Kekuatan Pembuktian Alat bukti petunjuk & keterangan Terdakwa

Alat Bukti Petunjuk

Kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk berupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Kekuatan pembuktian petunjuk oleh hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian.

Demikian juga alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Tetap terikat pada prinsip batas minimal pembuktian. Petunjuk nanti dapat dikatakan mempunyai nilai kekuatan pembuktian cukup harus didukung dengan sekurang-kurangnya dengan satu alat bukti yang lain.

Keterangan Terdakwa

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan pada alat bukti keterangan terdakwa. Hakim bebas menilai kebenaran yang terkandung di dalamnya. Hakim dapat menyingkirkan atau menerima  sebagai alat bukti dengan mengemukakan alasannya.

Keterangan terdakwa juga harus disesuaiakan dengan batas minimal pembuktian, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 189 ayat 4 “keterangan terdakwa saja tidak cukup membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus dibuktikan dengan alat bukti yang lain.”

Sekalipun keterangan terdakwa telah memenuhi syarat batas minimum pembuktian, tetap masih harus dibarengi dengan keyakinan hakim, bahwa memang benar adanya terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Dengan uraian pembuktian alat bukti di atas jelas nampak perbedaannya dengan kekuatan pembuktian dalam hukum acara perdata sebagimana ditegaskan dalam Pasal 1866 KUH perdata/ Pasal 164 HIR (tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah). Dalam proses hukum acara pidana tidak ada alat bukti yang dapat dikategorikan sebagai murni kekuatan pembuktiannya sempurna (volledig), mengikat (bindend) dan menentukan (dwingende, bellisend). Beda halnya dengan alat bukti tulisan dalam hukum acara perdata akta otentik dan pengakuan sering kali dikategorikan sebagai alat bukti yang sempurna, mengikat dan menentukan, sepanjang tidak aa bukti lawan (tegen bewijs)

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...