Suatu hari segerombolan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Pemilih Jujur Sulsel berkampanye di anjungan pantai losari (27/3). Turut hadir perwakilan Dikyanmas Komisi Pemberantasan Korupsi dengan bersama-sama menggunakan kaos hitam bertuliskan “Pilih Yang Jujur”. Sebagian mahasiswa berorasi seputaran pemilu berintegritas dan yang lainnya membagikan pin serta brosur berupa ajakan kepada masyarakat untuk tidak menggadaikan suaranya pada pemilu legislatif 9 April.
Menggadaikan suara pada pemilu legislatif merupakan perilaku massif dilakukan. Peserta pemilu pun makin vulgar mempertontonkannya. Liat saja pembagian uang secara terang-terangan saat masa kampanye kemarin. Atau Saweran dangdut ala ngeri-ngeri sedap yang marak diberitakan para awak media. Ironisnya lembaga penyelenggara pemilu seperti Badan Pengawas Pemilu belum memperliatkan taringnya. Padahal sejatinya lembaga pengawasan pemilu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dapat Dipidana
Perbagai modus operandi money politic dilakukan guna memperoleh suara masyarakat pada hari H pencoblosan. Peneliti ICW Donal Fariz menegaskan jenis pelanggaran politik uang calon legislatif 2014 terdiri dari pemberian barang, uang dan jasa. Selain itu, khusus caleg petahana pada masa kampanye sering menggunakan fasilitas negara.
Terkait politik uang dalam penyelenggaran pemilu dilarang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Pertama, pada masa kampanye baik pelaksana atau petugas kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu (vide Pasal 86 ayat 1 huruf j).
Lebih jauh akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda 24 juta, bila terbukti pelaksana kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung untuk tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, memilih partai politik peserta pemilu tertentu, memilih calon anggota DPR, DPR provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu atau memilih calon anggota DPD tertentu.
Kedua, pada masa tenang dan hari pemungutan suara. Setiap orang, pelaksana, peserta atau petugas kampanye juga dikenai sanksi pidana bila menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya baik untuk memilih maupun untuk tidak memilih peserta pemilu tertentu (vide Pasal 301).
Secara substansi tujuan dari dimasukkannya politik uang sebagai jenis tindak pidana pemilu, karena pemilihan umum menganut asas jujur dan adil. Dimana para peserta diharapkan dapat bersaing secara sehat, mendapatkan perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pemilu Berintegritas
Oleh karena itu, Pemilu Legislatif 2014 seluruh komponen haruslah berintegritas. Pertama, penyelenggara Pemilu. Setelah lahirnya UU Nomor 15 Tahun 2011 penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu. Walaupun hanya KPU dan Bawaslu yang sangat berperan besar dalam setiap pesta demokrasi.
Titik rawan penyalahgunaan kewenangan bisa terjadi disetiap tingkatan penyelenggara. Contohnya penggelembungan dan pengurangan suara caleg. Pada pemilu legislatif 2009 di Kabupaten Jeneponto, anggota PPK Kecamatan Rumbia terbukti dipengadilan mengubah hasil formulir C untuk meloloskan sejumlah caleg yang berasal dari daerahnya.
Sedangkan baru-baru ini (minggu, 6/4/2014), komisioner KPU Palopo diamankan aparat kepolisian Polres Palopo dalam sebuah operasi menjelang pemilu legislatif bersama salah seorang anggota PPK. Pada saat penggeledahan ditemukan uang tunai Rp 8 juta berikut kartu nama calon legislatif.
Kedua, peserta pemilu. Baik parpol maupun calon legislatif sebagai pihak yang sangat berkepentingan sangat dituntut untuk berlaku jujur. Walaupun sudah ada regulasi pelaporan dana kampanye parpol, tetapi tetap ada celah partai politik menyembunyikan dana-dana haramnya. Caranya yakni parpol memisahkan rekening parpol dan rekening dana kampanye parpol. Karena yang wajib dilaporkan ke KPU hanya dana kampanye parpol, sehingga sumbangan-sumbangan tidak jelas asal-usulnya bisa disembunyikan di rekening parpol. Diperparah lagi waktu verifikasi sumber dana kampanye parpol oleh KPU sangatlah singkat.
Untuk caleg pun mereka masih doyan melakukan politik transaksional. Suara rakyat dihargai dengan uang, barang-barang sembako dan janji bila duduk akan diberikan hadiah. Walhasil rakyatpun berada pada lingkaran setan politik uang.
Ketiga, masyarakat pemilih. Sebagai negara demokratis, pelibatan rakyat merupakan suatu keniscayaan. Adegium suara rakyat sebagai suara tuhan terimplementasi dalam pesta demokrasi lima tahunan. Hanya saja persoalan kemudian masyarakat pemilih tak jarang menggadaikan suaranya. Tanpa malu-malu sebuah spanduk besar bertuliskan menerima serang fajar terbentang di gerbang masuk desa ataupun kompleks perumahan.
Oleh karena itu, bila kita mengharapkan terciptanya parlemen bersih 2014, maka penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan masyarakat pemilih wajib mewujudkan pemilu berintegritas. Dan berani berkata “tidak” untuk politik uang.