Tiga Periode Semakin Liar

Sumber Gambar: majalahtempo.co
WACANA penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden terus bergulir. Seakan tidak mau kalah dengan popularitas kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok.
Tiap kali wacana itu mulai meredup, ada saja pihak yang kembali mengobarkannya. Mereka terus kasak-kusuk mencari dukungan atas wacana yang menyalahi semangat reformasi tersebut.
Tiga pekan lalu saat wacana itu mulai kehilangan tenaga, klaim dukungan big data yang dilontarkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali menghidupkannya. Luhut menyebut, dari percakapan 110 juta pengguna media sosial, banyak pemilih dalam pemilu yang menghendaki pemilu ditunda.
Alasannya, pandemi belum berakhir sehingga situasi belum memungkinkan untuk menggelar pemilu. Sebagai konsekuensinya, bila pemilu ditunda, ada perpanjangan masa jabatan presiden.
Klaim Luhut lantas memancing digelarnya berbagai survei yang memetakan pendapat publik atas wacana penundaan pemilu. Hasilnya bertolak belakang dengan analisis big data yang diklaim Luhut.
Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut hanya 5% responden yang mendukung gagasan masa jabatan presiden tiga periode. Kemudian, 78,9% mayoritas responden tidak menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Sederet survei serupa sebelumnya, antara lain dari Y-Publica, Lembaga Survei Jakarta, Charta Politika, dan Indonesia Polling Station, sama-sama menunjukkan mayoritas publik menolak penundaan pemilu.
Ketika klaim Luhut mendapat bantahan bertubi-tubi, muncul deklarasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi. Melalui ketuanya, Surta Wijaya, organisasi itu pekan lalu menyatakan dukungan kepada Jokowi agar kembali menjabat presiden untuk periode ketiga.
Suasana politik menjadi agak keruh karena di hari yang sama, Presiden Jokowi menghadiri acara silaturahim nasional atas undangan Apdesi. Belakangan juga diketahui ada dua Apdesi dengan organisasi yang diketuai Surta Wijaya tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
Timbul dugaan bahwa lingkaran Istana mengoordinasikan bahkan mendanai kegiatan yang belakangan mendeklarasikan dukungan presiden tiga periode itu. Akan tetapi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menepisnya.
Pramono lantas mengingatkan, Presiden Jokowi sudah empat kali menegaskan ke publik bahwa dirinya akan taat kepada konstitusi. Pasal 7 UUD 1945 berbunyi, ‘Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan’.
Itu bunyi konstitusi yang berlaku hingga saat ini. Belum tentu di akhir tahun nanti atau tahun depan bunyi pasal masa jabatan presiden tidak berubah. Kita pun tahu Ketua MPR yang begitu getol menyodorkan gagasan amendemen UUD 1945 berasal dari Partai Golkar. Kemudian, Golkar juga yang merupakan pendukung garis keras penundaan pemilu.
Hanya Presiden Jokowi yang mampu menghentikan wacana ini jika ia benar-benar tidak menghendakinya. Apalagi hasil survei SMRC menyimpulkan wacana itu justru kontraproduktif dan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap Jokowi.
Yang diharapkan publik ialah ketegasan Presiden Jokowi menyatakan tidak bersedia dipilih kembali kendatipun konstitusi nantinya memberi jalan. Kemudian, menempuh langkah-langkah konkret untuk merealisasikan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Betul, pernyataan tidak ingin kembali menjabat presiden sudah pernah ia nyatakan. Meski demikian, hanya itu yang bisa menyingkirkan kecurigaan publik dan menyetop bola wacana tiga periode yang semakin liar.
EDITORIAL
Administrator Media Indonesia
MEDIA INDONESIA, 5 April 2022
Sumber : https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2616-tiga-periode-semakin-liar