“Garuda-Na” Terasing di Kampung Halaman Sendiri (tanggapan atas tulisan Aspiannor Masrie & P. Pice Jahali SH)
Seorang akademisi, peneliti, atau pengamat dalam melakukan analisis politik terhadap pasangan kandidat tertentu merupakan hal yang wajar. Makanya ketika Aspiannor Masrie memberikan pencerahan politik terhadap calon-calon pemilih menuju perhelatan Pilgub Sul-Sel 22 Januari 2013 nanti juga adalah hal yang wajar. Seorang akademisi boleh-boleh saja mencari “sintesa” dengan berbagai metode, interpretasi politik untuk menarik kesimpulan atas sebuah fakta politik yang terjadi di lapangan.
Bahkan memprediksi kemenangan dan strategi kampanye. Memang itulah tugas seorang akademisi atau seorang pengamat politik. Dan beberapa tulisan Aspiannor Masrie di salah satu harian lokal Makassar bagi saya, netral-netral saja. Malah bagi saya beliau telah berhasil menelanjangi rekam jejak ketiga kandidat Cagub sekarang. Agar calon-calon pemilih kelak kita tahu siapa yang lebih layak memimpin Sul-Sel ke depan.
Itulah sebuah pendidikan politik yang mestinya dimainkan oleh partai politik. Tapi malah diperankan oleh seorang akademisi. Kita semua tahu partai politik hingga hari ini gagal melakukan sistem kaderisasi dan pendidikan politik bagi konstituen maupun di luar konstituen mereka. Makanya, tugas Aspiannor Masrie menelanjangi rekam jejak semua kandidat (Sayang, IA, Garuda-Na) patut diapresiasi.
Sementara tulisan Direktur Advokasi Tim Garuda-Na atas nama P. Pice Jahali SH juga di salah satu harian lokal Makassar, yang berkehendak untuk meyakinkan simpatisannya atau konstituennya. Jika memang punya konstituen. Silahkan berbicara data survey untuk menguak beberapa keberhasilan Tim Garuda-Na dari kandidat Rudiyanto, yang saat ini juga masih menjabat sebagai Bupati Sinjai.
Apakah hanya dengan mengatakan bahwa Rudiyanto dalam kepemimpinannya telah berhasil melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Kemudian sudah dapat menjadi indikator untuk meyakinkan ceruk pemilih di Pilgub nanti, memiliki branding politik yang kuat di hati calon pemilih ? Saya kira hal itu tidak cukup. Mestinya para juru kampanye dan tim pemenangan Garuda-Na, berbicara terlebih dahulu data hasil survey yang dapat ditakar validitasnya, apakah meyakinkan?, benar, jujur dan tidak diskriminatif.
Persoalannya sekarang, sudahkah tim pemenangan Garuda-Na ini melakukan survey untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis di Kabupaten Sinjai ? Jangan-jangan itu hanya pengklaiman sepihak oleh para juru kampanye, termasuk kandidat Garuda-Na sendiri. Karena setahu Penulis sebagai warga atau penduduk Sinjai. Tidak ada yang “super wow” dengan kebijakan Rudiyanto Asapa selama ini. Tidak berlebihan rasanya kalau kita menengok kebijakannya. Semakin dia mengekspos di media, malah warga Sinjai akan bertanya balik, sejak kapan ada pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis, dan pupuk bersubsidi ? dalam konteks itu Garuda-Na benar-benar “terasing” di kampung halamannya sendiri.
Bahkan suatu waktu dan merupakan rahasia umum di Kabupaten Sinjai, bagaimana tertatih-tatihnya seorang pasien di Rumah Sakit Sinjai. Dari semua cerita teman-teman dan tetangga saya, konon katanya pernah ada pasien yang hendak melahirkan di Rumah Sakit Sinjai, malah harus ditunda kelahirannya karena gara-gara Dokter kandungan di tempat itu sedang berangkat ke Makassar. Bahkan dalam kasus yang lain amat menyedihkan nan memilukan, menyayat hati kita, sering terjadi berkali-kali penelantaran Pasien di RS itu. Jika pasiennya dari kalangan miskin. Apakah ini merupakan pelayanan kesehatan yang baik, ketika seorang telah berada dalam ancaman kematian ? Berhasilkah pelayanan kesehatan gratis jika kasus demikian yang terjadi ? Belum lagi, dengan betapa rumitnya mengurus Jamkesda, Askes di Kabupaten itu. Karena pengalaman dari seorang keluarga saya, juga tidak gampang dalam mengurus surat keterangan tersebut. Untuk mendapatkan diskon biaya RS.
Selain itu, kalau berbicara karyawan/tenaga kontrak di Sinjai dari kalangan perawat. Lagi-lagi juga seorang perawat tenaga kontrak adalah keluarga Penulis sendiri, malah hanya digaji Rp 300.000 dalam lima bulan. Sekali lagi saya harus bertanya, apakah Bupati di Sinjai ini telah berhasil menggalakan pelayanan kesehatan gratis ?
Bahkan saya pernah bertanya kepada tetangga saya, ketika salah satu keluarganya sekarat, kenapa tidak dibawah ke rumah sakit, malah dijawab datang ke Rumah Sakit Sinjai katanya mempercepat kematian saja. Jadi, seandainya ada survey untuk mengukur tingkat kepuasan pelayanan kesehatan di Sinjai, boleh jadi kebijakan Rudiyanto itu, banyak responden yang akan mengatakan gagal total. Termasuk saya sendiri mungkin.
