Polemik Jasa pelayanan TV Kabel

Pengaturan tentang masalah penyiaran secara umum diatur  dalam Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Adapun yang dimaksud dengan siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.

Sedangkan Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/ atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Dalam Undang-undang itu juga diatur masalah ketentuan dan pengaturan hukum mengenai penyelenggara jasa pelayanan penyiaran mengenai KPI yang bertugas mengatur hal-hal mengenai penyiaran; dan yang terdiri dari :

  1. Lembaga penyiaran publik,
  2. Lembaga penyiaran swasta,
  3. Lembaga penyiaran komunitas,
  4. Lembaga penyiaran berlangganan.

Berdasarkan ketentuan tersebut yang mana diakuinya lembaga penyiaran berlangganan maka masalah TV kabel berlangganan juga diakui dalam undang-undang tersebut. Hal inilah kemudian akan menjadi kajian utama mengenai masalah perizinan dalam makalah ini yaitu melalui Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penyiaran Televisi Melalui Kabel

Tujuan  atau filosofi dari pada lahirnya Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penyiaran Televisi Melalui Kabel adalah diharapkan akan menutup kekosongan hukum sehingga lebih menjamin hak-hak masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, hak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, serta untuk menjamin keamanan dan kenyamanan berusaha, sekaligus meminimalisasi potensi konflik.

Dalam hukum Penyiaran, Perizinan sendiri diartikan sebagai simpul utama dari pengaturan mengenai penyiaran. Dalam rangkaian daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi.

Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggungjawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak melenceng dari misi pelayanan informasi kepada publik. Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), substansi/format siaran (content), permodalan (ownership), serta proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Sementara itu dari sisi proses dan tahapan, pemberian dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran akan diberikan oleh negara setelah memperoleh:

  1. Masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;
  2. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;
  3. Hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan
  4. Izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.

Pemberian izin dilakukan secara bertahap, yakni, izin sementara dan izin tetap. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan sedangkan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun. Perlu dicatat, bahwa izin penyiaran yang sudah diberikan dilarang dipindahtangankan (diberikan, dijual, atau dialihkan) kepada pihak lain (badan hukum lain atau perseorangan lain).

Setelah terbitnya Perda Nomor Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Penyiaran Televisi Kabel. Terkait dengan masalah perizinan yang memberi dampak atau akibat sekaligus kewajiban hukum, maka surat izin bagi lembaga atau badan usaha yang menyelenggarakan pelayanan TV kabel disetiap daerah Provinsi, kabupaten dan kota bersifat imperatif

Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 Perda Nomor 3 Tahun 2011:

(1)     Penyiaran TV melalui kabel, hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin penyeleggaraan penyiaran;

(2)     Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran TV Melalui Kabel, didasarkan pada rekomendasi  kelayakan yang dikeluarkan oleh KPI;

(3)     Sebelum diterbitkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Pemerintah Daerah;

(4)     Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

  1. Data administrasi; dan
  2. Data teknis;

(5)     Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah menerbitkan rekomendasi;

(6)     Evaluasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), diproses dalam tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya dokumen permohonan;

(7)     Rekomendasi Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat standar layanan.

Namun karena faktor lebih awalnya lembaga penyelenggara TV kabel di daerah sudah beroperasi baik di beberapa kabupaten maupun kota. Akhirnya banyak lembaga penyedia TV Kabel, yang beroperasi secara ilegal. Banyak  penyelenggara TV kabel tidak memegang surat izin yang dikeluarkan oleh KPID Sulsel.

Berdasarkan data yang diperoleh dari website KPID Sulsel. Hingga saat ini dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan memperkirakan sedikitnya 1.000 operator televisi kabel di di 24 kabupaten/ kota beroperasi secara ilegal. Data 2008 ada sekitar 750 operator TV kabel yang beroperasi tanpa izin. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan perizinan tersebut belum berjalan efektif untuk dikuti oleh para penyedia jasa layanan TV Kabel.

Selain masalah masih banyaknya lembaga penyedia jasa TV kabel yang tidak mendapatkan izin. Permasalahan lain juga dalam wilayah perizinan ini adalah penggunaan Tiang untuk pemasangan kabel-kabel dari TV  kabel tersebut, yang mana pengaturannya tunduk pada Pasal 10 ayat 5. Di lapangan, ketentuan inipun belum secara utuh juga dipatuhi oleh semua penyedia jasa layanan TV kabel.

Maraknya TV kabel disetiap kabupaten juga banyak menyimpang dari standar penyelenggaran siar yang mana bertentangan dengan undang-undang Perlindungan Anak, KDRT, UU Pornografi. Karena banyak juga siaran luar negeri yang disiarkan oleh beberapa penyelenggara jasa pelayannan TV kabel di daerah. Dengan siaran-siaran yang tidak mendapat sensor dari lembaga KPI tersebut. Jelas  banyak siaran yang  tidak layak di tonton oleh anak-anak, termasuk siaran yang bertentangan dengan adat istiadat setempat.

Salah satu kendala sehinga masih banyak penyedia jasa layanan TV kabel belum memiliki Izin,  disebabkan oleh prosedur permohonan izin kepada KPID yang amat panjang. Yang melibatkan Pemda terlebih dahulu untuk melakukan evaluasi terhadap standar kelayakannya lembaga TV kabel tersebut. Belum lagi masalah pegawai yang ada disetiap kabupaten yang dapat melakukan evaluasi tersebut,  belum ada.

Oleh karena itu ke depannya, di samping perlunya perekrutan tenaga untuk tim evaluasi terhadap standar kelayakan operasi. Juga penting sosialisiasi oleh KPID dan asosiasi TV kabel di beberapa kabupaten. Atau lebih tepatnya sehingga Perizinan dapat menjangkau kabupaten harus dibentuk juga Perda tentang jasa pelayanan TV kabel dari tiap kabupaten.

Perlunya juga pengefektifan pengawasan terhadap semua lembaga penyedia jasa pelayanan TV kabel di daerah yang melibatkan KPID Sulsel, Pemda, kepolisian agar penyedia jasa pelayanan TV kabel tidak  dengan gampang menyebarkan siaran yang bertentangan dengan standar penyiaran.

 

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...