Ironi Corby

Napza, adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif yang secara khusus diperkenalkan oleh DepKes RI. Pada umumnya narkoba dan napza sering dipakai untuk membius pasien yang hendak dioperasi atau untuk mengobati penyakit tertentu. Biasanya, ketika digunakan akan menyebabkan kesadaran kita semakin menurun dan bahayanya dapat membuat seorang pengguna mengalami ketergantungan. Sampai saat ini hampir diseluruh dunia penyebaran dan penggunaannya bisa dilakukan dengan mudah.

Khususnya Indonesia, upaya memberantas dan memerangi narkoba banyak dilakukan tapi hingga kini tetap saja penyebarannya masih sangat luas, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa pabrik shabu-shabu, dan tempat-tempat penyelundupan lainnya. Dengan itu pula Indonesia dianggap merupakan tempat perdagangan narkoba yang paling aman dimana para sindikat narkoba internasional meraup keuntungan komersil dari penjualannya.  Tidak mengherankan jika pemimpin Negara sejak Soekarno sampai Megawati tidak pernah memberi pengampunan terhadap terpidana narkoba karena dianggap salah satu kejahatan paling berbahaya disamping korupsi dan terorisme.

Semangat anti narkoba sekiranya dapat dipelihara, untuk pemerintahan sekarang dalam hal ini adalah Presiden SBY sepatutnya mempertahankan apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin sebelumnya sebagai bentuk komitmen dalam menyelamatkan bangsa ini dari penyalahgunaan narkoba. Tapi realitasnya, semangat anti narkoba yang telah ditelurkan oleh para pendahulunya saat ini “dikebiri” dengan adanya pemberian grasi terhadap salah satu terpidana narkoba yang bernama Schapelle Leigh Corby.

IRONI CORBY

Memang pemberian grasi terhadap Corby yang dilakukan oleh presiden SBY tidak lepas dari hak preogratif yang dimiliki selaku presiden, tapi jika dilihat dari semangat anti narkoba yang selama ini diperjuangkan kelihatannya agak keliru, karena berlawanan dengan KemenKumHam tentang pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi, narkotik dan teroris. Asumsi publik yang terbangun saat ini adalah pemberian grasi yang dilakukan oleh presiden dilatarbelakangi oleh hubungan kekerabatan dan diplomasi yang baik antara presiden SBY dan Menteri Luar Negeri Australia. Jika tidak betul apa yang menjadi asumsi publik tersebut, selaku penulis saya sependapat dengan yang dikatakan oleh Henry Yosodiningrat bahwa presiden “kegenitan” memberikan grasi kepada Corby terpidana kasus narkoba, Apalagi bila kita mendengar pernyataan dari Menkumham bahwa pemberian grasi kepada Corby dengan maksud agar mendapat perhatian yang sama dari pemerintah Australia terhadap WNI yang sedang menjalani hukuman di Australia

Cepat atau lambat, pemerintah dalam hal ini adalah Presiden dan Mahkamah Agung harus segera memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait pemberian grasi untuk Schapelle Leigh Corby (34) yang divonis 20 tahun penjara pada tahun 2005 karena menyelundupkan lebih dari 4 kilogram marijuana di Bali. Hali ini penting dilakukan seiring keseriusan pemerintah dalam memerangi peredaran/perdagangan narkotika dan obat-obat terlarang yang merupakan jenis kejahatan kemanusiaan. Jika tidak, kecaman dari berbagai pihak terus berdatangan.

Pemberian pengampunan terhadap terpidana narkotika memang sungguh ironis, pemerintah sampai saat ini masih lemah ketika mengadapi intervensi pihak luar. Bukannya memperketat, pemerintah justru memperlihatkan mengaburkan semangat anti narkoba. Alasan diplomasi dan rasa saling menghormati antara Indonesia-Australia yang melatarbelakangi pemberian grasi terhadap Corby sampai saat ini belum bisa diterima.

 

Novalliansyah Abdussamad, S.IP.

DOSEN FISIP UNISAN GORONTALO

You may also like...