Aktor Luar Dalam Permasalahan Sengketa Internasional di Kawasan Perairan Laut Cina

Salah satu kebijakan yang telah China lakukan bercermin dari penangkapan nelayannya di Senkaku adalah Pemerintah Cina menekan serius pemerintah Jepang dengan melakukan manuver di bidang diplomatik, antara lain membatalkan kunjungan pelajar Jepang ke Cina, melarang atletnya ikut dalam kompetisi perlombaan di Jepang, dan yang paling jelas adalah menarik Dubes Cina untuk Jepang seminggu setelah kejadian, mendorong demonstrasi anti Jepang, melarang ekspor logam bumi ke Jepang yang sangat dibutuhkan untuk industri teknologi tingginya. China juga menangguhkan hubungan diplomatic tingkat tingginya dengan Jepang. China sebelumnya juga telah menghentikan rencana perundingan soal eksplorasi bersama sumber minyak dan gas di Laut China Timur, menunda pembicaraan soal perdagangan batu bara, dan membatalkan negosiasi penambahan frekuensi penerbangan sipil di antara dua negara. Terakhir, China secara mendadak membatalkan undangan kepada 1.000 anak muda Jepang ke Shanghai Expo.

Jepang benar-benar ingin mengamandemen konstitusinya termasuk artikel IX yang anti perang tampaknya akan kian mengelisahkan negara-negara tetangganya, yang pernah diserbu pasukan Jepang pada awal abad ke-20 silam. Ini karena Amerika tidak selamanya membantu kepentingan-kepentingan nasional Jepang seperti dalam kasus perebutan pulau Senkaku dengan Cina, pihak Amerika tidak membantu dengan alasan bahwa itu merupakan masalah domestik antara Jepang dengan Cina dan kasus yang paling baru adalah banyak demonstrasi anti Jepang di Cina dan Korea Selatan.

Di Asia, secara terang-terangan, AS menyatakan Cina sebagai ancaman potensial bagi kepentingannya. Ini terlihat dari pandangan Pentagon yang menyatakan, “di masa datang, para pemimpin China bisa saja tergoda menggunakan kekuatan atau melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan diplomatik atau menyelesaikan persoalan secara tepat lewat penggunaan kekuatan” (Kompas, 8 Mei 2006). Begitu pula dengan pernyataan Condeleezza Rice bahwa Cina bisa menjadi “kekuatan negatif” di kawasan Asia Pasifik sehingga pembangunan militernya perlu diawasi.

Hubungan Tokyo – Beijing semakin tegang dan mengkhawatirkan. Mungkin tidak ada negara di dunia yang senang dengan konflik dan perang  dua negara, kecuali satu negara yang selama ini menjadi polisi militer dunia, Amerika Serikat.  Konflik Asia Timur seakan menjadi berkah dan sebagai sebuah kesempatan dan dapat digunakan untuk berperan di kawasan Asia Timur dengan suatu alasan untuk memperpanjang eksistensi dan penempatan militer di Jepang dan pangkalan rudal.

Washington dengan cepat mengontak Pemerintah Jepang bahwa kekuatan militer AS siap untuk berada di belakang Jepang. Gedung Putih memberikan garansi ke Jepang bahwa  militer AS di Okinawa, Yokosuka dan lainnya dapat menjadi bagian dari kekuatan Jepang seandainya Jepang diserang oleh China.

Apalagi Amerika Serikat sendiri memiliki konflik dengan China terkait semenanjung Korea.  Masalah nuklir Korea Utara menjadi ganjalan hubungan China AS. Amerika Serikat dan Cina juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga perannya dalam mencari solusi konflik di Semenanjung Korea lebih mudah.

China protes dan mengecam latihan militer bersama AS dan Korea Selatan. Menurut Beijing, latihan tersebut menyusupi area di mana militer China beroperasi. AS dan Korsel pun berulangkali menegaskan, latihan ini adalah ajang unjuk gigi kepada Korea Utara (Korut) yang dituduh menembakkan torpedo ke kapal perang Korsel.

Beberapa pemimpin militer China dan analis melihat upaya AS mengepung China. Dalam sebuah artikel yang dipublikasi The Global Times, ahli Jepang di Chinese Academy of Social Sciences Feng Zhaokui mengatakan, “AS mencoba memelihara koalisi anti China.”