Berbicara pupuk bersubsidi. Sejak kapan di Sinjai ada subsidi pupuk. Setahu saya karena keluarga saya juga adalah seorang Petani. Selama ini tetap membeli pupuk dengan harga yang mahal. Jangan-jangan semua pengakuan Direktur Advokasi tim Garuda-Na dalam harian opini Tribun Timur kemarin (23/10/2012) yang memuja Garuda-Na itu benar puppet–pupetan.
Nah, kalau kemudian mengatakan Garuda-Na adalah Motor di Sulsel. Adalah lebih baik mungkin motornya Garuda-Na dicoba untuk mengendarai kabupaten Sinjai terlebih dahulu karena jangan-jangan nanti motornya mogok sekalian.
Saudara P. Pice Jahali SH tanpa mengurangi rasa hormat saya. Saudara juga perlu tahu bahwa kandidat dari pasangan Garuda-Na itu. Pernah berapa kali melakukan lompatan ideology. Seorang yang dijagokan kemudian ingin mendukungnya maju sebagai kandidat “istimewa” tetapi ideology dan partai politiknya selama ini bagai politisi Bunglon. Entah berapa kali Rudiyanto berubah kulit. Pernah menjadi politisi Golkar, politisis PDI, dan sekarang lain lagi yakni politisi Gerindra.
Berkaca pada klasifikasi golongan pemilih dalam teori marketing politik (ala Firmanzah) seperti pemilih dalam kelompok pemilih rasional, atau pemilih kritis, maka siap-siap saja calon sekelas Garuda-Na tidak dilirik oleh calon pemilih kelak. Karena sebuah kesimpulan tertanam di mindseat pemilih. Calon demikian adalah calon abu-abu alias calon yang tidak jelas platform dan ideologinya.
Kemudian kita juga tidak perlu berbicara terlalu jauh persoalan pelanggaran kampanye. Ketika kandidat Garuda-Na memakai PNS dalam penyelenggaraan kampanye. Cukup kasus kemarin menjadi pelajaran bagi kita semua (terutama Warga Sinjai). Beberapa pejabat kantor baik PNS maupun tenaga kontrak “dipaksa” agar turut serta dalam deklarasi Cagub Garuda-Na di kota Makassar. Malah kemudian tersebar isu dimana-mana, bahwa yang ikut dalam deklarasi itu. Dijanjikan otomatis, nanti langsung diangkat sebagai PNS katanya. Inilah janji “kecap manis” yang senada dengan ucapan Aspiannor Masrie, entah hanya janji atau bualan saja.
Makanya kalau mau mengatakan bahwa seorang Joko Widodo saja dapat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, jelas bukan hal yang ironis jika Garuda-Na pun akan terjadi demikian. Kita harus mengingat bahwa dalam politik tidak ada kebetulan, karena kebetulan adalah sebuah kemewahan. Politik juga bukan simsalabiman.
Nasib Garuda-Na kebetulan mengikuti jejak Jokowi sangat nihil. Oleh karena Garuda-Na juga bukan media darling, bukan juga tokoh figure sekelas Jokowi. Terbukti dua kali kemenangan Rudiyanto “dibaiat” sebagai Bupati Sinjai. Selalu diusung oleh kendaraan partai, dan tidak ketinggalan dukungan oleh para pengusaha dan pedagang di Kabupaten Sinjai yang berperan dalam sumbangan kampanye setiap kali Pemilukada dihelat.
Sebagai pengamat, hal yang wajar juga jika saya mengatakan kalau selama ini saya menilai memang peluang kemenangan kandidat Garuda-Na., tidaklah terlalu meyakinkan. Tetapi minimal dengan diusungnya kandidat Garuda-Na hal itu dapat memperkenalkan lebih dekat tokoh Prabowo di hati calon-calon pemilih. Sebagai target menuju perang kandidat Presiden 2014 mendatang. Terutama kelompok-kelompok pemilih tradisional, cara ini merupakan cara yang efektif. Terlepas dari “amnesia” publik terhadap masa lalu Prabowo dalam kejahatan HAM penghilangan sejumlah aktivis prodemokrasi 1997, karena beberapa surveypun kadang menomor satukan Prabowo.
Jikalau kemenangan Jokowi dari tokoh figure, Prabowo numpang tenar dibalik popularitas figur kesederhanaan Jokowi. Setidaknya dengan keterlibatan Garuda-Na dalam Pilgub nanti. Prabowo sekedar memperkenalkan Garuda-Nya (baca: partainya) sekaligus membaiat secara pelan-pelan dirinya adalah kandidat Capres yang sudah siap sejak dini.
Akhirnya, saya juga menunggu janji agar kian seksi tim Garuda-Na untuk diperdebatkan kapabilitasnya. Sebagaimana penantian Aspiannor Masrie. Sebaiknya P. Pice Jahali SH (Direktur Advokasi Tim Garuda-Na) mencari dahulu data hasil survey yang akurat. Kalau memang ada data . Terkait dengan tingkat kepuasan warga Sinjai terhadap program pelayanan pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan pupuk bersubsidi.
Benarkah masyarakat Sinjai mengakui ketiga program itu berhasil ? Karena sayapun masih meragukan isu tersebut, untuk dijual sebagai modal branding politik bagi Garuda-Na. Mari kita tunggu !