Sertifikat Hak Tanggungan
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA ditegaskan “bahwa pendaftaran tanah itu meliputi pengukuran dan pemetaan tanah serta menyelenggaraka tata usahanya; pendaftaran hak serta peralihannya dalam pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.” Maka dari itu terhadap pembebanan hak tanggungan juga didaftarkan di Kantor Pertanahan (sekarang badan pertanahan) untuk menjamin kepastian (certainty) hukum dari hak-hak atas tanah.
Setelah pembuatan APHT oleh PPAT, PPAT atau oleh pemberi hak tanggungan atau biasa juga Bank sebagai kreditor pemegang hak tanggungan yang melakukan pendaftaran pada Badan Pertanahan. Batas waktu pengiriman paling lambat tujuh hari kerja APHT dan warkah-nya dikirimkan ke badan pertanahan (vide Pasal 13 ayat 2 UUHT).
Menurut Satrio (2007: 150) yang penting untuk diperhatikan dalam pendaftaran hak tanggungan ialah:
“Bahwa hak tanggungan sudah lahir pada saat pendaftaran dan pendaftaran dilakukan dengan membuat dan mencatatnya dalam buku hak tanggungan. Persoalannya adalah apakah kalau dikatakan, bahwa sertifikat hak tanggungan merupakan tanda bukti adanya hak tanggungan, berarti bahwa hak tanggungan tidak bisa dibuktikan dengan alat bukti yang lain. Sekalipun tidak disebutkan secara tegas, tetapi dalam kenyataanya sertifikat hak tanggungan merupakan salinan buku tanah hak tanggungan. Atas dasar itu kiranya tidak tertutup kemungkinan, bahwa adanya hak tanggungan dibuktikan dengan buku tanah yang tersimpan dalam kantor pertanahan. Kata “tanda bukti” dalam Pasal 14 UUHT tidak harus diartikan sebagai satu-satunya alat bukti. Bukankah pendaftaran dalam buku tanah mengikat pihak ketiga. Dan apa yang mengikat pihak ketiga adalah apa yang tercatat/ terdaftar dalam buku tanah yang bersangkutan.”
Dari uraian diatas, penjelasan Satrio tentang kekuatan hukum sertifikat hak tanggungan menunjukan bahwa bukti perjanjian jaminan terhadap hak tanggungan baru lahir setelah didaftarkan di Badan Pertanahan. Hal itu juga mengikat bagi pihak ketiga yang akan/ memilki kepentingan terhadap objeek hak tanggungan tersebut. Oleh karena sertifikat hak tanggungan merupakan grosse akta dari buku tanah hak tanggungan. Suatu tulisan yang diberikan kepada yang berkepentingan. Grosse akta merupakan salinan akta dari suatu minit, yang tetap ada pada pejabat yang bersangkutan.
Secara jelas atau detail urutan peristiwa untuk terjadinya hak tanggungan dan sertifikatnya dikemukakan oleh Tan Thong Kie (2007: 221) sebagai berikut:
- Ada seorang pemilik tanah/ rumah yang memberi hak tanggungan (biasanya orang ini juga debitor, kecuali orang lain yang menanggung utang debitor).
- Ada seorang kreditor yang memberi utang kepada debitor dan menghendaki jaminan bahwa utang itu akan dibayar kembali.
- Debitor dan kreditor itu membuat akta pinjam-meminjam uang dengan segala janji yang berlaku untuk utang itu, termasuk janji akan memberi hak tanggungan atas tanah dan rumah tertentu; perjanjian ini dapat dibuat secara notaril ataupun di bawah tangan.
- Kedua orang tersebut pada sub 1 dan 2 di atas di hadapan seorang PPAT membuat akta pemberian hak tanggungan (Pasal 10 ayat 2) dengan mencantumkan syarat di dalamnya sesuai dengan kemungkinan termuat dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2.
- Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan surat yang diperlukan oleh kantor pertanahan di bawa ke kantor itu untuk didaftarkan dalam 7 hari setelah tanggal penandatanganannya (Pasal 13 ayat 1 dan 2).
- Kantor Pertanahan bertindak sebagai berikut:
1. Membuat buku tanah hak tanggungan dengan tanggal 7 hari setelah menerima surat lengkap (7 hari setelah tanggal disebut sub 5).
2. Mencari hak tanggungan itu dalam buku tanah hak atas tanah yang dibebani.
3. Menyalin catatan sub b di atas dalam sertifikat hak tanah yang dibebani (Pasal 13 ayat 3)
- Kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang berlaku sebagai pengganti grosse hipotek (Pasal 14 ayat 3).
Berdasarkan pendaftaran APHT dalam batas 7 hari oleh PPAT kepada Badan Pertanahan, untuk terbitnya sertifikat hak tanggungan yang dilakukan pada Badan Pertanahan maka terdapat beberapa dokumen dan catatan yang dibuat oleh Badan Pertanahan seperti buku tanah hak atas tanah yang dibebankan yang telah diberikan catatan adanya hak tanggungan (tetap berada di Badan Pertanahan), sertifikat hak atas tanah yang dibebankan dan yang telah diberi catatan adanya hak tanggungan di atasnya (diberikan kepada pemilik tanah; Pasal 14 ayat 4), buku tanah hak tanggungan (tetap berada di Kantor Pertanahan), dan sertifikat hak tanggungan yang mempunyai kekuatan eksekutorial (diberikan kepada pemegang hak tanggungan; Pasal 14 ayat 3 dan ayat 5)