Macam-Macam Pengakuan Pemerintah Baru

Hukum internasional mengenal dua macam bentuk pengakuan pemerintah baru, yaitu pengakuan pemerintah secara de facto dan pengakuan pemerintah secara de jure.

Pengakuan de facto biasanya diberikan oleh suatu negara kepada suatu pemerintah baru jika masih timbul keragu-­raguan terhadap stabilitas dan kelangsungan hidup suatu negara, atau terhadap kemampuannya dalam memenuhi kewajiban-kewajiban internasional. Negara yang memberi­kan pengakuan seperti ini masih melihat dan menunggu kelangsungan pemerintah baru tersebut, apakah pemerintah baru itu permanen, dihormati dan ditaati oleh rakyatnya, apakah berhasil menguasai dan mengontrol secara efektif wilayahnya ataukah mampu memenuhi kewajiban-­kewajiban internasional.

Menurut praktek yang dilakukan oleh beberapa negara, diantaranya Inggris, pemberian pengakuan de facto biasanya tidak menimbulkan hubungan diplomatik yang sempurna ataupun memberikan hak-hak imunitas diplomatik kepada wakil-wakil dari pemerintah de facto itu.

Walaupun para sarjana sependapat, bahwa pengakuan de facto sifatnya hanya sementara dan kalau perlu dapat ditarik kembali, namun sekali pemberian pengakuan de facto, akibat hukumnya demikian luas bagi pemerintah yang bersangkutan, sehingga dalam banyak hal tidak berbeda kedudukannya dari suatu pemerintah yang telah mendapat pengakuan de jure.

Sebagaimana dikemukakan juga oleh Oppenheim, bahwa pengakuan de facto walaupun sifatnya sementara dan dapat ditarik kembali, namun pada hakekatnya tidak dapat dibedakan dari pengakuan de jure, karena semua perundang­-undangan dan tindakan-tindakan intern lainnya dari penguasa yang diakui secara de facto itu, dimuka pengadilan dari negara yang memberikan pengakuan diperlakukan sederajat dengan tindakan-tindakan yang diambil oleh suatu pemerintah yang tidak diakui secara de jure.

Pengakuan de jure diberikan kepada suatu pemerintah baru apabila negara tersebut sudah tidak ragu-ragu lagi terhadap pemerintah tersebut. Pengakuan de jure diberikan berdasarkan atas penilaian faktor-faktor faktual dan faktor-­faktor hukum.

Pemerintah yang diakui secara de jure adalah peme­rintah yang telah memenuhi tiga ciri, yaitu:

a)      Efektivitas : Kekuasaan yang diakui di seluruh wilayah negara.

b)      Regularitas : Berasal dari pemilihan umum atau telah disahkan oleh konstitusi.

c)      Eksklusivitas : Hanya pemerintah itu sendiri yang mempunyai kekuasaan dan tidak ada pemerintahan tandingan

Praktek negara-negara mewujudkan, bahwa sering negara-negara mengakui de facto terlebih dahulu dengan membuka hubungan dagang, kemudian diikuti dengan pengakuan de jure. Demikian pula Indonesia juga diakui secara de facto terlebih dahulu oleh sejumlah negara pada waktu revolusi fisik tahun 1945-1949 dan nanti setelah pemulihan kedaulatan diberi pengakuan de jure. Mesir mempunyai tempat tersendiri sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto pada tanggal 23 Maret 1946 dan kemudian secara de jure tanggal 18 November 1946 bersama Syria, Libanon, Saudi Arabia, Yordania dan Yaman dalam kerangka Liga Arab

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...