Gorden Berhenti, Berganti Pelesir Luar Negeri

Sumber Gambar: tempo.co

“Badan Urusan Rumah Tangga DPR berada di Turki dengan agenda bertemu parlemen setempat. Menyurati Kedutaan Besar RI untuk memfasilitasi kebutuhan mereka selama di sana.”

JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali disorot soal anggaran. Setelah dikritik karena pembelian gorden rumah dinas, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR kini menjalani kunjungan kerja di Turki. Lawatan ke Negeri Bulan Sabit tersebut digelar selama sepekan, sejak 18 sampai 24 Mei, dengan agenda bertemu anggota parlemen Turki.

Penanggung jawab Bidang Legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, secara formal, agenda tersebut terpenuhi. “Persoalannya, memalukan pergi Turki hanya untuk menanyai parlemen mengenai protokol dan pendapatan anggota DPR di sana,” kata dia kepada Tempo, kemarin.

Menurut Lucius, membandingkan pendapatan parlemen Turki dengan Indonesia seperti menggantang asap. Sebab, setiap negara punya kebijakan yang berbeda ihwal pendapatan pejabat. Kalaupun harus menanyakan pendapatan, semestinya cukup dilakukan secara daring tanpa perlu datang langsung ke Turki. “Seolah-olah pergi ke sana untuk persoalan serius, padahal jalan-jalan doang,” kata dia.

Kritik terhadap kinerja penganggaran parlemen kian santer semenjak DPR mengalokasikan biaya pembelian gorden dan blind untuk rumah dinas anggota DPR di Kalibata, Jakarta Selatan, serta Ulujami, Jakarta Barat, senilai Rp 43,5 miliar. Karena menuai kritik publik, BURT lantas membatalkan agenda tersebut. Namun mereka masih melanjutkan rencana pembangunan proyek lainnya, seperti pengaspalan Kompleks DPR senilai Rp 11 miliar dan pengecatan kubah “gedung kura-kura” senilai Rp 4,5 miliar.

Protes semakin deras ketika BURT justru memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk terbang ke Turki. Ketua BURT, Agung Budi Santoso, menyebutkan kunjungan lintas benua itu sudah mereka ajukan sejak dua tahun lalu, tapi tertunda akibat pandemi Covid-19. Apalagi semua alat kelengkapan Dewan (AKD) di parlemen, termasuk BURT, memiliki anggaran untuk kunjungan ke luar negeri.

Berbasis dokumen yang didapat Tempo, Sekretariat Jenderal DPR sempat mengirimkan surat faksimile ke Duta Besar untuk Turki di Ankara, Konsulat Jenderal di Istanbul, dan Duta Besar untuk Qatar di Doha pada 17 Mei setebal 11 halaman. Dalam surat tersebut, parlemen mengirimkan tiga poin permintaan kepada kedutaan. Di antaranya meminta KBRI Ankara menjemput rombongan anggota DPR—sebagian mengajak keluarga dan staf—dari dan ke bandara, serta bantuan lainnya yang diperlukan delegasi selama berada di Turki.

Permintaan kedua yakni memohon bantuan KJRI Istanbul untuk mendampingi delegasi saat transit di Istanbul. Permintaan ketiga adalah meminta KBRI di Doha untuk menjemput, mendampingi, serta memberi bantuan lain yang diperlukan kepada delegasi dan seorang anggota delegasi, ditambah dua pendamping yang akan transit dan menginap semalam di Doha.

Dalam surat berkop Sekretariat Jenderal DPR itu juga terlampir daftar delegasi yang terdiri atas 23 orang. Ada Agung Budi Santoso, Johan Budi Sapto Pribowo, Novita Wijayanti, bersama 14 anggota BURT lainnya. Mereka juga mengajak sembilan orang lainnya yang terdiri atas sekretaris, tenaga ahli, dan pendamping yang merupakan pasangan, anak, atau kerabat. Hanya, mereka tak merinci alasan pentingnya kunjungan ke Turki itu.

Wakil Ketua BURT DPR, Johan Budi Sapto Pribowo, dan Novita Wijayanti tidak merespons ketika dimintai konfirmasi Tempo. Hal yang sama dilakukan Agung Budi Santoso. Sebelumnya, ia hanya menjelaskan kunjungan tersebut untuk mendengar secara langsung kegiatan protokoler anggota parlemen Turki. “Termasuk fasilitas apa yang diterima oleh anggota parlemen Turki dan berapa anggaran yang digunakan oleh parlemen Turki,” kata Agung, dua hari lalu.

