Era Baru Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Sumber Gambar: republika.co.id

Optimisme dimulainya era baru penanganan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) kini telah ada seiring diundangkannya UU TPKS (UU Nomor 12/2022) pada 9 Mei 2022. Sejumlah norma hukum baru merepresentasikan optimisme itu, antara lain tentang hukum acara dan restitusi-pemulihan korban. Diperlukan langkah nyata bertahap untuk benar-benar menghadirkan era baru tersebut.

Hukum acara pro-korban

Hukum acara pro-korban antara lain dimungkinkannya pemeriksaan saksi dan/atau korban melalui perekaman elektronik, pengakuan barang bukti sebagai alat bukti, dan pembatasan gerak pelaku. Keterangan saksi dan/atau korban yang direkam secara elektronik dapat dipergunakan sebagai pengganti alat bukti keterangan saksi/korban di depan persidangan. Ini merupakan lex-specialis dari KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang mengatur bahwa saksi/saksi korban perlu hadir secara fisik di depan hakim.

Pemanfaatan rekaman elektronik keterangan saksi/korban untuk kepentingan peradilan memberikan solusi atas kesulitan korban hadir di persidangan karena alasan kesehatan, keamanan, keselamatan, atau lainnya. Hal itu menguntungkan korban karena dapat menghindarkan korban dari teringat kembali akan peristiwa buruk yang menimpanya akibat pertanyaan berulang dalam proses peradilan. Biasanya pertanyaan kunci penyidik, penuntut umum, dan hakim kepada korban adalah sama atau mirip. Teringat kembali tentang peristiwa buruk yang menimpanya dapat mempersulit/memperlama pemulihan korban.

Bagi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, pemanfaatan rekaman elektronik berisi keterangan dirinya sungguh menggembirakan. Hal itu dapat menjadi solusi atas persoalan kesulitan menghadirkan saksi dan/atau korban di peradilan akibat faktor geografi. Berdasarkan pengalaman LPSK, banyak sekali korban TPPO yang domisilinya sangat jauh dari tempat penyidikan atau persidangan dilaksanakan. Misalnya, domisilinya di Jawa Barat, proses hukumnya di Nusa Tenggara Timur.

Solusi tersebut sungguh sejalan dengan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan yang diamanatkan Pasal 2 Ayat (4) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Prinsip ini diwujudkan oleh Mahkamah Agung antara lain melalui penggunaan teknologi informasi komunikasi dalam persidangan. UU TPKS memungkinkan pemeriksaan saksi dan/atau korban secara langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dari tempat domisilinya.

Barang bukti sebagai alat bukti

KUHAP membedakan barang bukti dengan alat bukti, sedangkan UU TPKS memungkinkan penggunaan barang bukti sebagai alat bukti. Hal ini dapat membantu pengungkapan TPKS yang pelik, misalnya yang minim alat buktinya, yaitu buktinya hanya keterangan korban seorang diri. Contoh, pelakunya orangtua kandung/tiri dan tempat kejadiannya di rumah tempat tinggal korban serta tidak ada saksi lain.

Fenomena ini sejatinya banyak terjadi. Berdasarkan data LPSK, mayoritas pelaku TPKS adalah orang dekat korban, yaitu berasal dari lingkungan sekitar, keluarga dan teman. Tempat kejadiannya sebagian besar di rumah tempat tinggalnya (lebih kurang 146 perkara dari 209 perkara).

Barang bukti sebagai alat bukti TPKS meliputi barang bukti yang digunakan untuk melakukan TPKS atau sebagai hasil TPKS dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan TPKS tersebut (vide Pasal 24 Ayat 1). Di sini dapat termasuk pakaian yang dikenakan korban dan/atau hasil test DNA terhadap bayi apabila TPKS tersebut mengakibatkan kehamilan.

Mengualifikasikan barang bukti sebagai alat bukti TPKS dapat memudahkan pengungkapan TPKS guna menjerakan pelaku dan memulihkan korbannya. UU TPKS membuka peluang pengungkapan TPKS walaupun saksinya hanya satu, yaitu korban yang bersangkutan, asalkan didukung oleh satu alat bukti sah lainnya (dapat berupa barang bukti sebagai alat bukti) dan menimbulkan keyakinan hakim bahwa benar terjadi TPKS dan terdakwa bersalah melakukannya.

