Antropologi Hukum

Pendekatan yang digunakan Antropologi Hukum dalam mengkaji hukum adalah menggunakan pendekatan Holistik (menyeluruh) terhadap seluruh aspek kehidupan manusia antara lain  hukum, ekonomi,  politik, termasuk budaya.

Definisi yang dapat diterima Antropologi Hukum adalah rumusan dari Hoebel yakni suatu norma sosial adalah hukum. Bila terjadi pelanggaran atau tindakan tidak mengindahkan norma sosial maka yang melanggar akan diberikan sanksi, baik dalam bentuk sanksi tindakan fisik, diberikan sanksi sosial dan sanksi yang lainnya oleh yang mempunyai wewenang bertindak.

Berbeda halnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Leopold Pospisil mengemukakan bahwa “tidak segala sesuatunya hanya diukur menurut ukuran yang berlaku dalam budaya sendiri olah karena antropologi hukum itu juga memuat beberapa pengertian diantaranya:

  1. Antropologi hukum itu tidak membatasi pandangannya pada kebudayaan tertentu. Masyarakat manusia dipelajarii dengan cara perbandingan. Bagaimana sederhananya tahap perkembangan masyarakat, sepatutnya dipelajari di samping masyarakat yang budayanya sudah maju, yang tidak dibedakan secara kualitatif.
  2. Antropologi hukum berbeda dari cabang ilmu sosial yang lain karena ilmu ini mempelajari masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dimana bagian-bagiannya saling bertautan. Jadi tidak dipotong menurut segi-segi tertentu misalnya segi ekonomi, segi politik dan segi hukum sebaga segi tersendiri.
  3. Antropologi hukum yang modern tidak lagi memusatkan perhatiannya pada kekuatan-kekuatan sosial dan hal-hal yang superorganis, lalu memperkecil peranan iindividu. Kesemuanya mendapatkan perhatian yang sama.
  4. Antropologi hukum tdak memandang masyarakat yang dalam keseimbangan yang mengalami gangguan jika ada penyimpangan, tetapi masyarakat dipandang secara dinamis, sehingga peranan sosial dan hukum tidak terbatas mempertahankan status quo. Sebagaimana Stone mengemukakan antropologi hukum bukanlah penganut ketidakmampuan legislatif.
  5. Antropologi hukum termasuk ilmu tentang hukum yang bersifat empirik, konsekuensinya ialah bahwa teori yang dikemukakan harus didukung oleh fakta yang relevan atau setidak-tidaknya terwakili secara representatif dari fakta yang relevan

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.