Cina dengan pertimbangan power besar yang dia miliki, sebagai raksasa ekonomi dan sebagai penyumbang terbesar ekspor logam bagi Jepang dan beberapa negara didunia juga disertai kemapanan militer yang ia miliki, akan memaksa Jepang untuk memikirkan kembali sikapnya dalam mempertahankan senkaku island dan sikapnya terhadap China. Ini dapat dilihat ketika China menhentikan eskpornya yang kemudian melemahkan ekonomi Jepang dan membuat pengusaha Jepang kalang kabut.  Cina juga saat ini telah mapan dari segi militernya sehingga kemungkinan untuk menghadapi Jepang sangatlah mungkin terjadi. Keseluruhan hal diataslah yang kemudian membentuk geopolitical codes Cina dalam sengketa pulau Diaoyou atau pulau Senkaku. Itulah contoh dimana pertimbangan geografi politik dapat melahirkan dan mendefinisikan politik luar negeri sebuah Negara

Mengapa China begitu diresahkan oleh banyak negara adidaya, khususnya Amerika Serikat? Ada fakta-fakta menarik dibalik ini semua. Berbagai predisksi para analis mengenai China memang bermacam-macam tetapi semuanya memiliki  gambaran yang jelas bagaimana China sekarnag ini.

Hal ini dipicu oleh membesarnya porsi anggaran militer China yang naik 14,9 persen pada tahun 2009. Pada Tahun 2009 Pemerintah China menaikkan anggaran militernya mencapai 480,686 miliar yuan (70,2 miliar dolar AS), meningkat 62,482 miliar yuan dari 2008, kata jurubicara parlemen China, Li Zhaoxing kepada para wartawan seperti dikutip AFP.

Kemudian pada tahun 2010 ini, Pemerintah China meningkatkan lagi anggaran pertahannya dengan besaran yang masih diperhitungkan, kemungkinan seperti yang di lansir sebuah lembaga riset perdamaian internasional di Stockholm itu, China akan menambahakn lagi sebesar 10% dari 84,9 miliar dollar tahun lalu untuk anggaran militer tahun 2010.

AS melihat China sebagai naga besar yang sedang menggeliat baik dari segi ekonomi maupun militer. Perkembangannya sangat dinamis bahkan jauh lebih dinamis dibandingkan dengan masa kebangkitan renaissance barat sendiri. China memiliki karakteristik yang kuat dan sulit untuk ditandingi. AS pun tidak mampu untuk melemahkan ekonomi China, karena jaringan China justru ada dimana-mana. Perantauan China bukan saja sebagai imigran tetapi seakan seperti menteri perdagangan pada banyak negara yang siap menjalin perdagangan strategis dan menguntungkan dengan China. Gilanya hal seperti itu juga terjadi di Negara AS sendiri.

Para investor AS pun tidak bisa untuk berdiam diri selain ikut menginvestasikan dananya di China, karena angka-angka ekonomi memaksa mereka harus berbuat seperti itu untuk dapat bertahan. China merupakan peluang bagus untuk meluaskan usahanya dengan memanfaatkannya sebagai pasar yang besar bagi produksinya. Sedangkan bagi konsumen AS yang juga pragmatis, bukanlah saat yang tepat untuk berbuat secara patriotis disaat kebutuhan dan keadaan ekonomi yang mendesak, membuat mereka harus mencari produk murah tetapi standar kebutuhan sudah terpenuhi. Pengangguran dan penurunan kapasitas ekonomi masyarakat AS justru menjadi pasar yang tepat bagi produk China. Selamat tinggal bagi produk kamera Soni atau mobil Ford hanya hanya menjadi sarang laba-laba di toko atau dealer di AS. Hukum ekonomi memang kejam terhadap terhadap ibukandung kapitalis pun.

Bagi para industriawan senjata AS, keberadaan China menjadi napas yang kedua setelah hampir mati paska perang dingin dengan Uni Soviet selesai. Pagi para ilmuwan dan periset persenjataan kebangkitan China adalah berkah bagi kelanjutan risetnya yang amat sangat membutuhkian biaya jutaan dolar.

