Membaca Konstelasi Peta Politik 2013

Meninggalkan tahun 2012 banyak menorehkan kenangan. Ada  kenangan pahit, ada kenangan manis. Fenomena ini juga melanda partai politik musim lalu.  Partai politik tidak dapat dipisahkan dari berbagai kenangan, yang telah dilewatinya. Partai politik banyak meninggalkan kesan di hati publik.

Kesan, sangat penting diperbincangkan. Sekiranya dapat mempengaruhi elektabilitas partai ke depan. Dan tentunya elektabilitas partai kini (di tahun 2013) merupakan “domain” penting diperhatikan oleh para elit politik. Karena tinggal hitungan tahun lagi. Akan tiba petarungan sesungguhnya. Menuju  etape demokrasi, siapa yang pantas menduduki kursi “nomor satu” di Republik ini ?

Banyak para pengamat memprediksi bahwa tahun ini merupakan “puncak” konstelasi partai politik berebut popularitas. Partai politik bukan lagi saling sandera saja, saling menjegal, saling tuding, memfitnah, menuduh. Namun bahkan berani “buka-bukaan” tentang kebobrokan dan borok lawan-lawan politiknya.

Dinobatkannya mantan Menpora sekaligus mantan Sekertaris Dewan Pembina Partai Demokrat, Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka. Dalam proyek Sport Center Hambalang oleh KPK. Akhir tahun 2012 memungkinkan Andi Mallarangeng tak rela ”dikorbankan” sendirian, dan Anas akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkannya. Praktis di sini,  lawan politiknya akan  mencuri kesempatan. Untuk semakin menelanjangi Demokrat.

Dengan diperpanjangnya masa kerja Tim Pengawas Kasus Century oleh DPR selama satu tahun ke depan. Juga adalah sinyal yang dikirim. Dari para lawan politiknya di DPR ,  terhadap Partai Demokrat. Untuk  mengganggu “brand party” Demokrat atas nama SBY, dari terpaan badai korupsi. Isu ini disinyalir akan terus mengganggu “tidur siang” SBY.

Konstelasi peta politik 2013 juga  akan menodai, bahkan membubarkan Setgab Koalisi SBY. Dari kawanan partai yang selalu mendukungnya. Terutama Golkar yang memang selalu “merecoki” setgab tersebut. Akan terang-terangan pada tahun ini menyatakan “walk out” dari Setgab Koalisi. Apalagi partai kuning berlambang pohon beringin tersebut. Telah mendeklarasikan ARB sebagai calon pengganti SBY di masa mendatang.

Logikanya, mustahil kader yang berada di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II itu. Akan berada dalam barisan SBY. Sementara sudah ada calon penggantinya. Terjadi perputaran haluan. Saatnya untuk mendengar kebijakan partai dari pada kebijakan atasan (baca: SBY).

Momentum tersebut juga akan dimanfaatkan oleh para petinggi partai. Yang saat ini sementara menikmati “kursi panas” KIB II  mendorong kadernya. Agar siap siaga mencalonkan diri menjadi anggota DPR senayan. Guna memenuhi quota Presidential Threshold 20 persen.

Namun Partai Golkarpun, realitanya harus bersabar saat ini. Karena konstelasi politiknya kian pudar.  Identik dengan kondisi partai mercy biru milik SBY. Konflik internal yang selalu menghantam Demokrat. Antara faksi Anas Urbaningrum dan faksi SBY. Kini juga mulai menjangkiti Partai Golkar. Gara-gara elektabilitas Partai Golkar yang menanjak, namun tidak diikuti rating popularitas ARB (Aburizal Bakrie). Hingga akhirnya Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Akbar Tandjung mengirim surat kepada ARB. Perihal pencalonannya “patut dipertanyakan”.

Katanya,  boleh jadi Golkar akan mengalami nasib yang sama di tahun 2014 nanti. Seperti tahun 2009 lalu, karena ARB dituding kurang berintegritas. Konstelasi Partai Golkar ternyata, mulai juga dirongrong. Akibat tidak solidnya para kader dan tokoh-tokohnya.

