dalam Undang-undang No. 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada Pasal 4 ditegaskan bahwa “Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara”.

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...