Lucius menyatakan selama ini BURT tidak mempublikasikan hasil kinerja selama kunjungan kerja ke dalam ataupun ke luar negeri. Tabiat yang sama dilakukan oleh alat kelengkapan Dewan lainnya. Menurut dia, hampir semua alat kelengkapan, termasuk pimpinan parlemen, memiliki jatah pelesiran dengan dalih kunjungan kerja. Tuduhan itu dibuktikan ketika mereka tidak bisa menunjukkan hasil kinerja dari luar negeri, terutama dampak bagi kualitas produk legislasi, pengawasan, ataupun proses penganggaran yang menjadi tanggung jawab parlemen sebagai wakil rakyat.

Tempo juga memperoleh beberapa dokumen perjalanan dinas ke luar negeri dari Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), Badan Legislasi, dan rombongan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel ke sejumlah negara. BAKN bertolak ke Swedia, Turki, dan Uni Emirat Arab pada 15-22 Mei lalu. Mereka terdiri atas 21 orang, termasuk staf ahli, istri, dan anak-anak mereka. Satu di antara orang yang turut serta dalam lawatan tersebut adalah anggota DPR Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno.

Hendrawan membenarkan ikut keberangkatan ke Rusia bersama rombongan BAKN ke beberapa negara, termasuk Swedia. Namun dia enggan menjelaskan hasil kunjungan kerja tersebut, termasuk ihwal anggaran yang digunakan timnya. “Untuk kunjungan kerja ke luar negeri, AKD apa yang berangkat, berapa anggaran yang tersedia, bisa dicek ke Sekretariat Jenderal DPR,” kata dia.

Kunjungan kerja juga dilakukan Rachmat Gobel yang memboyong anggota rombongan hingga 25 orang ke Iran pada 5-9 Mei dan Qatar pada 10-12 Mei lalu. Gobel mengajak enam anggota parlemen beserta staf khusus, staf Sekretariat DPR, tenaga ahli, ajudan, patroli dan pengawalan, fotografer, videografer, serta pendamping delegasi. Rombongan tersebut juga meminta bantuan pendampingan dari Duta Besar untuk Iran di Teheran dan Duta Besar Qatar di Doha.

Rachmat tidak menjawab upaya permintaan konfirmasi Tempo. Orang dekatnya sempat memberi penjelasan tapi enggan dipublikasikan. Pada 8 Mei lalu, perjalanan resmi Rachmat tersebut ditulis banyak media. Termasuk upayanya dalam mempelajari kemandirian dan penguasaan teknologi dari Iran. “Iran menawarkan kerja sama agar Indonesia juga bisa memproduksi teknologi kedokteran di Indonesia,” kata Rachmat, seperti dikutip dari Antara.

Sumber Tempo yang merupakan anggota parlemen periode 2014-2019 menceritakan bagaimana tabiat para wakil rakyat ketika pelesiran ke luar negeri. Menurut dia, setiap anggota parlemen memiliki jatah pelesiran ke luar negeri saban tahun. Terlebih jika anggota tersebut merangkap jabatan antar-instansi alat kelengkapan DPR. “Misalnya ke Turki, paling beberapa jam saja bertemu dengan anggota parlemen. Selebihnya, selama sepekan, jalan-jalan,” tutur dia.

Saban lawatan, para anggota DPR mendapat jatah lumsum Rp 150-500 juta untuk setiap perjalanan. Dia juga menceritakan bahwa perjalanan luar negeri tak jarang dibayari oleh mitra kerja parlemen dari kementerian atau lembaga terkait. Walhasil, wakil rakyat itu tak perlu merogoh kocek dari anggaran DPR ataupun kantong pribadi. Biasanya uang itu dibelanjakan untuk keperluan pribadi.

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, menyatakan BPK mengaudit setiap anggaran yang digunakan untuk perjalanan dinas ke luar negeri.

Mereka akan meminta anggota parlemen mengembalikan anggaran jika perjalanan mereka fiktif atau bukti-bukti pembayaran tidak sesuai. “Kami pernah minta anggota DPR balikin anggaran karena perjalanannya tidak sesuai,” kata dia. Meski begitu, BPK tak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi hasil kinerja yang didapat parlemen selama perjalanan ke luar negeri. Menurut dia, itu menjadi kewenangan pimpinan di masing-masing instansi lembaga dan kementerian negara.

AVIT HIDAYAT | DEWI NURITA

Koran Tempo, 21 MEI 2022

Sumber: https://koran.tempo.co/read/berita-utama/473921/apa-kegiatan-dpr-saat-kunjungan-di-luar-negeri#aoh=

You may also like...