Anak dan Kampanye Monologis

Anak hendaknya dibesarkan dalam suasana penuh kasih, aman, serta sedapat mungkin di bawah asuhan dan tanggung jawab orang tua anak itu sendiri. Anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia yang menjadi potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Anak memiliki peran yang sangat strategis dalam pembinaan dan perlindungan bangsa. Anak memiliki ciri khas yang harus dikembangkan, dibimbing, baik secara individu melalui keluarga, maupun instansi sosial (swasta maupun pemerintah).

Anak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu anak mempunyai potensi untuk berperan secara aktif, menjaga pelestarian kehidupan bangsa berdasarkan atas nilai-nilai luhur. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan baik untuk itu perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Anak tidak akan dapat berkembang dengan baik jika tidak ada stimulasi dari lingkungannya, demikian juga anak dapat menjadi baik apabila lingkungan selalu menyajikan pada anak hal yang terbaik pula. Dapatlah dibayangkan  bagaimana jadinya kelak bila anak selaku tunas bangsa yang diharapkan dapat menjadi penerus cita-cita bangsa dalam melanjutkan cita-cita pembangunan tidak dapat berkembang sewajarnya.

Begitu pentingnya anak sebagai generasi penerus bangsa, sehingga dianggap perlu untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Oleh karena itu pemerintah kemudian mengimplementasikan Convention on the Rights of the Child/CRC (Konvensi Hak Anak ) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam bentuk Undang-Undang Perlindungan Anak yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini didasari oleh empat prinsip utama CRC antara lain: Pertama, Non Diskriminasi adalah tidak membeda-bedakan anak berdasarkan asal-usul, suku, agama, ras, dan sosial ekonomi. Kedua, Kepentingan yang terbaik bagi anak yaitu bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Ketiga, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan yaitu hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Keempat,  Penghargaan terhadap pendapat anak yaitu merupakan penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Eksploitasi anak dalam kampanye

Berbicara mengenai kampanye tentunya yang terlintas di dalam pikiran kita adalah penyampaian visi misi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diselenggarakan ditempat yang terbuka atau biasa dikenal dengan istilah kampanye monologis. Kampanye monologis tentunya diharapkan dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat guna penyampaian program-program yang akan direalisasikan bila mereka terpilih. Akan tetapi, yang tidak disadari oleh penyelenggara kampanye adalah pelibatan anak-anak dalam kegiatan tersebut.

Pelibatan anak-anak dalam kampanye monologis maupun kampanye dialogis biasanya merupakan suatu bentuk eksploitasi terhadap anak. Padahal seharusnya para calon kepala daerah tahu betul akan dampak yang terjadi dengan melibatkan anak dalam setiap kampanye. Dampak negatif dari pelibatan anak dalam kampanye adalah Pertama, terjadinya gangguan psikologis terhadapa anak. Kedua, kondisi kampanye monologis yang begitu ramai menyebabkan keselamatan anak tidak terjamin. Ketiga,  Anak seharusnya bermain dengan teman seumurnya dan tidak melibatkan dalam kegiatan yang belum bisa dia masuki (politis).

Eksploitasi anak dalam kampanye biasanya dilakukan oleh para calon kepala daerah atau tim suksesnya untuk memeriahkan kampanyenya, dan tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk pembiaran (delicta omissionis). Delicta omissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan di dalam undang-undang. Dimana didalam UU perlindungan anak telah mengatur tentang Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dalam hal penyalahgunaan dalam kegiatan politik (Pasal 15 huruf (a) UU No. 23/2002).

Kritik terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004

Kampanye Pemilukada Provinsi Gorontalo telah dimulai pada tanggal 29 Oktober 2011- 12 November 2011. Aturan main tentang tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan mengenai larangan pada tahapan kampanyenya diatur dalam Pasal 78-79.

Mulai dari tanggal 29 oktober 2011 sampai sekarang yang perlu kita cermati dalam pelaksanaan kampanye monologis adalah banyaknya anak-anak yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Pelibatan anak-anak tersebut dapat kita lihat pada kampanye  perdana yang dilakukan oleh salah satu calon wakil kepala daerah di lapangan ormas Marisa Kabupaten Pohuwato (Gorontalo Post, hal. 26 senin 31 Oktober 2011).

Tindakan tersebut tentunya bagi segelintir orang adalah sah-sah saja. Hal ini dikarenakan dari segi aturan (UU No.32 tahun 2004) tidak memasukkan anak sebagai salah satu larangan pelibatan dalam kampanye. Dalam Pasal 79 ayat (1) menyatakan bahwa kampanye dilarang melibatkan Hakim pada semua peradilan, Pejabat BUMN/BUMD, Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan Kepala Desa dan ayat (4) menyatakan bahwa pasangan calon dilarang melibatkan Pengawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Bila melihat ketentuan tersebut maka para pembuat undang-undang belum mengakomodasi konvensi hak asasi anak/CRC dalam aturannya. Inilah yang menjadi celah yang kemudian dimanfaatkan oleh tim sukses atau calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melibatkan anak-anak dalam kampanyenya. Akan tetapi sebagai keluarga/orang tua, masyarakat terlebih pemerintah tentunya juga memiliki kewajiban dalam hal memberikan perlindungan terhadap hak asasi anak.

 

 

 

 

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...