Akselerasi Mewujudkan Peradilan Modern

Sumber Gambar: hukumonline.com
Hingga awal tahun 2022 ini, upaya mewujudkan peradilan modern yang komprehensif atau paripurna di Mahkamah Agung atau MA dan badan-badan peradilan di bawahnya di Indonesia masih terus berproses. Walau demikian, telah diperoleh hasil yang sangat menggembirakan.
Ketua MA Syarifuddin dalam Sidang Istimewa Mahkamah Agung Laporan Tahunan 2021 (22/2/2022) mengatakan, dari total 19.408 perkara, dapat diputus 19.233 perkara atau rasio produktivitas memutus 99,10 persen yang melebihi target Indikator Kinerja Utama (IKU) 70 persen. Hasil ini merupakan rekor sebagai capaian terbaik sepanjang berdirinya MA. Kemudian, oleh pengadilan tingkat banding, dari 51.352 perkara, diputus 36.678 perkara (rasio 71,48 persen). Adapun di pengadilan tingkat pertama, dari 2.767.247 perkara, telah diputus 2.652.790 perkara (rasio 97,78 persen).
Peradilan modern merupakan salah satu wujud guna menjawab Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengamanatkan asas peradilan Indonesia dilakukan dengan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Peradilan dengan sederhana, yaitu pemeriksaan dan penyelesaian perkara, dilakukan dengan cara efisien dan efektif. Cepat berarti ditentukan kurun waktu untuk menyelesaikan perkara. Adapun berbiaya ringan menyangkut biaya perkara yang dapat dijangkau masyarakat.
Peradilan modern juga untuk merespons dan beradaptasi dengan teknologi informasi kekinian yang berkembang cepat, yang memengaruhi cara dan metode kerja. Apabila sebelumnya proses peradilan dilakukan secara konvensional, terkadang butuh waktu yang lama, belum lagi akurasi dan kebenaran dokumen yang masih perlu diuji validitasnya. Kini, telah berubah dengan otomasi dan digitalisasi, yang bekerja secara cepat dan lebih akurat.
Dalam konferensi organisasi peradilan negara Asia Pasifik di Singapura (2011) dikatakan, untuk menjadi peradilan yang excellent adalah dengan penerapan teknologi informasi. Dengan demikian, penggunaan teknologi informasi tidak dapat ditunda dalam seluruh proses peradilan. Beberapa negara telah menerapkan peradilan modern berbasis teknologi yang disebut e-Court, yaitu Singapura, India, Australia, Amerika Serikat, dan Belanda.
*Peradilan modern*
Peradilan modern sudah didesain dan diprogramkan MA sejak 2010, yang ditetapkan dalam cetak biru (blue print) Pembaruan Peradilan Indonesia 2010-2035. Latar belakangnya adalah sifat dan karakter kekuasaan kehakiman yang diamanatkan dalam Amandemen Ketiga UUD 1945, yaitu ”Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Dalam cetak biru Pembaruan Peradilan Indonesia 2010-2035 yang komprehensif, sistematis, dan berkelanjutan, dilakukan pembenahan di semua aspek peradilan, termasuk mengakomodasi inisiatif pembaruan peradilan pada pengadilan tingkat bawah. Hal ini sebagai hasil dari Organizational Diagnostic Assessment (ODA) tahun 2009, yang dilakukan dengan pendekatan kerangka pengadilan yang unggul (the framework of courts excellence).
Salah satu upaya perbaikannya adalah mewujudkan badan peradilan yang modern dengan berbasis teknologi informasi terpadu. Modernisasi manajemen perkara pengadilan menyangkut tiga hal, pertama, keterbukaan dan revitalisasi sistem pelaporan. Kedua, modernisasi business process dan pelayanan publik, dan ketiga, pelayanan hukum terintegrasi. Dalam peta jalan (road map) ditetapkan bahwa modernisasi business process dan pelayanan publik diterapkan selambatnya tahun 2020. Hal yang dilakukan adalah migrasi manajemen perkara berbasis elektronik, pelayanan publik berbasis elektronik, dan simplifikasi administrasi perkara cepat.
