Dolus Eventualis dan Culpa

culpa

Dolus eventualis adalah termasuk ke dalam jenis delik dolus yakni delik yang di dalamnya terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan disini mempunyai 3 tingkatan sebagaimana yang dikemukakan Rusli Effendy (1989:81) yaitu’

  1. Sengaja sebagai niat: dalam arti ini akibat delik adalah motif utama untuk adanya suatu perbuatan, yang seandainya tujuan itu tidak ada, maka perbuatan itu tidak akan dilakukan. Misalnya A berniat  membunuh B, lalu A menembaknya.
  2. Sengaja kesadaran akan kepastian adalah hal ini ada kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu. Jonkers memberikan contoh sebagai berikut: A hendak menembak mati B yang duduk dibelakang kaca. Untuk mengenai sasarannya itu maka A harus menembak kaca itu sehingga pecah. A bersalah selain dari pada membunuh (sengaja sebagai niat) juga telah dengan sengaja merusak barang (kesadaran akan kepastian). Walapun niatnya       hanya membunuh B tetapi ia juga menembak kaca itu untuk mencapai maksudnya. A mengetahui bahwa perbuatan (membunuh) bertalian dengan memecahkan kaca.
  3. Sengaja insyaf akan kemungkinan: dalam hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukan perbuatan itu.

 Mengenai Dolus Eventualis ini, Moeljatno (1983:175) mengemukakan sebagai bahwa Teori yang dikenal sebagai inkaufnehmen adalah teori mengenai dolus eventualis bukan mengenai kesengajaan.  Disini ternyata  bahwa  sesungguhnya  akibat  dari       keadaan yang diketahui kemungkinanakan terjadi, tidak disetujui tetapi meskipun demikian, untuk mencapai apa yang dimaksud resiko akan timbulnya akibat atau disamping maksud itupun diterima.

Andi Zainal Abidin Fadird (1981: 217) menggunakan istilah teori apa boleh buat sebagai terjemahan dari inkaufnehmen. Menurut teori ini, untuk adanya kesengajaan (sengaja insyaf akan kemungkinan) harus ada dua syarat:

  1. Terdakwa tahu kemungkinan adanya akibat keadaan yang merupakan delik.
  2. Sikap tetang kemungkinan itu andai kata timbul ialah apa boleh buat, pikul resikonya.

 Mengenai syarat pertama, hal ini dapat dibuktikan dari kecerdasan pikiran yang dapat disimpulkan antara lain dari pengalamannya, pendidikannya atau lingkungan tempat tinggalnya. Sedangkan mengenai syarat yang kedua, hal ini dapat dibuktikan dari ucapan-ucapan di sekitar perbuatan, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat yang tidak diinginkan tersebut.

Sebagai contoh  sengaja insyaf akan kemungkinan,  Utrecht (Sri Widyastuti 2005: 42) dapat disebut keputusan HOF Amsterdam tertanggal 9 Maret 1911 W.Nr.9154 dan putusan Hoogeraad tertanggal 19 juni 1911 W.Nr.9203, yang paling terkenal dengan Hoorenchetart Arrest kasusnya: A hendak membalas dendam terhadap B di kota Hoorn. Dari kota Amsterdam A mengirim sebuah kue tar kealamat B, dan dalam kue tersebut telah dibumbuhi racun. A insyaf akan kemungkinan besar bahwa isteri B turut serta memakan kue tersebut. Walau A tahu bahwa isteri B diluar dari perselisihannya dengan B,tetapi masih juga A tidak menghiraukan hal hidupnya isteri B. Oleh Hakim ditentukan bahwa perbuatan A terhadap isteri B juga dilakukan dengan sengaja, meskipun matinya isteri B tidak dikehendaki oleh A. Sactohid Kartanegara (Sri Widyastuti, 2005: 43) mengemukakan dasar perbedaan antara dolus dan culpa sebagai berikut:

Dolus:

  1. Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja
  2. Perbuatan itu disebut Dolusedelicten.
  3. Diancam denga hukuman yang lebih berat dari pada Culposedelicten.

Culpa:

  1. Perbuatan yang dilakukan karena kelalaian/ kealpaan
  2. Perbuatan itu disebut culpose delicten
  3. Ancaman hukumannya adalah lebih ringan dari pada dolusedelicten.

Dolus Eventualis dan Culpa

Antara sengaja insyaf akan kemungkinan (dolus eventualis) dengan culpa lata yang disadari sukar dibedakan, VanHattum (Tongat 2009: 294) mengemukakan bahwa: “seseorang yang bagaimanapun hendak mencapai tujuan yang diperdulukan bahwa orang lain dapat juga menjadi korban, dan bila akibat itu benar-benar terjadi, maka ia mempunyai gejala insyaf         akan kemungkinan      (doluseventualis).”

Bilamana seseorang itu dalam berusaha mencapai tujuan tersebut di atas, insyaf bahwa kemungkinan orang lain dapat menjadi korban, tetapi diharapkannya mudah-mudahan tidak terjadi korban- korban lain dibatasi sedapat mungkin, maka orang yang demikian itu mempunyai culpa lata yang diinsyafi.

Jonkers (M.Asy’ari 2008:24) mengemukakan bahwa  Dolus eventualis terdapat bilamana pembuat memilih akibat yang diniatkannya ditambah dengan akibat yang tidak dikehendakinya, dari pada sama sekali tidak berbuat sedangkan culpa yang diinsyafi terdapat bilamana pembuat itu lebih suka tidak berbuat dari pada terwujud akibat yang dikehendakinya ditambah dengan akibat yang  tidak dikehendakinya.

Dari pendapat  para  ahli hukum tersebut  di atas  mengenai corak perbedaan antara dolus eventualis, maka menjadi jelas bagi kita akan perbedaan diantara keduanya yakni pada dolus eventualis. Meskipun pelaku menginsyafi akan adanya akibat lain yang kemungkinan akan terjadi bilamana ia melakukan perbuatan itu, namun ada rasa ketidakperdulian akan akibat yang mungkin terjadi. Sedangkan bagi culpa lata yang diinsyafi, terdapat bilamana pembuat itu lebih suka untuk tidak berbuat dari pada terwujudnya akibat yang tidak dikehendaki.

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...