Kemampuan Untuk Melakukan Hubungan‑Hubungan Dengan Negara-Negara Lain

Penggunaan istilah capacity to enter into international relation dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo memiliki peranan yang sangat penting.20 Pentingnya eksistensi unsur ke-4 ini berakibat pada semakin jelasnya perbedaan antara negara dengan unit-unit kecil seperti anggota-anggota federasi atau protektorat yang tidak mengurusi urusan luar negerinya dan tidak mendapat pengakuan dari negara-negara lain sebagai bagian anggota masyarakat internasional (international community).21 Contohnya dapat dilihat dalam Southern Rhodesia Case. Southern Rhodesia awalnya merupakan bagian teritorial dari pemerintah Inggris sampai ketika Southern Rhodesia menyatakan kemerdekaannya dari Inggris pada bulan Nopember 1965 dengan populasi penduduk, wilayah, pemerintahan, dan kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak satu negarapun yang memiliki keinginan untuk melakukan hubungan (kerjasama) dengan Southern Rhodesia. Dalam hal ini Southern Rhodesia ditolak eksisitensinya sehingga tidak mendapat pengakuan sebagai sebuah negara dari masyarakat internasional.

Contoh lain yang hampir sama dengan Southern Rhodesia adalah the Transkei Case.Transkei merupakan wilayah yang dideklarasikan oleh pemerintah Afrika Selatan pada tahun 1976 sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Akan tetapi, Majelis Umum PBB menolak deklarasi kemerdekaan tersebut (invalid) dengan merujuk pada Southern Rhodesia.

Disamping konstruksi negara yang didasarkan pada Pasal 1 Konvensi Montevideo, terdapat pula konsepsi negara federal, dominion, dan lain sebagainya. Dalam konteks negara federal yang menjadi pemegang hak dan kewajiban adalah pemerintah federal. Akan tetapi, kadangkala konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban terbatas atau melakukan hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah federal.

Pada prakteknya, eksistensi Dominion (British Common­wealth) masih ada sebagai bagian dari negara-negara bekas jajahan Inggris, yang secara resmi dikepalai oleh seorang gubernur jenderal sebagai wakil ratu atau raja. Oleh karena itu, dalam hukum internasional eksistensi Commonwealth tetap diakui dengan dominionnya, misalnya Australia.

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...