Syarat Pembubaran Hizbut Tahrir

Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba badai menghantam organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir. Press release pemerintah yang dimotori oleh Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) mengumumkan akan membubarkan ormas Islam itu.

Tidak jelas dasar hukum pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), padahal batu pijakan hukumnya telah dibingkai dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

Pada hakikatnya undang-undang ini dibentuk untuk merevisi undang-undang sebelumnya dengan pondasi konstitusional: “hak kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Oleh karena itu, legalitas pemerintah untuk membubarkan ormas di-setting berliku agar penguasa tak semena-mena membungkam wadah berkumpul masyarakat.

Setidaknya, ketentuan UU Ormas mewajibkan pemerintah memenuhi syarat formil dan syarat materil dalam membubarkan ormas di negeri ini, termasuk ormas sekelas HTI.

Sumber Gambar: sindonews.net

Sumber Gambar: sindonews.net

Syarat Formil

Jalan Terjal pembubaran ormas oleh pemerintah jika melakukan pelanggaran harus melalui tahapan dan sanksi berjenjang  (syarat formil) yaitu upaya persuasif, peringatan tertulis, penghentian sementara dan pembubaran Ormas.

Kermpat tahapan ini harus dilalui oleh pemerintah satu persatu sebelum sampai kepada putusan untuk membubarkan sebuah ormas. Tahapan-tahapan ini juga masing masing memiliki syarat-syarat formil yang harus dilaksanakan,  meliputi: Pertama, upaya persuasif; dalam Pasal 60 ayat 2 UU Ormas yang pada pokoknya menyatakan pemerintah atau pemerintah daerah melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Kedua, Peringatan tertulis; setelah pemerintah melakukan upaya persuasif tetapi tetap ormas mbalelo melakukan pelanggaran, maka pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi dengan memberikan peringatan tertulis pertama, jika tetap tidak dipatuhi setelah diberikan batas waktu toleransi selama 30 hari maka diberikan peringatan kedua, selanjutnya jika teguran kedua tetap tidak di taati maka pemerintah memberikan peringatan ketiga.

Ketiga, penghentian sementara kegiatan; jika peringatan tertulis pemerintah yang ketiga kalinya tetap diabaikan oleh ormas maka pemerintah menghentikan dana hibah dan atau melakukan penghentian sementara Kegiatan bagi ormas yang tidak menerima bantuan dana hibah dari pemerintah.

Keempat, pembubaran Ormas; jika ormas tetap melakukan kegiatannya (pelanggaran) dalam masa pemberhentian sementara, maka pemerintah dapat melakukan pembubaran ormas.

Jika dalam tahapan-tahapan di atas sebelum sampai kepada tahap pembubaran, Ormas yang melakukan pelanggaran “sadar” dan kembali ke jalan undang-undang, maka pemerintah tidak perlu lagi melanjutkan ke tahapan atau sanksi berikutnya.

In casu a quo, tidak diketahui pemerintah telah sampai dalam tahapan dan sanksi jenis apa sehingga berani berkoar-koar ke publik. Namun tindakan pengumuman pembubaran HTI adalah tindakan prematur yang berpotensi cacat prosedur. Tidak dilaluinya proses sanksi berjenjang dari pemerintah tiba-tiba dan serta merta akan dibubarkan adalah ciri pemerintahan yang dikelola oleh orang-orang amatiran.

Syarat Materil

Ormas dapat dibubarkan oleh pemerintah sebagaimana tahapan yang diuraikan sebelumnya ketika melakukan pelanggaran Pasal 21 juncto Pasal 59 UU Ormas.

Pelanggaran tersebut, antara lain tidak menjaga persatuan dan kesatuan NKRI, tidak menjaga nilai agama, budaya, etika, moral, kesusilaan, tidak  menjaga ketertiban dan kedamaian umum, menggunakan bendera atau lambang negara, pemerintah, ormas lain, separatis, organisasi terlarang, negara lain dll, berkoalisi dengan separatisme, menerima sumbangan illegal, Pahamnya berentangan dengan Pancasila.

Dengan demikian standing opinion pemerintah akan membubarkan HTI setidaknya disebabkan dua hal: (1) Kegiatan HTI diduga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945; (2) Aktifitasnya diduga nyata mengganggu ketertiban umum, menimbulkan benturan masyarakat, dan mengancam Keutuhan NKRI. Kedua alasan pemerintah ini harus terlebih dahulu di uji di pengadilan.

Kendatipun demikian, alasan  pemerintah membubarkan HTI tidak memiliki barometer yang jelas. Tidak ada barometer yang jelas mengapa HTI dianggap bertentangan dengan pancasila, padahal Penjelasan Pasal 59 ayat 4 UU Ormas ditegaskan bahwa  yang dimaksud dengan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila adalah ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme.

HTI, absolut tidak dalam pusaran ateisme, marxisme dan Leninisme. Demikian pula dengan alasan aktifitas yang menggangu ketertiban umum, mengancam keutuhan NKRI, menimbulkan benturan masyarakat.

Sudah puluhan tahun HTI beraktifitas di Indonesia, mereka selalu berbaris rapi melempar senyum, tak ada anarkisme dan pemaksaan. Puluhan tahun HTI menebar syiar Indonesia tetap tak tergoyahkan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Puluhan Tahun HTI beraktifitas Indonesia tetap aman sampai kemudian pemerintah dan ormas tertentu membubarkan paksa tablig akbarnya secara sepihak. Puluhan tahun HTI berdakwa, idiologi pancasila tetap tak terganti, UUD 1945 tetap tak mengakomodasi khilafah, entah atas dasar apa barometer pemerintah kemudian menasbihkan stigma merusak keamanan, ketertiban dan mengancam keutuhan NKRI kepada HTI.

Pemerintah hendak membunuh harokah HTI, namun nampaknya pemerintah justru sedang membangkitkan izzah keislaman kader-kader HTI. Pemerintah ingin menciptakan kedamaian namun mereka lupa  Indonesia yang damai adalah ketika diskursus khilafah HTI saling bertalu-talu di forum ilmiah, forum diskusi untuk menyemai warna demokrasi. Mereka saling bergandeng tangan, tak ada yang saling menyerang, tak ada dengung pembubaran, tak ada pemaksaan. 

Muhammad Nursal Ns

Praktisi Hukum Makassar

You may also like...