Menguak Tabir Korupsi Korps Bhayangkara

  Korupsi memang extra-ordinary crime. Praktik ini telah berdampak “sistemik”. Bila awalnya korupsi dianggap hanya merugikan keuangan negara. Maka kini laku korupsi telah menghancurkan moral anak bangsa.

Praktik/ laku korupsi juga menyerang korps bhayangkara (baca: Polri). Penyakit ini ternyata  menghinggapi lembaga penegak hukum. Aksi “menggarong” sampai percaloan telah lama berhembus. Akan tetapi, sulit “menyentuh” instansi tersebut.

Teringat dengan Almarhum Prof. Achmad Ali. Ketika penulis mengikuti mata kuliah pengantar sosiologi hukum di UNHAS. Beliau berkelakar soal penumpang di atas metro mini. Seorang penumpang diinjak kakinya oleh penumpang lain. Sambil menahan rasa sakit, dia lalu bertanya. Apakah bapak Polisi atau Pejabat? Si penginjak kaki kemudian menjawab, “bukan”. Spontan penumpang yang terinjak mengatakan dengan nada marah “Kalau bukan, angkat kakimu sekarang”.

Cerita tersebut sangat sederhana tetapi sarat makna. Pesan yang ingin disampaikan Almarhum sangat sesuai dengan kondisi saat ini. Penegakan hukum seakan tidak berjalan bila berbenturan dengan penguasa. Pejabat/penguasa cenderung memiliki keistimewaan (previllage). Pameo hukum equality before the law hanya slogan semata. Pedang dewi keadilan tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Tetapi berbeda dengan KPK jilid III. Lembaga pemberantas korupsi yang dipimpin Abraham Samad berani “melawan arus”. Bila sebelumnya ada statement KPK “takut”mengungkap kasus korupsi Petinggi Polri. Kini para pemimpin KPK justru turun langsung melakukan penggeledahan di gedung Korlantas Polri. Apakah KPK sudah tidak pandang bulu? KPK lupa kasus “Cicak Versus Buaya”. Kasus berujung pada pengkriminalisasian Bibit dan Chandra. Ataukah korps cokelat telah komitmen bersama memberantas korupsi?

Point Penting

Bulan suci ramadhan tahun ini kembali tercoreng. Para koruptor kembali “menggila”. Bila diawal puasa seluruh msyarakat Indonesia tersentak. Kala KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Al Quran. Kini,  KPK kembali “mengendus” dugaan praktik korupsi pengadaan alat driving simulator di Korlantas Polri. Irjen Djoko Susilo diduga menerima suap sebesar 2 miliar. Ternyata pimpinan KPK “tidak berpuasa” dalam pemberantasan korupsi.

Ada yang menarik dari pengungkapan kasus simulator. Kasus yang menjerat seorang petinggi Polri. Pertama, KPK akhirnya berani “menyentuh” korps cokelat (baca: Polri). Maklum saja dalam pengamatan penulis, korps cokelat telah lama diterpah isu korupsi. Masih hangat diingatan kita semua tentang dugaan rekening gendut perwira Polri. Sampai saat ini kasus rekening mencurigakan tidak pernah tersentuh lembaga KPK. Kasus pun “mengambang” mesti telah menelan korban.

Kedua, kasus simulator juga telah didalami oleh pihak Bareskrim. Irjen Anang Iskandar menyatakan bahwa kasus ini telah ditangani. Hingga sudah memeriksa 32 orang saksi (fajar, 31/7/2012). Akan tetapi, tidak “mampu” mendapatkan tersangkanya. Justru KPK diam-diam telah mengawasi kasus ini. Terbukti dengan sekejap KPK telah mampu menaikkan status pemeriksaan kepenyidikan dan menentukan tersangkanya.

Ketiga, adanya upaya menghalang-halangi dari pihak kepolisian. Tindakan “menahan” penyidik KPK tadi sore (31/7/2012) merupakan tindakan tidak terpuji. Pihak kepolisian seharusnya memperbolehkan penyidik KPK untuk melaksanakan tugasnya. Apalagi telah ada MoU antara pihak Polri dengan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Tindakan KPK harusnya tidak dipersoalkan oleh pihak kepolisian. Sebagai lembaga superbody, KPK memiliki kewenangan tersebut. Inilah keistimewaan dari lembaga antikorupsi. KPK dalam melaksanakan tugas supervisi berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

Tentunya KPK juga tidak serta merta mengambil alih kasus korupsi. Ada beberapa alasan pengambil alihan suatu perkara. Diantaranya laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti. Proses penanganan tindak pidana korupsi tertunda-tunda tanpa alasan yang jelas. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana yang sesungguhnya. Serta adanya tekanan atau campur tangan dari pihak eksekutif, yudikatif atau legislatif (baca: Pasal 9 UU No.30 Tahun 2002).

Diancam pidana  

Sikap kepolisian yang sempat menghalangi penggeledahan patut dipertanyakan. Apalagi sempat melarang penyidik KPK membawa barang bukti meninggalkan gedung Korlantas Polri. Sebagai penegak hukum harusnya mereka paham. Bahwa pengambil alihan suatu perkara oleh KPK memiliki dasar hukum.

Ketika KPK melakukan penyidikan atas suatu perkara korupsi yang diambil alih. Maka Pihak kepolisian wajib menyerahkan tersangka atau seluruh berkas perkara berserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan (baca: Pasal 8 ayat 3 UU No.30 Tahun 2002). Sehingga sangatlah “konyol” tindakan melarang penyidik KPK untuk menyita barang bukti yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Atas tindakan menghalang-halangi pengungkapan kasus korupsi. Pihak kepolisian bisa dijerat salah satu pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Di mana tindakan setiap orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan suatu perkara korupsi dapat dipidana. Ancaman pidananya pun tidak main-main. Bagi pelaku dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun  (baca: Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999).

Tentunya pengungkapan kasus simulator ini, diharapkan dapat menguak tabir korupsi ditubuh Polri. Serta membuka mata kita semua. Bahwa lembaga KPK harus tetap ada. Selama penegak hukum konvensional masih lamban menuntaskan kasus korupsi di tanah air.

***Salam Antikorupsi

 

 

 

 

 

 

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...