Dalam kondisi ini, patut kiranya disadari oleh para tokoh partai. Bahwa hancurnya soliditas partai. Akan memicu keterpecabelahan konstituen. Sehingga, menggiring partai. Akan mengalami degradasi dan deviasi politik. Dalam  merebut simpati ceruk pemilih, ke depan.

Peta Koalisi

Adagium dalam ilmu politik,  yang menyatakan “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, karena yang abadi adalah kepentingan.”. Bukan hal mengagetkan. Ketika partai yang dulunya dianggap oposisi. Mencuri cela membangun koalisi dengan oposisinya. Inilah yang terjadi, ketika Demokrat mulai membuka keran koalisi terhadap PDI Perjuangan. Untuk membangun koalisi pencapresan 2014 nanti.

Bangunan peta koalisi kini mulai terbaca. Demokrat dengan PDI Perjuangan mulai melakukan komunikasi politik. Setelah PDIP, benar-benar kapok, dari “cinta lamanya”. Partai Gerindra yang di tuding berhianat. Hanya mencuri ketenaran dari “kerja keras” PDIP. Sebagaimana yang “diamini” juga oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Menuding Partai Gerindra adalah “”penumpang gelap”. Pasca  terpilihnya Gubernur DKI Jakarta: Jokowi-Ahok.

Hasil survey elektabilitas atau tingkat kedipilihan capres oleh berbagai lembaga riset. Memang memperkuat argumentasi. Tidak memungkinkannya lagi PDIP dan Gerinda   mempertahankan kemesraan cintanya. Justru mengindikasikan posisi politik yang tidak balance, kalau PDIP dan Gerindra konsisten berkoalisi.  Karena  hasil survey berbicara  “posisi” popularitas Prabowo Subianto lebih tinggi ketimbang popularitas Megawati Soekarno Putri.

Bukanlah hal yang latah. Jika PDIP dan Gerindra akan mengalami keretakan koalisi. Dan PDIP mencari “kawan baru” di Partai Demokrat. Partai yang dulunya selalu dihujat kebijakannya. Apalagi memang Demokrat semakin mengalami “deviasi politik” serta minim capres. Tumpuan harapan dari Demokrat. Satu-satunya, dengan membangun koalisi bersama PDIP. Setidaknya akan mengembalikan elektabilitas partainya. Karena PDIP lebih tinggi elektabilitasnya dari pada Demokrat.

Peta politik yang lain, juga santer dikabarkan. Ketika PAN mulai membangun komunikasi politik dengan Gerindra. Untuk menyandingkan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa. Apa yang terjadi ke depannya ketika PAN juga mengikuti jejak keluarnya Golkar, secara “diam-diam” dari  Setgab Koalisi ? Mungkin akan semakin gaduhlah  peta politik 2013.

Melalui pendeklarasian ARB. Secara diam-diam sebenarnya telah menyatakan keluar dari Gabungan Setgab Koalisi, yang pernah mengusung SBY. Plus  kian dekatnya PAN ke Gerindra. Akan benar-benar menyudahi umur Setgab nantinya.

Tinggal kita tunggu PKS, PPP, PKB akan membangun juga koalisinya. Maka benar-benar, tammatlah sudah Gabungan Setgab Koalisi SBY. Dan masa pemerintahan yang terisa. Setahun ini, di bawah kepemimpinan SBY akan lebih banyak para menyita elit politik memikirkan nasibnya saja. Dari pada memikirkan nasib jutaan rakyat Indonesia.

Inilah politik yang sebenarnya mencederai sendi-sendi demokrasi. Ketika elit politik tidak sudi lagi. Menjadi lembaga penyalur aspirasi rakyat. Para elit politik kian berlomba dan berlari kencang  dalam menabuh irama genderang politik menuju 2014.***

 

 

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...