Tuntaskan Megakorupsi
Praktik megakorupsi memang menjadi tren. Selama tahun 2012, kita disuguhkan laku kotor menggarong uang negara. Para elit negeri tidak malu, bergaya bak “artis”, berbaju tahanan KPK.
Negeri ini telah berada dalam pusaran korupsi. Penyelenggara negara belomba-lomba berkongkalikong menilap uang rakyat. Para wakil rakyat pun ikut arus, menggiring anggaran berujung praktik mafia banggar. Kondisi negeri yang carut-marut semakin diperparah, ketika SBY “mentelorir” laku korupsi.
Bukti megakorupsi merajalela dapat dilihat dari rilis Transparency International 2012. Lembaga ini memperlihatkan Indeks persepsi korupsi Indonesia berada tingkat 118 dari 176 negara yang disurvei. Indonesia memperoleh skor 32. Lebih baik dari sebelumnya yakni tahun 2011 indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada tingkat 100 dari 182 negara.
Di saat yang sama KPK tahun 2012 berhasil menguak kasus-kasus korupsi. Ironis memang karena keberhasilan KPK berbanding lurus dengan meningkatnya kasus korupsi di tanah air. Bagi penulis hal itu wajar, megakorupsi negeri ini ibarat gunung bawah laut. Mata kita hanya melihat kasus korupsi di permukaan (puncak gunung) sedikit demi sedikit terbongkar. Sedangkan di bawah laut praktik korupsi banyak menumpuk.
Mega Korupsi
Praktik megakorupsi menggurita, memaksa kita untuk berharap lebih kepada lembaga anti rasuah. Pimpinan KPK jilid III harus tetap komitmen dan bernyali melawan korupsi. Abraham Samad di tahun 2013, harus lebih cepat membongkar kasus-kasus korupsi. Mereka tidak boleh dinina bobokkan atas pencapaian kemarin.
Kita semua tentunya sangat mengapresiasi kinerja KPK. Akan tetapi, keberhasilan lembaga superbody bukanlah dari segi pengungkapan kasus korupsi. Abraham Samad harus bisa menuntaskan Pekerjaan Rumah (PR) KPK. Kasus-kasus megakorupsi menyita perhatian publik. Praktik kotor yang melibatkan pemegang kekuasaan.
Pertama, Kasus megakorupsi wisma atlet. Meski sudah menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang, Yulianis, Mohammad El Idris, Wafid Muharram dan Angelina Sondakh di meja pesakitan. Fakta-fakta persidangan kasus wisma atlet masih sering menyebut keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan anggota DPR Senayan Mahyudin, I Wayan Koster dan Mirwan Amir.
Kedua, Skadal megakorupsi Bank Century. Keberhasilan Abraham Samad meningkatkan status perkara Century ke tahap penyidikan. Serta Menetapkan Deputi Bidang Pengelolaan Moneter Devisa Budi Mulya dan Deputi Bidang Pengawasan Siti Chalimah Fadjrijah sebagai tersangka kasus Century. Merupakan pintu masuk bagi KPK untuk menjerat keterlibatan pihak lain. Temuan Timwas Century dan BPK menyebut keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani. Skandal Bank ini diduga merugikan negara 6,7 Triliun.
Ketiga, Kasus Mafia Banggar. Pasca vonis Wa Ode Nurhayati tersangka kasus suap Pengalokasian Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). KPK hingga kini belum menetapkan anggota Banggar sebagai tersangka. Padahal Wa Ode Nurhayati dalam persidangan selalu menyebut mantan koleganya di Badan Anggaran (Banggar). Di ungkap sejumlah praktik mafia banggar dilakoni sejumlah pimpinan dan mantan petinggi Badan Anggarn DPR. Mereka yang disebut antara lain Melchias Markus Mekeng (Fraksi Partai Golkar), mantan Wakil Ketua Olly Dondokambey (Fraksi PDIP), mantan Wakil Ketua Mirwan Amir (Fraksi Partai Demokrat), dan Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung (Fraksi PKS).
Keempat, Kasus korupsi Simulator SIM di Korlantas Polri. Kelima, Kasus megakorupsi Hambalang. Meski belum di meja hijaukan, KPK telah menetapkan anak tangga Hambalang. Dedi Kusnidar Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora serta mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka. KPK jilid III juga melakukan pencekalan terhadap Andi Zulkarnaen Mallarangeng dan Mohammad Arief Taufikurrahman meski berstatus saksi. Selain itu nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali disebut-sebut terlibat dalam kasus sport center Hambalang.
Metode ICAC
Keberhasilan lambaga anti rasuah memberantas korupsi tidak terlepas dari metode yang digunakan. Para pakar memberikan teori atau metode penuntasan kasus korupsi. Mulai dari teori “makan bubur panas”, hingga teori “makan nasi tumpeng” yang diperkenalkan saudara Marwan Mas.
Kedua teori ini sangatlah menarik karena memberikan suatu solusi bagi KPK. Melepaskan negeri dari lilitan gurita korupsi. Akan tetapi, penulis kesempatan ini tertarik mendalami metode Independent Commission Against Corruption/ ICAC Hongkong. Hal tersebut karena ICAC Hongkong sukses memberantas korupsi. Meski pun ICAC Hongkong konsen/fokus membersihkan korupsi di jajaran Kepolisan Hongkong.
Terlepas dari titik fokus pemberantsan megakorupsi. KPK sebenarnya “meniru” ICAC Hongkong. Mulai dari kekhususan tindak pidana yang menjadi kewenangan. Sampai ke wilayah susunan organisasinya. Atas dasar kemiripan ini, tentunya KPK Jilid III bisa menerapkan metode-metode ICAC dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Pertama, membersihkan praktik/laku korupsi di tubuh penegak hukum. Tindakan ini dilakukan agar korupsi sebagai perilaku kotor bisa dibersihkan oleh orang-orang bersih. Pembersihan ini juga guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum. Kedua, mempercepat penghukuman atau penjatuhan pidana pejabat tinggi korup. Penjatuhan pidana pejabat tinggi korup memberikan sock terapy bagi bawahannya untuk tidak melakukan praktik korupsi. Ketiga, penentuan skala prioritas terhadap kasus-kasus korupsi “kakap”. Lembaga anti rasuah diarahkan untuk fokus ke kasus megakorupsi. Kasus kakap merugikan keuangan negara sangat besar dan paling menyita perhatian masyarakat. Keempat, membentuk perwakilan-perwakilan lembaga anti rasuah di daerah. Kelima, mempermalukan pelaku korupsi di media massa.
Bila metode ICAC Hongkong diterapkan di Indonesia. Maka tentunya negeri ini akan mulai keluar dari lilitan gurita korupsi. Tetapi untuk sampai kesana, kembali lagi kita mempertanyakan niat para penegak hukum dan pemerintah. Apakah betul-betul komitmen melawan korupsi atau tidak.