Demikian juga bagi para jenderal di Pantagon kebangkitan China adalah alas an untuk dapat mengajukan anggaran militer lebih tinggi dari paska selesainya perang dingin dengan Uni Soviet agar dapat disetujui oleh Kongres. Darah mereka adalah anggaran militer dan komisi dari proyek-proyek pemerintah yang akan disaluarkan kepada pengusaha yang juga merasa mendapatkan berkah atas kebangkitan China.

Kemajuan ekonomi China telah diprediksi akan menyusul dan melampaui AS paling lambat dalam pertengahan abad ke 21 ini. Hal ini menimbulkan banyak pusing kepala bagi pimpinan AS. Sebab ekonomi yang makin maju berarti juga kemampuan yang makin meningkat untuk meluaskan pengaruh politik di seluruh dunia.

Keberhasilan ekonomi China memungkinkannya memperkuat dan memodernisasi kekuatan militernya. AS tidak hanya risau terhadap kemampuan China untuk merebut Taiwan secara militer, melainkan khawatir terhadap peran militer China pada umumnya. Keberhasilan China mengembangkan roket anti-satelit yang pada bulan Januari 2007 sanggup menembak jatuh satelit, dinilai AS sangat serieus.

AS sangat risau terhadap hubungan China dengan Rusia, Brasil dan India dalam persekutuan BRIC. Rusia secara terang-terangan menolak AS hadir dalam pertemuan di Brasilia pada beberapa bulan yang lalu. BRIC juga berencana untuk menerbitkan mata uang baru yang tentunya akan menyaingi dolar. China juga memiliki ikatan diplomatic yang kuat dengan Korea Utara dan Iran.

Perusahaan-perusahaan China mendapatkan banyak keuntungan di Iran dan Rusia sebagai kontraktor migas, sementara kontraktor AS sendiri terdepak akibat situasi politik yang tidak menguntungkan bagi negaranya. Dari Iran, China mendapatkan suplai minyak yang teratur.Diplomasi China juga sangat berhasil di kawasan Asia Tengah, bahkan China dapat membangun jalan tol di kawasan jalur sutra untuk menyuntidkan produknya pada Negara-negara Balkan tersebut. Asia Tengah juga penghasil minyak sangat loyak mensuplai ke China.

Selain itu industri kedirgantaraan Cina kini menjadi perhatian besar pemerintah China kemampuan berbagai teknologi pesawat terbang akan terus ditingkatkan termasuk prototype pesawat tempur Fighter China-1 (FC-1) yang diberi nama Xiaolong (Fierce Dragon). Pesawat dengan sayap delta bermesin tunggal ini dikatakan memiliki kemampuan sekitar 85 persen dari pesawat tempur F-16 generasi ke-4, dan diperkirakan akan dipassarkan dengan harga hanya separuh dari pesawat F-16 tersebut. Dalam perkembangan kedepan modernisasi peralatan perang akan manjadi bisnis yang menggiurkan bagi China.

Prototype pesawat China yang akan terus diupgrade seperti prototype ke-4 dari pesawat ini dengan kode FC-4. Seperti yang dilansir kantor berita Cina Xinhua yang memberitakan bahwa pengujian prototype ini pada tanggal 28 April 2006 lalu telah berhasil, dengan kemampuan yang lebih baik dari prototype sebelumnya. Pesawat ini dapat dipersenjatai dengan rudal active-guided air-to-air jenis PL-12 maupun persenjataan lain seperti precision guided-munition.

Cina juga telah berhasil menjual sejumlah pesawat tempurnya (F-7MG) kebeberapa negara seperti Banglades, Nigeria dan Pakistan. Potensi pasar lainnya adalah Mesir, Iran, beberapa Negara Afrika dan Amerika Latin. Pakistan telah memesan jenis pesawat FC-1 Xiaolong dengan system ko-produksi dengan industri local yang nantinya akan diberi nama Joint Fighter-17 (FJ-17 Thunder).

Selain memproduksi sendiri China juga melakukan import besar-besaran berbagai peralatan militer kepada Rusia. Teknologi Rusia dianggap telah dapat menyaingi teknologi AS. Tanpa sama sekali terpengaruh krisis ekonomi import China malah terus meningkat. Seperti kita ketahui Rusia sekarang ini saja sudah mulai meningkatkan kapasitas produksi militernya, salah satu konsumennya adalah China.

