Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstadigheden), Unsur-Unsur Kontrak, Dan Teori Terjadinya/ Tercapainya Kesepakatan (pertemuan kelima)

Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449, bahwa cacat kesepakatan atau cacat kehendak itu terjadi jika terjadi karena kekhilafan/ kesesatan, penipuan, dan paksaan. Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (BW) tidak mengatur mengenai “Penyalahgunaan Kehendak” atau yang sering disebut dengan Misbruik Van Omstadigheden. Penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu syarat cacat kehendak berkembang, oleh karena perkembangan beberapa peristiwa hokum dalam hukum perjanjian.

Penyalahgunaan kedaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, kedaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia harus mencegahnya.[1]

Secara garis besar penyalahgunaan kedaan dibagi dalam dua kelompok yaitu:

  1. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan ekonomi (economische overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain;
  2. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis    (geestelijke overwicht) dari satu pihak terhadap pihak lain.
  3. Disamping itu, Lebens De Mug, masih menambahkan kelompok penyalahgunaan ketiga yaitu kedaan darurat (noodtoestand), namun pendapat ini biasanya dimasukkkan dalam kelompok penyalahgunaan karena adanya keunggulan ekonomi.

Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah penyalahagunaan karena keunggulan ekonomi, dan banyak menghasilkan putusan hakim. Prasyarat sehingga penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi harus  memenuhi beberapa unsur diantaranya:

  1. Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang ekonomi dari pada pihak lainnya.
  2. Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.

Sementara penyalahgunaan karena  keunggulan psikologis, syaratnya antara lain:

  1. Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang  disalahgunakan  oleh pihak yang mempunyai keunggulan psikologis.
  2. Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.

Contoh penyalahgunaan keadaan: jika seseorang menjual potret lukisan moyang laki-lakinya (sebuah foto keluarga yang baginya merupakan harta berharga) untuk membayar hutangnya, perjanjian tetap bisa batal dengan alasan penyalahgunaan keadaan. [2]

Contoh yang lain misalnya: dokter yang mesti atau minta dibayar tinggi/ mahal oleh Pasien oleh karena Pasien dalam keadaan berbahaya bagi kelanjutan hidupnya jika tidak sesegara mungkin dioperasi.

Unsur-Unsur Kontrak

Dalam suatu kontrak dikenal tiga unsur yaitu unsur esensialia, unsur naturalia, unsur aksidentalia.

  1. Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya unsur ini maka kontrak tidak mungkin akan lahir. Unsur yang dimaksud di sini adalah unsur kesepakatan.
  2. Unsur naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur  oleh para pihak dalam kontrak, maka undang-undang yang mengaturnya. Misalnya jika cacat tersembunyi tidak diperjanjikan, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.
  3. Unsur aksidentalia adalah unsur yang nanti ada dalam perjanjian dan mengikat para pihak yang memperjanjikannya. Misalnya dalam kontrak jual beli dengan angsuran  diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat diatarik kembali oleh kreditur tanpa melalui pengadilan.

Kapan suatu kesepakatan itu terjadi dalam suatu perjanjian ? Dalam hukum perikatan atau hukum kontrak dikenal dua teori yang umum yakni:

  1. Teori pengiriman, bahwa lahirnya kesepakatan adalah pada saat pengiriman jawaban yang isinya berupa penerimaan atas penawaran yang diterimanya dari pihak lain. Sebagai contoh apabila si A yang bertempat tinggal di Surabaya nmengirimkan penawaran kepada si B yang berada di Jakarta yaitu berupa penwaran sebuah guci antik harganya Rp 125.000.000, apabila si B menyetujui penawaran tersebut, si B pun menulis surat kepada si A bahwa dia menyetujui penawaran tersebut.
  2. Teori penerimaan. Teori ini menyatakan bahwa kesepakatan itu terjadi manakala jawaban atas penawaran yang berisi tentang penerimaan penawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang menawarkan. Sebagai contoh apabila si C yang bertempat tinggal di Makassar mengirim penawaran kepada si D yang berada di Medan yaitu berupa penawaran benang sutra seberat satu ton dengan harga RP 1.000.000. apabila si D menyetujui penawaran tersebut kemudian mengirim surat persetujuannya atau penerimaan atas penawaran tersebut kepada C, kesepakatan tersebut belum terjadi sebelum diterimanya surat tersebut oleh si C di Makassar.

Selain kedua teori awal terjadnya kesepakatan diatas, masih dikenal beberapa teori laian seperti teori kotak pos, teori ucapan/ pernyataan, teori pengetahuan dan teori dugaan.


[1] Sebagian materi ini bersumber dari buku Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali Pers, Jakarta.

[2] http://www.scribd.com/dina%20juliani/d/22607477-Penyalahgunaan-Keadaan-Misbruik-Van-Omstandigheden

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...