Happy Ending Persidangan Angie
Pengadilan Tipikor, akhirnya memvonis Putri Indonesia 2001. Angelina Sondakh terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Selama menjalani proses persidangan. Janda Adjie Massaid ini, sering menyita perhatian publik. Lewat istilah “apel Malang” dan “apel Washington”. Penyangkalan kepemilikan BlackBerry (BB). Hingga tidak jarang mempertontonkan isak tangis di muka sidang.
Angie merupakan terpidana baru kasus korupsi. Kasus megakorupsi persekongkolan pihak swasta dan penyelenggara negara. Dalam pembongkaran kasus wisma atlet, lembaga anti rasuah telah berhasil menyeret sejumlah nama. Mulai dari Mindo Rosalina Manulang, Mohammad El Idris, mantan Sesmenpora Wafid Muharram, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, Yulianis, dan Angelina Sondakh. Pengembangan kasus ini juga membongkar indikasi kasus korupsi Hambalang dan Kemendiknas.
Meski pun kasus wisma atlet telah memeja_hijaukan banyak pihak. Akan tetapi, putusan pengadilan masih jauh dari rasa keadilan masyarakat. Dewi keadilan tetap memperlihatkan “senyum kecut” meminjam istilah Saldi Isra. Putusan pengadilan yang tidak berefek jera.
Angie Mengecewakan
Majelis Hakim Tipikor menjatuhkan pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250.000.000, jauh dari tuntutan Jaksa KPK. Lembaga anti rasuah lewat Jaksa menuntut Angelina Sondakh 12 tahun penjara. Terdakwa dianggap terbukti melanggar Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketua Pengadilan Tipikor Sudjatmiko pada hari kamis (10/1/2013), menegaskan terdakwa Angelina Sondakh hanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa melanggar Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa selaku penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Terdakwa menggiring proyek dan menerima suap proyek Kemendiknas secara berlanjut. Vonis Angie disambut dengan penuh kebahagiaan. Pihak terdakwa bernafas lega. Di saat yang sama nalar kita tidak bisa menerima. Sang pengadil kesekian kalinya menjatuhkan putusan terasing ditengah masyarakat.
Hemat penulis putusan terhadap Angie sangatlah mengecewakan. Hal tersebut didasari beberapa alasan. Pertama, Angelina Sondakh tidak pernah mengakui kesalahan. Padahal berdasarkan fakta-fakta hukum persidangan, terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini pula menjadi pertimbangan Majelis Hakim dan termaktub dalam amar putusan sebagai hal-hal memberatkan terdakwa.
Kedua, terdakwa tidak kooperatif (berbelit-belit). Meski dalam pertimbangan hal-hal meringankan terdakwa dinyatakan kooperatif. Tetapi, bila kita melihat pemeriksaan di persidangan justru terlihat sebaliknya. Terdakwa selalu diingatkan Hakim agar tidak berbohong. Soal kepemilikan BlackBerry dan hasil pembicaraan dengan Rosa melalui via BBM_an.
Ketiga, melakukan perbuatan berlanjut. Fakta-fakta persidangan sebagaiman dalam amar putusan. Terdakwa Angie terbukti melakukan tindak pidana suap secara berlanjut. Di mana perbuatan berlanjut (concursus) dalam teori hukum pidana termasuk dasar pemberatan pidana.
Dasar pemberatan pidana secara umum diantaranya bila pelaku tindak pidana merupakan pegawai negeri. Residivis yang melakukan tindak pidana. Dan berbarengan tindak pidana (concursus/ samenloop). Perbuatan tindak pidana dilakukan secara berlanjut masuk kategori concursus. Sehingga ketika Majelis Hakim menyatakan terdakwa Angelina Sondakh menerima suap secara berlanjut. Maka ancaman pidana haruslah diperberat.
Keempat, selaku anggota Badan Anggaran DPR dan anggota Komisi X DPR membidangi pendidikan nasional, pemuda, kebudayaan, pariwisata, kesenian dan kebudayaan. Seharusnya Angie tidak melakukan perbuatan korupsi. Apalagi pada saat pembacaan pledoi selalu mengumbar keberhasilan di bidang pendidikan. Sekali lagi suatu tindakan ironi.
Selain alasan mengapa putusan Angie mengecewakan, penulis juga melihat keganjilan pertimbangan majelis Hakim. Pertama kali dalam sejarah persidangan di Indonesia, hal-hal meringan pernah mengharumkan nama baik bangsa dijelaskan secara terperinci.
Angie Vs Pintu Masuk
Vonis terpidana suap Angelina Sondakh, menambah daftar panjang politisi busuk di Senayan. Partai politik telah “berhasil” menciptakan kader-kader korup. Sebelum Angie, pengadilan Tipikor memvonis Wa Ode Nurhayati. Terpidana kasus Pengalokasian Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Baik kasus Wa Ode maupun Angie tentu melibatkan sejumlah pihak. Tidak menutup kemungkinan partai oposisi malah berkoalisi menggarong uang negara.
Sinyalemen keterlibatan banyak pihak terlihat dalam kasus wisma atlet dan Kemendiknas. Putusan Angie bisa dijadikan pintu masuk membongkar praktik korupsi. Fakta-fakta persidangan Angie sering menyebut keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan anggota DPR Senayan Mahyudin, I Wayan Koster dan Mirwan Amir. Akan tetapi sampai sekarang belum tersentuh.
Di sinilah keberanian pimpinan KPK kembali diuji. Perjalanan menuntaskan kasus suap wisma atlet dan proyek Kemendiknas masih panjang. Happy ending persidangan Angie menjadi preseden buruk pemberantasan korupsi. Agar lembaga anti rasuah “bertaji”, maka jangan pernah berhenti divonis Angelina Sondakh.