Pertikaian antara China dan Korea Selatan pula melibatkan Batu Socotra, sebuah terumbu dasar laut di mana dibinanya stesen penyelidikan sains oleh Korea Selatan. Biarpun kedua-dua pihak tidak menuntut batu tersebut sebagai wilayah masing-masing, namun pihak China membantah kegiatan Korea di situ sebagai melanggar hak-hak ZEE-nya.

Dalam mengatasi masalah di Laut Cina Timur, negara-negara yang terlibat dalam sengketa telah berusaha untuk melakukan berbagai perundingan dan negoisasi untuk memecahkan dan mencari solusi terbaik dari sengketa tersebut. Beberapa perjanjian dan negoisasi mengenai sengketa di Laut Cina Timur yakni sebagai berikut:

  1. Informal Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: April 1996
  2. Informal Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: August 1996
  3. 1st round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: December 1996
  4. 2nd round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: February 1997
  5. 3rd round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: April 1997
  6. 4th round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: June 1997
  7. Informal Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: June 1997
  8. Informal Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: July 1997
  9. 5th round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: August 1997
  10. 6th round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: August 1997
  11. 7th round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: August 1997
  12. 8th round of the Japan-China Consultation on the Law of the Sea and Fishery: November 1997

Source: China Division, Ministry of Foreign Affairs, Japan

  1. Chronology of East China Sea consultations 1998- Japan-China Consultation on the Law of the Sea and the Delimitation of EEZ (Kaiyoho ni kansuru Nittyu Kyogi)
  2. 1st round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: August 1998
  3. 2nd round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: January 2000
  4. 3rd round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: September 2000
  5. 4th round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: December 2001
  6. 5th round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: November 2002
  7. 6th round of the Japan China Consultation on the Law of the Sea: December 2003
  8. 1st round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 25 October 2004
  9. 2nd round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 30-31 May 2005
  10. 3rd round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 30 September-1 Oct 2005
  11. Informal Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: January 2006
  12. 4th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 6-7 March 2006
  13. 5th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 18 May 2006
  14. 6th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 8-9 July 2006
  15. 7th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 29 March 2007
  16. 8th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 25 May 2007
  17. 9th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 26 June 2007
  18. 10th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 11 October 2007
  19. 11th round of the Japan-China Consultations concerning the East China Sea and Other Matters: 14 November 2007
  20. 1st Ministerial Meeting: 1 December 2007
  21. Vice-Ministerial Meeting in Beijing, 22-23 February 2008;
  22. Vice-Ministerial Meeting in Beijing, 14 April 2008

Laut Cina Timur sangat terkenal dengan sengketa Kepulauan Senkaku. Disengketakan oleh Cina, Jepang dan Taiwan. Sengketa ini dikarenakan masing-masing kedua belah pihak merasa terikat secara historis dengan kepulauan tersebut. Pada awalnya Cina tidak pernah sama sekali mengungkit-ungkit permasalahan klaimnya atas wilayah ini. Akan tetapi, sejak diketahui terdapat cadangan minyak dan gas disana, China semakin gencar dalam mengklaim wilayah tersebut. Kebutuhan ekonomi China dalam hal industri sangat sinkron dengan sikap Cina dalam mengklaim wilayah Daiyou. Jika China dapat dengan bebas menguasai kepulauan ini, maka akan sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan energi nya. Mengingat Cina merupakan negara industri terbesar didunia. Disisi lain Jepang juga tidak akan kalah dalam hal kepemilikan sumber daya dengan Cina. Rivalitas antara dua negara besar Asia ini akan mengakibatkan potensi kekacauan apalagi jika mereka sudah melintasi batas negara masing-masing. Selain karena Kepulauan ini merupakan kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, ditambah dengan Laut Cina Timur merupakan jalur pelayaran strategis dunia yang sangat penting bagi Cina, Jepang, Amerika Serikat. Terutama untuk jalur masuk ekspedisi barang seperti minyak bumi, pertambangan dan ekspor impor ke Beijing, Jepang, Korea Selatan dan Korea Utara dan jalur alternativ bagi Rusia. Untuk permasalahan sengketa di Laut Cina Timur ini juga akan mengancam rivalitas militer antara kedua negara tersebut yang akan berpengaruh pada kemananan di Laut Cina Timur. Telah terlihat kedua negara saling panas memanasi dalam hal militer. Cina telah meningkatkan kesiagaannya terhadap militer Jepang disekitaran perairan Laut Cina Timur. Belum lagi situasi ini diperkeruh dengan intervensi Amerika Serikat yang berada dibelakang dan dipihak Jepang.