Guna mewujudkan peradilan modern, telah diterbitkan beberapa Peraturan MA (Perma) sebagai dasar hukumnya, yaitu Perma No 3/2018 tentang administrasi perkara di pengadilan secara elektronik. Perma ini sebagai landasan hukum pelaksanaan peradilan secara elektronik di Indonesia yang dikenal dengan e-Court. Kemudian, Perma No 1/2019 menjadi dasar untuk menyelenggarakan persidangan di pengadilan secara elektronik (e-Litigation). Ini berlaku untuk jenis perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara. Selanjutnya, Perma No 4/2020 sebagai dasar hukum persidangan secara elektronik untuk perkara pidana.
Berdasarkan ketiga perma tersebut, peradilan modern di MA dan badan-badan peradilan di bawahnya, yaitu dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, demikian juga peradilan khusus yang berada dalam keempat lingkungan peradilan tersebut sudah berjalan dan terus berproses menuju paripurna.
Wujud peradilan modern berbasis teknologi informasi telah dapat dirasakan masyarakat pencari keadilan maupun para pihak yang ikut dalam proses peradilan. Misalnya, jika mau mendaftarkan perkara dilakukan secara elektronik (e-Filing). Untuk membayar panjar biaya perkara dengan e-Payment. Mengirim dokumen persidangan, misalnya, penyampaian permohonan keberatan, bantahan, perlawanan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan oleh para pihak yang berperkara juga dilakukan secara elektronik. Kemudian, untuk pemanggilan para pihak untuk bersidang dengan e-Summons. Hingga pelaksanaan persidangan secara daring (e-Litigation), di mana masyarakat dan para pihak yang akan bersidang, untuk mengikutinya tidak harus datang ke pengadilan. Dengan demikian, keterbatasan biaya, waktu, dan tempat dalam proses persidangan telah dapat diatasi.
*Menuju peradilan yang agung*
Kini, sekitar 910 lebih badan peradilan di Indonesia dalam pengelolaan peradilannya telah menerapkane-Court. Setiap unit terus membenahi proses peradilan modern di lingkungannya, baik yang berada di ibu kota provinsi, kabupaten, maupun kota, guna mempercepat proses peradilan yang ditunggu-tunggu pencari keadilan.
Bahwa peradilan modern hakikatnya adalah milik bersama antara badan peradilan dan masyarakat pencari keadilan, termasuk para pihak, pihak ketiga dan pihak lainnya yang ikut dalam proses persidangan. Untuk itu, kesamaan pandang dan persepsi akan peradilan modern oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dapat menjadi akselerasi bagi terwujudnya peradilan modern yang komprehensif/paripurna di Tanah Air.
Dengan e-Court sebagai alat dan sarana peradilan, maka akan lebih cepat, lebih akurat, dan lebih jelas diperoleh bukti-bukti dan penjelasan para pihak dalam persidangan. Dengan demikian, apabila perkara telah jelas, bukti-bukti yang berkaitan dengan perkara diperoleh secara lengkap, valid, dan akurat, demikian juga peraturan perundang-undangan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili telah tersedia, akan membantu dan mempercepat hakim untuk mengambil putusan atas perkara/sengketa yang ditangani guna menegakkan hukum dan keadilan.
Semua upaya peradilan modern tersebut adalah guna terwujudnya visi badan peradilan Indonesia yang agung. Adapun indikator dari peradilan yang agung adalah, pertama, terjaganya kemandirian badan peradilan. Kedua, tersedianya pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan. Ketiga, kualitas kepemimpinan badan peradilan yang terus meningkat. Keempat, meningkatnya kredibilitas dan transparansi semua badan peradilan di Indonesia. Rumusan visi ini merujuk pada Pembukaan UUD 1945, terutama alinea kedua dan alinea keempat, sebagai tujuan Negara Republik Indonesia.
Oleh:
LIBERTI PANDIANGAN
Hakim Pengadilan Pajak Republik Indonesia; Anggota Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi)
KOMPAS, 14 Maret 2022
Sumber : https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/03/12/akselerasi-mewujudkan-peradilan-modern