Jadwal Pemilu Serentak 2024 dan Pelajaran dari Pemilu 2019

Sumber Gambar: medcom.id
Tidak sengaja saya melihat status Whatsapp salah satu teman yang saat ini menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah. “Hitung mundur 24 bulan dari sekarang, kita sukseskan pemilu serentak 2024.” Begitulah status yang ditulis oleh teman saya tersebut.
Melihat status teman tersebut membuat saya jadi terkenang masa-masa ketika menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pemilu 2019 silam. Tentunya kenangan yang saya dapat bukanlah kenangan indah. Kita sama-sama tahu, pemilu pada saat itu diwarnai dengan banyaknya kasus penyelenggara pemilu yang jatuh sakit dan meninggal dunia karena faktor kelelahan.
Sebagai penyelenggara pada tingkat kecamatan tentu ikut merasakan betul apa yang dialami oleh teman-teman Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS. Tahapan pemilu yang dilalui memang sangat rumit, padat, dan melelahkan.
Kepadatan dan kerumitan tahapan mulai sangat terasa sekitar dua bulan menjelang pemilu berlangsung. Mulai dari perekrutan anggota KPPS yang tidak mudah karena banyak yang tidak berminat. Dilanjutkan dengan memberikan bimbingan teknis pemungutan dan penghitungan suara kepada anggota KPPS dalam waktu yang singkat. Tahapan menjadi lebih padat lagi ketika sudah harus menyiapkan peralatan pencoblosan di TPS yang begitu banyak macamnya. Belum lagi ditambah dengan simulasi-simulasi lainnya yang harus dilalui di sela kegiatan, menjadikan beban kerja penyelenggara tingkat bawah semakin berat.
Lanjut ke pelaksanaan pencoblosan di TPS yang terkadang penuh drama, karena banyak model pemilih yang harus dilayani mulai dari pemilih tetap, pindah pilih, sampai pemilih yang hanya menggunakan KTP elektronik. Belum lagi perbedaan surat suara yang harus diberikan pada berbagai macam tipe pemilih tersebut, sehingga diperlukan sebuah kecermatan dan ketenangan agar tidak keliru. “Kerumitan” semacam itu pada akhirnya juga berpengaruh pada saat penghitungan perolehan suara di TPS.
Selain itu, jumlah nama calon anggota legislatif yang begitu banyak, juga sangat merepotkan pada proses penghitungan suara karena harus memakan waktu yang sangat lama. Bayangkan saja di satu surat suara ada sekitar 96 nama calon anggota legislatif. Sehingga ini membutuhkan ketelitian, ketenangan, dan kesabaran dalam membacakan maupun menuliskan di kertas plano.
Setelah itu harus ditulis dalam berita acara yang terdiri dari beberapa rangkap; tentu hal tersebut semakin menambah kelelahan penyelenggara tingkat KPPS pada saat itu. Banyak hal lain lagi yang terjadi pada saat pemungutan dan penghitungan suara, sehingga menyebabkan banyak TPS harus melakukan penghitungan sampai pagi hari.
Pelaksanaan penghitungan suara di tingkat kecamatan pun tidak kalah “ruwet”. Penghitungan suara dimulai dari pagi hingga malam hari. Waktu penghitungan suara juga harus selesai dilaksanakan dalam waktu 10 hari. Apalagi rekap data di TPS banyak kesalahan sehingga harus dibuka kotak suaranya. Hal semacam itu membuat proses penghitungan pada tingkat kecamatan menjadi begitu lama dan melelahkan. Tidak heran, pada saat itu ada salah satu teman penyelenggara sampai mengigau mengisi kertas plano saat tertidur lelap.
Tata Kelola
Peristiwa yang terjadi pada Pemilu 2019 mungkin saja akan dialami para penyelenggara Pemilu 2024 jika tidak segera dilakukan perubahan. Apalagi sistem pemilihan umum serentaknya juga sama yang terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Belajar dari Pemilu 2019, perlu sebuah tata kelola yang baik, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya hal-hal yang tidak baik selama proses Pemilu 2019 silam.
Tata kelola pemilu yang baik bisa dimulai dari perekrutan penyelenggara ad hoc pemilu seperti PPK dan PPS yang profesional. Anggota PPK maupun PPS haruslah orang yang benar-benar memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan pemilu. Selain itu, juga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan profesi utama dari setiap anggota.
Sukur-sukur jika para penyelenggara ad hoc tersebut memiliki waktu yang senggang, sehingga dapat fokus pada tahapan pemilu dengan lancar tanpa ada kendala dari profesi utamanya. Tak kalah penting dari itu, honor yang diterima oleh penyelenggara pemilu haruslah “layak”, mengingat tugas yang diemban juga sangat berat. Tidak itu saja, penyelenggara pemilu juga sudah selayaknya memperoleh perlindungan kesehatan dan kecelakaan kerja selama mereka melaksanakan tugasnya.
Ketika sumber daya penyelenggara pemilu sudah baik, berikutnya adalah mengelola teknis pemungutan dan penghitungan suara di lapangan. Belajar dari pengalaman Pemilu 2019, sebenarnya saya melihat permasalahan teknis terletak pada saat penghitungan perolehan suara. Sehingga KPU tampaknya harus membuat sebuah metode penghitungan yang lebih meringankan penyelenggara pada tingkat bawah.
Untuk masalah teknis penghitungan manual di TPS, saya kira sistem paralel menjadi pilihan yang sangat logis untuk dilakukan pada Pemilu 2024 mendatang. Penggunaan teknologi memang perlu, tetapi pengoperasiannya harus simpel dan betul-betul ready. Pada saat Pemilu 2019 juga ada aplikasi yang bisa digunakan KPPS sebagai kontrol, sehingga dapat meminimalisasi kesalahan. Meskipun demikian, pada saat hari pelaksanaan pemilu terjadi trouble pada aplikasi tersebut karena kendala server yang kurang support dan juga masalah jaringan.
Oleh:
Eri Hendro Kusuma
Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Junrejo Kota Batu pada Pemilu 2019*
DETIKNEWS, 7 Maret 2022
Sumber: https://news.detik.com/kolom/d-5971471/jadwal-pemilu-serentak-2024-dan-pelajaran-dari-pemilu-2019.