Dalam menghadapi Cina yang dewasa ini telah berkembang dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia serta hubungannya dengan negara-negara seperti Rusia, menjadi salah satu langkah yang sulit jika negara-negara lain ingin melawannya. Apalagi mereka sangat bergantung pada Cina dalam hal ekonomi. Sedikit saja salah langkah dalam menghadapi Cina, mereka akan berhadapan langsung dengan embargo ekonomi China yang akan melumpuhkan ekonomi mereka khususnya Amerika Serikat yang kita ketahui banyak memiliki utang pada China dan impor dari China.

Dalam menghadapi permasalahan sengketa Kepulauan Senkaku ini, masing-masing negara harus memikirkan kembali bagaimana sikap mereka dalam mengklaim pulau tersebut. Kejelasan pemilik memang harus ditemukan segera dan negoisasi yang akurat harus terjadi sehingga keamanan dan stabilitas disana dapat terjaga dan menjadi stabil. Mengingat kondisi yang kisruh akibat persaingan militer dan juga intervensi asing yang tidak diinginkan.

Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H.

Lahir di Bulukumba 2 Juli 1955, Menamatkan S1, S2 dan Program Doktor PPS Unhas 2003- 2008. Adalah Professor Hukum yang suka Sastra terbukti sudah tiga novel yang telah terbit dari buah tangannya: “Putri Bawakaraeng” (Novel) Lephas Unhas 2003; “Pelarian” (Novel) Yayasan Pena (1999); “Perang Bugis Makassar, (Novel) Penerbit Kompas (2011). Selain sebagai Staf Pengajar pada Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas, Golongan IV B, 1998 hingga sekarang, juga menjabat sebagai Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas; Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Syariah IAIN Alauddin, Makassar 1990-2003; Dosen Luar Biasa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unhas untuk mata kuliah Politik dan Kebijaksanaan Luar Negeri Cina serta Hukum Internasional 2002 – sekarang. Beberapa buku yang telah dipublikasikan antara lain “Sengketa Asia Timur” Lephas-Unhas 2000. Tulisannya juga dapat ditemui dalam beberapa Harian: Pedoman Rakyat (kolumnis masalah-masalah internasional), pernah dimuat tulisannya di Harian: Fajar dan Kompas semenjak mahasiswa; menulis pada beberapa jurnal diantaranya Amannagappa, Jurisdictionary dan Jurnal Ilmiah Nasional Prisma. Kegiatan lain diantaranya: narasumber diberbagai kesempatan internasional dan nasional, Narasumber Pada Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) Jakarta 1987; Narasumber pada Overseas Study On Comparative Culture And Government Tokyo (Jepang) 1994; Shourt Course Hubungan Internasional PAU Universitas Gajah Mada Yogayakarta 1990; Seminar Hukum Internasional Publik Universitas Padjajaran Bandung 1992; Seminar Hukum dan Hubungan Internasional Departemen Luar Negeri RI Jakarta 2004. Juga pernah melakukan penelitian pada berbagai kesempatan antara lain: Penelitian Tentang Masalah Pelintas Batas Di Wilayah Perairan Perbatasan Indonesia-Australia Di Pantai Utara Australia dan Kepualauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara Tahun 1989; Penelitian Tentang Masalah Alur Selat Makassar dalam Perspektif Pertahanan dan Keamanan Nasional Indonesia. Gelar guru besar dalam Bidang Hukum Internasional Pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah dipertahankan Di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin “Perang Makassar (Studi Modern Awal Kebiasaan dalam Hukum Perang)” pada hari Selasa 2 November 2010 (Makassar).

You may also like...