Setelah Tiga Petinggi Tiga Korporasi Jadi Tersangka

Sumber Gambar: katadata.com
Kejaksaan Agung terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi pemberian izin ekspor CPO (crude palm oil)—minyak sawit mentah yang menjadi bahan baku minyak goreng. Penyidikan ini disebut bisa berkembang pada peran sejumlah orang, termasuk pejabat tinggi di Kementerian Perdagangan dan puluhan perusahaan yang memiliki izin ekspor sawit.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, mengatakan setidaknya ada 88 perusahaan yang memiliki izin ekspor sawit pada tahun ini. Penyidik kejaksaan bakal menelisik mereka. “Kalau perusahaan-perusahaan ini tidak memenuhi aturan kebutuhan pasar dalam negeri, ya, bisa (ditetapkan sebagai) tersangka,” ujar Febrie, kemarin, 20 April.
Kejaksaan menetapkan dan menahan empat tersangka kasus korupsi pemberian izin ekspor CPO. Tiga orang di antaranya adalah petinggi tiga perusahaan sawit. Mereka diduga berkomunikasi dengan pejabat di Kementerian Perdagangan agar mendapat izin ekspor meski belum memenuhi distribusi kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Setiap perusahaan sawit yang ingin melakukan ekspor harus memenuhi DMO 20 persen sebelum mendapat izin.
Aturan ini ditetapkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada akhir Januari lalu demi menekan harga minyak goreng yang melambung sejak beberapa bulan sebelumnya. Berdasarkan regulasi tersebut, perusahaan yang ingin mengekspor sawit diwajibkan menyisihkan 20 persen dari volume ekspor itu untuk kebutuhan dalam negeri. Jenis sawit yang dipasok juga sudah ditentukan, yakni produk sawit dalam bentuk CPO dan olein. Harga jual dua produk tersebut dari perusahaan untuk pasar dalam negeri ditetapkan masing-masing sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp 10.300 per liter. Adapun harga eceran minyak goreng ditetapkan sebesar Rp 11.500-14.000 per liter.
Nyatanya, sejumlah perusahaan diduga mendapat izin meski tak memenuhi syarat tersebut. Hal inilah, kata Febrie, yang diduga menjadi pangkal kelangkaan minyak goreng. “Di atas kertas, dia mengakui sudah memenuhi kewajiban. Di lapangan, perusahaan ini diduga tidak mengeluarkan ke masyarakat dan diekspor,” kata Febrie.
Karena itu, kejaksaan menetapkan mereka sebagai tersangka. Mereka adalah Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, juga menjadi tersangka.
Tiga perusahaan itu merupakan produsen besar minyak goreng kemasan di Indonesia. Permata Hijau Group punya merek dagang Parveen, PT Wilmar dengan minyak goreng kemasan merek Sania dan Fortune, serta PT Musim Mas menjual minyak goreng merek SunCo. Minyak goreng kemasan tersebut biasanya bisa dibeli di berbagai supermarket di seluruh Indonesia.
Ketiga pejabat perusahaan itu, menurut Febrie, diduga berkomunikasi secara intens dengan Indrasari untuk memperoleh izin ekspor. Mereka juga mengajukan permohonan izin persetujuan ekspor ke Kementerian Perdagangan, meski tak memenuhi syarat DMO sebesar 20 persen.
Kemarin, Kejaksaan Agung memeriksa tiga saksi dalam kasus minyak goreng ini. Mereka adalah Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Farid Amir serta dua saksi dari dua perusahaan sawit, yakni Sales Manager PT Incasi Raya, Airton Andi Anggriawan; dan Supply Chain Manager PT Oil Nusantara, Bambang Rukyanto. PT Incasi memproduksi minyak merek Sari Murni yang biasa dijumpai di berbagai toko kelontong di Sumatera Barat. Sedangkan PT Oil Nusantara memproduksi minyak curah yang disalurkan di Batam.
Juru bicara Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan para saksi itu juga diperiksa dalam dugaan korupsi izin ekspor CPO dan turunannya. “Pemeriksaan saksi bertujuan memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara,” kata Ketut. Kejaksaan juga membuka peluang memeriksa Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam kasus ini.
Dalam pernyataannya lewat unggahan gambar di media sosial Instagram, Menteri Lutfi mengatakan mendukung penyidikan kasus ini. Ia juga menyebutkan akan memberikan bantuan hukum kepada anak buahnya, Indrasari.
Adapun juru bicara perusahaan-perusahaan itu menyatakan menyerahkan penyidikan kasus ini sepenuhnya kepada kejaksaan. “Kami mendukung sepenuhnya penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan,” kata Wilmar Group dalam pernyataan resminya. Mereka juga mengklaim telah memenuhi aturan izin ekspor CPO. Musim Mas juga menyebutkan hal yang sama. “Kami akan kooperatif dan menghormati proses hukum ini,” kata juru bicara Musim Mas, Rapolo Hutabarat.
Oleh:
Indri Maulidar
Wartawan Koran Tempo
KORAN TEMPO, 21 April 2022
Sumber : https://koran.tempo.co/read/berita-utama/473308/kejaksaan-agung-menelisik-lebih-jauh-perusahaan-pemilik-izin-ekspor-cpo?