Aspek Moral dalam Penegakan Hukum


Hubungan moral dengan penegakan hukum menentukan suatu keperhasilan atau ketidakberhasilan dalam penegakan hukum, sebagaimana diharapkan oleh tujuan hukum. Stephen Palmquis yang mengambil pandangan dari Immanuel Kant, bahwa tindakan moral ialah kebebasan. Kebebasan sebagai satu-satunya fakta pemberian akal praktis pada sudut pandang aktualnya menerobos tapal batas ruang dan waktu (kemampuan indrawi) dan menggantikannya dengan kebebasan. Kebebasan tidak berarti dalam arti sebenak kita dapat mengetahui kebenaran, yang kemudian tercermin pada pembatasan diri untuk menjalankan suatu kebajikan. Semua kaidah harus sesuai dengan hukum moral yang menciptakan suatu tuntutan yang tak bersyarat. Kewajiban adalah perintah yang mengandung kebenaran. Menurut Kant, kewajiban adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan hukum moral, dalam rangka ketaatan terhadap hati nurani manusia daripada hanya mengikuti nafsu.

Rumusan Immanuel Kant terhadap tindakan moral (imperative kategoris) ada tiga kriteria yang mensyaratkan yaitu:

  1. Suatu tindakan adalah moral hanya jika kaidahnya bisa di semestakan (kaidah sebagai hukum universal)
  2. Menghargai pribadi orang, yang bertindak sedemikian rupa, sehingga memperlakukan manusia sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai alat belaka.
  3. Kaidah itu harus otonom. Kaidah moral harus selaras dengan penentuan kehendak hukum yang universal (Soerjono Soekanto, 1993:22)

Filsafat moral menurut Immanuel Kant yakni suatu tindakan bisa secara moral baik atau buruk hanya jika dilakukan secara bebas dan berasal dari penghargaan terhadap hukum moral, bukan dari keinginan untuk memenuhi hasrat kebahagiaan. Supaya moralitas benar-benar rasional maka tindakan moral harus mampu memenuhi tujuannya untuk menuju kebaikan tertinggi (summum bonum). Kaum Stoik menyatakan dengan keluhuran budi (virtue), kehidupan yang berbudi luhur perlu dicari tanpa memperdulikan kebahagiaan.

Pada dasarnya Kant memberikan argumen bahwa setiap orang yang bertindak secara moral dan beriman kepada rasionalitas dan harus beriman kepada Tuhan, kalau tidak pasti menolak salah satu proposi berikut ini:

  1. Tindakan moral adalah baik
  2. Moralitas adalah rasional
  3. Kebaikan tertinggi (summum bonum) adalah menggabungkan keluhuran budi dengan kebahagiaan proporsional.

Filsafat moral Kant memberikan beberapa kontribusi penting untuk menarik garis tapal batas yang tegas antara tindakan moral dan non moral. Suatu tindakan bersifat moral hanya jika dilakukan secara bebas tanpa bergantung pada kebahagiaan dan sesuai dengan hukum moral (didasarkan pada kaidah yang bisa disemestakan). Hal ini semaunya merupakan syarat yang perlu dan pasti bagi siapa saja yang hendak bertindak secara moral, sehingga kondisi-kondisi itu menentukan perangkat sebagai pedoman mutlak bagi motivasi batiniah sesuai dengan ruang, waktu dankategori-kategori yang menentukan perangkat pedoman mutlak untuk memahami dunia luar.

Aspek moral dan etika dalam penegakan hukum pidana merupakan suatu hal yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana. Menurut  Muladi, (2001:1-4),  “Kondisi distorsi dan penyimpangan dalam penegakan hukum pidana dalam praktik sehari-hari sering terjadi proses penanganan perkara pidana yang tidak sesuai dengan idealism keadilan. Padahal sistem peradilan pidana harus selalu mempromosikan kepentingan hukum dan keadilan. Elemen dari penegakan hukum pidana seharusnya merupakan proses penemuan fakta yang tidak memihak (impartial) dan penuh dengan resolusi atau pemecahan masalah yang harus dilakukan secara adil (fair) dan patut (equitable). Apapun teori keadilan yang dipakai defenisi keadilan harus mencakup kejujuran (fairness), tidak memihak (impartiality), serta pemberian sanksi dan hadiah yang patut (appropriate reward and punishment). Keadilan harus dibedakan dari kebajikan (benevolence), kedermawanan (generosity), rasa terimakasih (gratitude), dan perasaan kasihan (compassion). Moral dan morality menunjukkan pada apa yang dinilai dan dipertimbangkan sebagai good conduct.”

Istilah moral digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mempunyai kapasitas untuk menilai dan melihat hal yang benar dari hal yang salah. Ethics menunjukkan pada studi dan analisis tentang apa yang merupakan perilaku yang baik dan yang buruk. Penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika, hal ini didasarkan atas empat alasan yakni:

  1.  Sistem peradilan pidana secara khas melibatkan penggunaan paksaan atau kekerasan, dengan kemungkinan terjadinya kesempatan untuk menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power).
  2. Hampir semua professional dalam penegakan hukum pidana merupakan pemerintah (public servant) yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani.
  3. Bagi setiap orang, etika dapat digunakan sebagai alat untuk membantu memecahkan dilemma etis yang dihadapi seseorang didalam kehidupan profesionalnya
  4. Dalam kehidupan profesi sering dikatakan bahwa a set of ethical requirements are as part of its meaning.

Dengan demikian masalah etika dan moralitas  menurut Muladi (2001; 5) mengemukakan bahwa dalam kriminalisasi  “Secara umum diperlukan syarat-syarat minimal harus mencakup keberadaan korban (victimizen), memperoleh dukungan publik, tidak semata-mata berupa pembalasan dan tidak bersifat ad hoc, memperhitungkan analisis biaya dan hasil, bersifat ultimun remedium, tidak menimbulkan over criminalization, harus enforceable, mengandung unsure subsocialiteit (membahayakan masyarakat) dan memperhatikan HAM.”

 

 

 

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...