Abraham Samad antara Janji dan Realita (Setahun KPK Jilid III)
Setahun sudah umur KPK jilid III. Di bawah kepemimpinan Abraham Samad, lembaga anti rasuah diharapkan tetap komitmen memberantas korupsi. Kolektif_kolegial antar pimpinan harus terjaga, guna membersihkan Indonesia dari penggarong uang negara.
KPK jilid III tidak bisa dipungkiri menjadikan Abraham Samad ikon lembaga superbody. Sosok pemuda asal Sulsel ini, dipundaknya harapan besar rakyat dititipkan. Memberantas praktik korupsi yang semakin merajalela, merusak mental anak bangsa. Tumbuh subur bukan hanya di pusat, tetapi telah sampai ke pelosok desa. Desentralisasi untuk pemerataan kesejahteraan rakyat sebagai agenda reformasi, bermetamorfosis menjadi desentralisasi korupsi.
Kini setahun perjalanan, rakyat tentunya memiliki catatan tersendiri tentang kinerja KPK. Dalam kesempatan ini, penulis kembali mengingatkan janji Abraham Samad. Di depan tim seleksi pimpinan KPK, Abraham Samad menegaskan bahwa ketika saya terpilih menjadi pimpinan KPK, maka saya siap mundur bila dalam jangka setahun KPK tidak memperlihat kinerjanya yang bagus. Saya akan memprioritaskan pemberantasan korupsi untuk kasus-kasus yang besar dan melakukan pemberatasan korupsi tanpa pandang bulu meskipun keluarga.
Janji Abraham Samad memang sering mewarnai sepak terjang KPK jilid III. Di setiap kesempatan tidak jarang ada komponen masyarakat meminta Ketua KPK pulang kampung karena dianggap gagal. Pertanyaan kemudian, apakah setahun Abraham Samad menahkodai KPK tidak menepati janjinya hingga dikatakan gagal? Tentunya untuk menjawabnya haruslah dengan melihat kenyataan di lapangan.
Realita
Gencar KPK mengusut kasus-kasus korupsi di tanah air. Berbanding lurus dengan upaya-upaya pelemahannya. Penulis mencatat setahun perjalanan KPK jilid III, berbagai macam cobaan menerpah bertubi-tubi. Pertama, wacana merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Poin penting dalam upaya pelemahan lewat jalur revisi dengan mengamputasi kewenangan KPK. Atas dalih KPK telah gagal melakukan pemberantasan korupsi, sehingga lewat revisi KPK diharapkan lebih fokus ke fungsi pencegahan (preventif) saja.
Kedua, tuduhan sejumlah penyidik KPK yang menegaskan Abraham Samad sangat arogan. Terlihat pada saat penetapan status tersangka Agelina Sondakh (kasus wisma atlet) dan Miranda S. Goeltom dalam kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Ketiga, “menyandera” anggaran gedung KPK. Tindakan ini sudah lama berlangsung. Nanti setelah adanya desakan dari seluruh elemen masyarakat berupa gerakan saweran gedung KPK, baru akhirnya DPR menghilangkan tanda “bintang” yang tersemat.
Keempat, insiden 5 Oktober. Bertepatan dengan pemeriksaan Irjen Djoko Susilo, tiba-tiba sejumlah anggota Polri akan menangkap penyidik Novel Baswedan. Bukan itu saja disinyalir Gedung KPK malam itu juga akan disabotase. Rentetan kejadian ini bermula dari tindakan penggeledahan KPK di gedung Korlantas Polri. Kelima, penarikan sejumlah penyidik Polri di KPK berujung kepada darurat penyidik lembaga superbody.
Meski pun upaya melemahkan atau menggembosi KPK datang silih berganti, Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya tetap memperlihatkan kinerja yang baik. Hal ini terlihat dari penindakan kasus-kasus korupsi besar. Kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior telah menyidangkan Neneng Nurbaeti dan Miranda S. Goeltom. Kasus korupsi Wisma Atlet telah menyeret M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Di mana kita ketahui kasus korupsi Wisma Atlet melibatkan sejumlah nama petinggi partai penguasa.
Kasus korupsi suap anggota Badan Anggaran (mafia banggar), telah menetapkan Wa Ode Nurhayati (fraksi PAN DPR RI) sebagai tersangka Pengalokasian Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Penetapan tersangka politisi partai Golkar Zulkarnain Djabar dalam proyek pengadaan Al Quran. KPK Jilid III juga menguak kasus korupsi di Korps Bhayangkara. Kasus korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Polri menetapkan salah satunya Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka.
Selain itu, KPK telah berhasil menetapkan Deputi Bidang Pengelolaan Moneter Devisa Budi Mulya dan Deputi Bidang Pengawasan Siti Chalimah Fadjrijah sebagai tersangka kasus megakorupsi Bank Century. Pimpinan KPK berhasil meningkatkan status Century ke penyidikan. Skandal Century merupakan Pekerjaan Rumah (PR) KPK jilid III yang sudah tiga tahun ditangani. Kasus korupsi diduga merugikan negara 6,7 Triliun, kasus ini juga sangatlah menyita perhatian karena mengaitkan sejumlah nama elit negeri, seperti Wakil Presiden Boediono dan Sri Mulyani.
Terakhir pimpinan KPK telah mulai menetapkan anak tangga kasus Hambalang. Setelah menjadikan tersangka pertama Dedi Kusnidar Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora. Jumat 6 Desember Ketua KPK Abraham Samad secara resmi kemudian menetapkan Menpora Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka (anak tangga baru) kasus Hambalang. Penetapan tersangka Menteri aktif ini, merupakan sejarah baru bagi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Ke depan
Pencapaian pimpinan KPK jilid III dalam setahun ini patut kita apresiasi. KPK ke depan diharapkan dapat lebih baik lagi dalam melakukan pemberantasan korupsi. Tentunya untuk sampai ke tujuan tersebut, lembaga anti rasuah haruslah memiliki langkah-langkah prioritas. Pertama, menjadikan kasus-kasus korupsi besar (megakorupsi) sebagai skala prioritas penindakan. Kasus korupsi sedang/kecil diserahkan ke penegak hukum lain (supervisi). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari penunpukan kasus-kasus korupsi di KPK.
Kedua, perekrutan penyidik independen. Perekrutan ini sangat penting dilakukan karena kondisi darurat penyidik KPK berimplikasi terhadap “kecepatan” kinerja pengungkapan kasus korupsi. Makin hari jumlah penyidik KPK dari unsur kepolisian semakin berkurang (52 orang). Sehingga adanya penyidik independen/PPNS ke depan KPK lebih fokus ke penindakan, bukan lagi disibukkan persoalan penarikan penyidik ke istansi asalnya.
Ketiga, menjerat tersangka dengan pasal money laundry. Penerapan pasal-pasal UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam perkara korupsi, sangat dimungkinkan. Selain memberikan “efek jera” terhadap pelaku karena pidananya akan semakin berat. UU Nomor 8 Tahun 2010 juga bisa menjerat partai politik (korporasi).
Semoga memperingati setahun KPK jilid III (16 Desember 2012). Dalam kondisi KPK darurat penyidik, pimpinan KPK tetap “bernyali” memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Seluruh rakyat selalu mendukungmu, menjadikan Indonesia neraka bagi koruptor.
***Salam Antikorupsi
Tulisan Ini Juga Di Muat Diharian Tribun Makassar 27 Desember 2012
Link: http://makassar.tribunnews.com/2012/12/27/abraham-samad-antara-janji-dan-realita