Hukum Administrasi Negara

Van Volen Hoven pernah mengemukakan bahwa negara layaknya “Burung”, yang akan terbang bebas. Dalam suatu negara jika tidak ada hukum yang membatasinya, maka bisa saja negara itu jua akan  terbang bebas, semaunya. Diperlukan hukum administrasi negara untuk membatasi kebebasan negara itu dalam bertindak. Keberadaan hukum administrasi negara dianggap dapat membatasi kewenangan dari lembaga yang menjalankan ketatanegaraan ini, agar tak sewenang-wenang dalam bertindak di lapangan pemerintahan.

Perbedaan penamaan terhadap hukum administrasi negara. Ada yang menyebutnya dengan nama HAN, Hukum Tata pemerintahan, Hukum Tata Usaha Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Administrasi Negara Indonesia, dan Hukum administrasi. Menarik, apa yang dikemukakan Hadjon (1995: 6) dan memang tampak logis, “bahwa dalam kata administrasi telah mengandung konotasi negara/ pemerintahan.” Maka tidak perlu menggunakan lagi termnegara” dalam hukum admnistrasi negara

Akan tetapi, mengapa tetap banyak digunakan term “Hukum Administrasi Negara”. Hal itu didasarkan pada konsorsium di Cibulan (26-28 Maret 1973), dengan alasan bahwa hukum administrasi negara adalah istilah yang luas pengertiannya, sebagai salah satu cabang dari ilmu hukum  dalam perkembangan dan kemajuaanya di masa mendatang.

Di abad pertengahan,  hukum administrasi diartikan sebagai aturan hukum yang harus diperhatikan oleh perlengkapan negara di dalam menjalankan pekerjaan (tugasnya). Semakin kompleksnya fungsi pemerintahan kemudian berkembang, hukum administrasi diartika juga sebagai, bagaimana negara menjalankan fungsinya. Sehingga tepatlah defenisi yang diberikan oleh de La Basseccour Caan (Muchsan, 1981: 10) “hukum administrasi negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab negara berfungsi (beraksi). Maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahnya.

Hukum adminitrasi negara kemudian nampak keberlakuannya ketika negara itu berfungsi, atau dalam bahasa yang populer dari Logeman dan Van Vollenhoven, hukum administrasi negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Ketika negara itu diartikan dalam keadaan bergerak. Berarti hukum administrasi tersebut sebagai hukum mengenai hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan lainnya, serta hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.

Keberadaan hukum adminitrasi negara, kemudian menunjukan sebagai akses dari penerapan prinsip negara hukum (rechtstaat). Negara yang digerakkan oleh roda mesin pemerintahan untuk mengontrol kekuasaannya dari kesewenang-wenangan (willekeur), maka hukum adminitrasi negara sebagai instrumen untuk mengontrol lembaga negara sebagai lembaga yang menjalankan mesiin pemerintahan (kekuasan dalam lapangan eksekutif).

Salah satu pengertian hukum administrasi negara, hemat penulis, yang dapat menjadi pegangan dalam menganalisi beberapa masalah administrasi negara sebagai lapangan keilmuan. Walaupun defenisi ini, kelihatan abstrak dan filsufis adalah hukum admnistrasi negara yang didefenisikan oleh Willy Vool. Sekaligus defenisi ini dapat menjadi unsur-unsur hukum  administrasi negara. Menurut Willy Vool (catatan kuliah Prof Abd. Razak), hukum administrasi negara adalah segenap hukum yang ada (maupun yang akan ada) dalam rangka perwujudan realisasi kebijakan pemerintah menyangkut wewenang (W3) admninistrasi negara dalam kurung waktu dan tempat tertentu yang berhubungan dengan fungsi (F1) dan tujuan negara. Atau untuk memahami hukum administrasi negara dapat juga diamati melalui skema lapangan pemerintahan (besttur) yang ditawarkan oleh Hadjon (1995). Kata kunci pokok, dari skema itu adalah lapangan pemerintah merupakan kekuasaan negara dikurangi dengan semua kegiatan pembentukan peraturan (regelgeving) dan kegiatan peradilan (rechtspraak).

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...