Advokat sebagai Aparat Penegak Hukum

Sonny Kusuma,SH.MH.CP,Sp.
Pendiri Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI)
Sekertaris Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta.

Beberapa hari ini para Advokat dikejutkan dengan adanya surat dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Privinsi DKI Jakarta tertanggal 8 Juni 2020  Perihal: Pengecualian Kepemilikan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) berdasarkan surat Sekertaris Daerah Nomor 490/079.

Dalam poin 2 dinyatakan Pengecualian kepemilikan SIKM sebagaimana dimaksud di atas juga mencakup Advokat yang juga merupaka “MITRA“ penegak hukum dari Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Surat tersebut merupakan surat koreksi atas surat yang dibuat oleh Sekertaris Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta tertanggal 1 Juni 2020. PeriHal: “Pengecualian Kepemilikan SIKM,” dimana Advokat tidak dimasukan dalam Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim, sehingga secara otomatis seorang Advokat yang bertugas keluar masuk kota Jakarta akan dimintakan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).

Reaksi Para Advokat dan Organisasi Advokat

Surat yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta merupakan tanggapan yang positif dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, atas banyaknya pernyataan keberatan melalui  surat resmi kantor Advokat/Organisasi Advokat  maupun pendapat para Advokat di Media sosial, karena  Advokat bukan  sebagai Aparat Penegak.

Setelah adanya surat koreksi tersebut, itupun jadi masalah karena Advokat dinggap sebagai MITRA penegak hukum, sehingga hal ini menjadi topik pembicaraan dan diskusi-diskusi kecil di masyarakat, apalagi surat tersebut mengoreksi surat yang dibuat atasan. Sungguh ironis dalam pelaksaan aturan hukum yang tumpang-tindih antara Kedinasan satu lainnya. Seharusnya surat tersebut dikoreksi oleh yang mengeluarkan surat atau minimal pihak atasan.

Advokat sebagai  Penegakan Hukum

Penegakan Hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun me­lalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian seng­keta lainnya (alternative desputes or conflicts resolu­tion).

Bah­kan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiat­an pe­ne­gakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang di­mak­sudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah norma­tif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam se­gala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-be­nar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mesti­nya.

Dalam arti sempit, penegakan hukum itu me­nyang­kut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau pe­nyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khu­susnya yang lebih sempit lagi melalui proses per­adil­an pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, ke­jak­saan, advokat/pengacara, dan badan-badan per­adilan.

Secara sederhana, penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata. Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum dapat diimplementasikan dengan baik. Penegakan hukum pada prinsipnya harus memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat.

Selain itu, masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosofis), belum tentu berguna bagi masyarakat.

Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung tinggi prinsip serta tujuan hukum. Dari unsur penegak hukum ia harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil.

Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum, sedangkan syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum, benar-benar kehendak dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang dimenangkan adalah pihak materiil, yaitu klien sebagai pihak yang berkepentingan.

Dalam Pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya.

Apakah statusnya sebagai penegak hukum sama dengan penegak hukum lainnya, ataukah beda. Ketentuan Pasal 5 UU Advokat tersebut memang telah merinci kedudukan dan wewenang advokat sebagai penegak hukum. Akan tetapi, timbul masalah apakah advokat/pengacara hanya wajib membela kepentingan klien saja sehingga walaupun dia tahu bahwa kliennya salah, ia akan melakukan apa saja yang dibolehkan agar putusan hakim tidak akan merugikan klien, ataukah tugas advokat sama dengan tugas hakim atau penegak hukum lainnya yaitu untuk menegakkan hukum demi kepentingan umum dengan menyandang predikat penegak hukum. Sehingga konsekuensinya, advokat tidak boleh membela kepentingan klien secara membabi buta karena juga harus ikut menegakkan hukum

Penutup

Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat.

Peran tersebut dijalankan atau tidak, bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum.

Oleh:

Sonny Kusuma, S.H. M.H. CP, Sp.

Pendiri Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) & Sekretaris Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta.

You may also like...