Hermeneutika (Paul Riceoeur dan Jean Jacques Derrida)
Paul Riceoeur, hanya mengungkapkan bahwa setiap interpretasi adalah usaha untuk membongkar makna-makna yang masih terselubung atau usaha membuka lipatan-lipatan dari tingkat makna-makna yang terkandung dalam kesusatraan. Penekanan hermeneutik oleh Riceoeur yaitu dalam melakukan pemahaman bukanlah memperoyeksikan diri ke dalam teks, melainkan membuka diri terhadapnya. Penafsir selalu dalam keadaan berada di tengah-tengah teks dan tidak hanya di depan atau pada permulaan atau pada akhir teks saja.
Pendapat mengenai interpretasi oleh Jean Jacques Derrida memusat dalam bukunya yang berjudul La Dessimination. Dalam buku tersebut disebutkan, sebuah teks tidak akan merupakan teks jika dalam pandangan sekilas tidak menyembunyikan hukum-hukum komposisinya dan aturan permainannya. Oleh karena itu memahami sebuah istilah pada dasarnya adalah lebih dari pada sekedar mengetahui makna atau tanda-tanda kata yang dipergunakan dalam ucapan. Idealnya, pendengar atau pembaca harus ambil bagian dalam kehidupan pengarang atau pembicara sehingga ia dapat memahaminya. Inilah yang dimaksud istilah ”kelayakan” atau ”kepatutan” (Derrida, 1972:70-71)
Hermeneutika, tidak hanya melakukan penafsiran terhadap teks, tetapi juga melakukan interpretasi terhadap perilaku manusia. Kemudian berkembang menjadi hermenutika hukum yaitu melakukan penafsiran terhadap kehidupan manusia dan produk-prodok kulturnya yakni teks-teks yuridikal.