Membangkitkan Keperkasaan Warga melalui Sparta

Seto Mulyadi (Sumber: merdeka.com)

ORANG psikologi mengenal istilah self-efficacy. Istilah ini diperkenalkan Albert Bandura untuk menunjukkan tingkat keyakinan diri seseorang pada kemampuannya demi melaksanakan sesuatu hingga mencapai target yang telah ditentukan.

Meski tetap relevan, istilah self-efficacy tampaknya harus menepi dulu belakangan ini. Penyebabnya, apalagi kalau bukan pandemi covid-19. Wabah virus buas korona menumbuhkan keinsafan bahwa hidup atau binasanya masyarakat dari bahaya covid-19 tidak ditentukan individu per individu.

Terkendali atau semakin parahnya kondisi covid-19 mutlak ditentukan kebersamaan seluruh elemen masyarakat. Karena itulah, alih-alih menggunakan istilah self-efficacycollective efficacy menjadi terma kunci tentang bagaimana seharusnya suasana kejiwaan kita di musim pageblug ini.

Potret collective efficacy itu saya jumpai antara lain di Kelurahan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Tiga orang anak hidup di rumah tanpa didampingi kedua orangtua mereka. Ayah mereka–menyedihkan–wafat karena covid-19. Ibu mereka tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit akibat penyakit yang sama. Lalu, siapa yang menanggung hidup ketiga anak itu? Tak lain ialah tetangga kiri-kanan mereka.

Inilah peristiwa mengharukan yang membuktikan bahwa tetangga sesungguhnya ialah keluarga terdekat kita. Saya menaruh optimisme yang kian tinggi ketika warga Jakarta memiliki collective efficacy setara, warga Ibu Kota akan sungguhsungguh menjadi masyarakat yang bahagia

Sejak lama saya memandang kunci utama keberhasilan perlindungan anak terletak pada daya lenting yang ada di tingkat hidup bertetangga. Sebagaimana studi empiris Coulton, Korbin, dan Su sekian tahun lalu.

Mereka menemukan hidup ketetanggaan berpengaruh terhadap perilaku keluarga dan anak-anak, termasuk pola pengasuhan. Penelitian Coulton dkk tersebut meletakkan dasar berpikir bahwa upaya melindungi anak ternyata tidak akan mencukupi jika dilakukan sebatas dengan mengedukasi para orangtua. Dengan meluas ke lingkup lebih luas, hidup ketetanggaan sudah sepatutnya menjadi bagian inheren yang direkonstruksi bagi kepentingan anak-anak di wilayah setempat.

Berpijak pada hal itulah sejak bertahun-tahun silam saya bersama LPAI berikhtiar menggencarkan pembentukan Seksi Perlindungan Anak Tingkat Rukun Tetangga (Sparta). Sparta ini dapat dipandang bagaikan kepingan yang tercecer dalam hidup ketetanggaan kita selama ini karena masyarakat sejak dulu telah mengenal seksi kebersihan, seksi keamanan, seksi kerohiman, dan lainnya.

Sparta tidak hanya bekerja dalam konteks child protection, yakni penanganan anakanak ketika mereka berada dalam situasi krisis. Sparta juga perlu aktif pada konteks child safeguarding, yakni pada masa ketika kehidupan anak-anak tengah relatif tenang dan berdinamika secara sehat. Sparta dengan kiprah berkesinambungan macam itu terlihat, misalnya, pada Sparta yang dibentuk warga di Kelurahan Sukabumi Utara, Kemanggisan, Jakarta Barat.

Secara berkala mereka mengadakan seminar mini untuk mengedukasi warga tentang kejahatan seksual terhadap anak, literasi media sosial, dan kesehatan anakanak. Juga di saat krisis, Sparta setempat ikut mendampingi anak yang menjadi korban pidana saat berproses hukum di kantor kepolisian. Pada saat diterjang banjir, mereka pun melakukan penggalangan dana yang difokuskan untuk menyediakan barang-barang kebutuhan anak.

Strategi

Tentu saja Sparta tidak dapat bekerja sendirian. Karena dasar pemikiran pembentukan Sparta ialah pemberian layanan dan pemberdayaan sumber daya yang tersedia di tingkat ketetanggaan, salah satu strategi yang perlu dibangun ialah penguatan proses kerja dan perluasan kolaborasi dengan institusi lokal.

Salah satu bentuk prakarsa yang pernah dilakukan LPAI ialah bermitra dengan Dompet Dhuafa (DD) merancang proposal program edukasi dan proteksi Bhabinkamtibmas Polri. Rancangannya ialah DD dan LPAI menyiapkan materi-materi dengan konten tentang perlindungan anak lewat dukungan Cyber Unit Mabes Polri, khususnya desk yang berurusan dengan perlindungan anak.

Setelah ketiga pihak itu menyiapkan materi dengan konten yang dimaksud, materi kemudian disuplai ke Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Mabes Polri agar dapat didistribusikan melalui ponsel ke para personel Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) dan anggota Pembinaan Masyarakat (Binmas) di seluruh Indonesia.

Dari personel Bhabinkamtibmas dan anggota Binmas, materi yang sama diteruskan ke camat, lalu ke lurah, kemudian ke ketua rukun warga. Berlanjut ke ketua rukun tetangga atau langsung ke Sparta di wilayah bersangkutan. Dari Sparta, materi yang sama disebarluaskan ke seluruh warga.

Begitu terus secara berkala. Rancangan kerja sedemikian rupa akan berdampak sangat masif. Pesan-pesan edukatif mengenai perlindungan anak (yang dapat dipertanggungjawabkan) benar-benar dapat menembus lapisan akar rumput dengan mencapai ponsel tiap-tiap anggota masyarakat hanya dalam hitungan menit.

Hitung-hitungan di atas kertas yang mengacu data BPS per 2018, terdapat 83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia. Dapat diperkirakan berdasarkan data itu ada 1 jutaan RT atau sejenisnya di seluruh Nusantara. Dengan dipadukan 50 ribu personel Bhabinkamtibmas dan 10 ribu anggota Binmas selaku garda terdepan Polri, dapat dibayangkan gelombang besar pembinaan masyarakat yang nantinya lebih dapat diandalkan untuk berpartisipasi aktif dalam penciptaan generasi emas Indonesia.

Kembali ke masalah hidup ketetanggaan dan pandemi covid-19. Inspirasi yang datang dari Sawah Besar sepatutnya semakin meneguhkan collective efficacy kita bahwa hidup ketetanggaan yang baik, lebih khusus lagi kepedulian tinggi pada perlindungan anak, akan membuat kita semakin perkasa dalam perlawanan bersama terhadap virus korona.

Untuk itu, LPAI, lembagalembaga perlindungan anak (LPA) di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota seluruh Tanah Air, serta seluruh komponen pemangku kepentingan perlindungan anak patut diberdayakan untuk membina siapa pun yang terpanggil demi mendirikan Seksi Perlindungan Anak Tingkat Rukun Tetangga (Sparta) di wilayahnya masing-masing. Semoga.

Oleh:

Seto Mulyadi

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Artikel ini telah muat sebelumnya di Haria Media Indonesia, 25 April 2020

You may also like...