Pembatasan gerak pelaku

Pembatasan gerak pelaku merupakan hal baru. Hakim dapat mengeluarkan penetapan pembatasan gerak pelaku apabila tersangka atau terdakwa tidak ditahan dan terdapat kekuatiran tersangka atau terdakwa melakukan TPKS lagi, intimidasi, ancaman, dan/atau kekerasan kepada korban. Penetapan tersebut dapat dikeluarkan atas permintaan korban, keluarga, penyidik, penuntut umum, atau pendamping.

Pembatasan gerak pelaku dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang sebanyak satu kali untuk paling lama enam bulan. LPSK telah mempunyai beberapa pengalaman menangani korban TPKS yang tersangka pelakunya tidak ditahan dan melakukan intimidasi dan ancaman terhadap korbannya. Untuk merespons hal itu, biasanya LPSK menempatkan korban dalam Rumah Aman. Pembatasan gerak pelaku yang diperbolehkan berdasarkan UU TPKS senafas dengan penempatan korban dalam Rumah Aman LPSK, yaitu bertujuan melindungi korban dari intimidasi dan ancaman pelaku sehingga korban dapat bersaksi secara bebas demi pengungkapan perkaranya.

Restitusi-pemulihan korban

Setidaknya terdapat dua hal baru dalam UU TPKS. Pertama, penyitaan harta kekayaan pelaku TPKS untuk membayar restitusi. Kedua, negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi. Penyitaan harta kekayaan pelaku untuk membayar restitusi sebenarnya telah ada dalam UU No 21/2007 tentang TPPO, namun sangat jarang (belum pernah) diterapkan karena kurang jelasnya norma hukum tentang kapan idealnya penyitaan dilakukan (tahap penyidikan atau eksekusi putusan). UU TPKS memberi ketegasan bahwa penyitaan harta kekayaan pelaku TPKS sebagai jaminan restitusi dapat dilakukan sejak tahap penyidikan dengan izin pengadilan (vide Pasal 31 Ayat 3).

Negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi adalah terobosan yang jitu. Ini dapat menjawab persoalan rendahnya pembayaran restitusi dari pelaku kepada korban. Berdasarkan pengalaman LPSK, rendahnya pembayaran restitusi tersebut salah satunya karena pelaku tidak mampu membayar. Persoalan itu akan terselesaikan dengan pembayaran kompensasi dari negara namun untuk saat ini belum dapat diimplemantasikan karena diperlukan pengaturan lebih lanjut (vide Pasal 35 Ayat 4). Sebaiknya kompensasi tersebut tidak berasal dari anggaran negara.

Restitusi merupakan unsur penting pemulihan korban karena ganti kerugian yang diperolehnya dapat digunakan untuk pembiayaan pemulihan korban. Merujuk UU TPKS restitusi meliputi ganti kerugian atas kehilangan kekayaan/penghasilan, ganti kerugian akibat penderitaan langsung TPKS, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis, dan/atau ganti kerugian lain.

Prasyarat

Lawrence Meir Friedman, profesor hukum Amerika, mengajarkan bahwa sistem hukum terdiri atas substansi, struktur, dan budaya hukum. Agar hukum dapat diimplementasikan, ketiga subsistem tersebut perlu ada dan berfungsi. UU TPKS sebagai sistem hukum baru mengandung ketiga subsistem tersebut, bahkan menambahkan subsistem lain, yaitu teknologi. Agar UU TPKS dapat diimplementasikan, semua subsistemnya perlu ada dan berfungsi.

Subsistem substansi hukum UU TPKS meliputi peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan tentang Dana Bantuan Korban. Subsistem struktur hukum UU TPKS meliputi, antara lain, lembaga peradilan dan lembaga yang diberi mandat menerima pelaporan peristiwa TPKS (vide Pasal 39), sumber daya manusia, dan budgetnya (vide Bab IX).

Subsistem budaya hukum meliputi partisipasi masyarakat dan keluarga dalam pencegahan, pendampingan, pemulihan, dan pemantauan TPKS. Subsistem teknologi meliputi, antara lain, teknologi informasi komunikasi yang memungkinkan perekaman keterangan saksi korban dan/atau pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audio visual. Di tahun pertama diberlakunya UU TPKS, subsistem struktur hukum sebaiknya dijadikan prioritas.

Melakukan langkah nyata menghadirkan dan memfungsikan sub-subsistem UU TPKS akan semakin mempercepat kehadiran era baru tersebut. Jika tidak, kehadirannya akan tertunda.

Oleh:

Antonius PS Wibowo

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

KOMPAS 20 Mei 2022

Sumber :https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/05/18/era-baru-penanganan-tindak-pidana-kekerasan-seksual

You may also like...