Wiwin Suwandi Musuh Koruptor
Masih hangat diingatan kita, peristiwa pidana pembacokan kepala terdakwa korupsi di kantor Pengadilan Tipikor Bandung oleh Deddy Sugarda. Menghujam jantung rasa keadilan, betapa tidak perbuatan itu didorong rasa sakit hati melihat ironi seorang penegak hukum melakukan praktik kotor menggarong uang negara. Meski akhirnya pelaku kemudian dipidanakan.
Baru-baru ini peristiwa dari motif yang sama kembali terulang. Anak muda dari kelahiran tanah Buton menjadi buah bibir di tanah air. Tidak berlebihan bila dikatakan musuh koruptor kakap. Sekretaris pribadi ketua KPK Abraham Samad dinyatakan terbukti membocorkan draf sprindik Anas Urbaningrum dan sejumlah informasi praktik kotor seperti kasus korupsi Bupati Buol, kasus Simulator SIM yang menetapkan sang Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka, dan kasus suap impor daging menyeret nama mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Isaq.
Sarat Makna
Bila kita seorang penikmat film, maka perbuatan Wiwin Suwandi sama dengan pemeran utama V for Vendetta yang diperankan Hugo Weaving. Sosok bertopeng “senyum” dengan tri sula ditangangnya, merusak dan membom_bardir gedung pemerintah simbol tirani. Perbuatan tersebut sudah pasti melanggar hukum, tetapi “V” menginspirasi masyarakat untuk “melawan” ketidak_adilan rezim pemerintahan otoriter di Inggris.
Konteks perbuatan Wiwin Suwandi memang tidak seekstrim pemeran film V for Vendetta. Bukan pula menghancurkan gedung-gedung pemerintah. Untuk “V” versi Indonesia hanya fokus terhadap upaya mendorong pemberantasan korupsi di tanah air.
Perbuatan “V” Indonesia ini dilakukan dengan cara melakukan scan untuk mengkopi dokumen sprindik Anas Urbaningrum. Kemudian memotret dokumen sprindik dengan menggunakan HP Balckberry dan dikirimkan hasilnya kepada Tri Suharman sebelum menyerahkan print hasil scanning kedua kepada dua orang wartawan bernama Tri Suharman dan Rudy Poycarpus di Gedung Setiabudi One Jakarta.
Pembocoran draf sprindik Anas Urbaningrum sebenarnya sarat makna dan pesan moril. Pertama, pimpinan KPK harus kembali menyamakan persepsi bahwa korupsi yang tergolong extra_ordinary crime wajib diberantas dengan tindakan extra_ordinary pula. Kedua, menjadikan peristiwa ini sebagai momentum penguatan di internal KPK dan menumbuhkan spirit kolektif_kolegial agar peristiwa kemarin tidak terulang lagi serta menepis isu perpecahan di internal KPK.
Ketiga, menciptakan prinsip kehati-hatian di internal KPK. Poin ini sangatlah penting karena upaya pelemahan KPK masih sering dilakukan. Penggembosan sampai mempreteli kewenang KPK dari luar masih bisa ditepis. Akan tetapi, upaya pelemahan dari internal KPK dengan terus memperkeruh suasana terkait draf sprindik bocor juga merupakan upaya pelemahan pimpinan KPK dan melambatkan kinerja KPK secara institusi.
Keempat, bukan hanya lembaga antirasuah yang terus kita dorong lebih keras lagi memberantas praktik korup, melainkan peran serta masyarakat untuk bersama-sama memusuhi para penggarong uang rakyat serta menolak segala bentuk pelemahan KPK. Termasuk niat licin oknum wakil rakyat di Senayan bak serigala berbulu domba. Mengharapkan kinerja KPK baik ke depan dan tidak mengulang kebocoran informasi_dokumen, sehingga perlu di bentuk Dewan Pengawas Eksternal KPK.
Dewan yang nantinya dibentuk langsung oleh Komisi III DPR. Bertugas dan berwenang mengawasi kinerja pimpinan KPK. Tetapi tidak bisa dipungkuri akan menjadi alat politik penekan atau pendikte pimpinan KPK. Pimpinan lembaga antirasuah yang saat ini masih bernyali memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
Melindungi WS
Atas perilaku Wiwin Suwandi yang membocorkan draf sprindik Anas Urbaningrum, tentu saja harus dijatuhi sanksi. Meskipun perbuatan tersebut didasari atas rasa kebencian maha besar terhadap koruptor. Terlepas dari niat baik tersebut, bagi penulis tiada dasar pembenar dari perbuatan tersebut. Apalagi sebagai seorang pegawai KPK, terikat kode etik pegawai KPK.
Akan tetapi, dalam kontes penjatuhan sanksi sebagaimana rekomendasi majelis komite etik KPK agar dijatuhkan sanksi pemecatan sangatlah berlebihan. Pertama, draf sprindik yang bocor tidak tergolong rahasia negara. Hal tersebut karena yang tergolong rahasia negara adalah informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan, yang apabila diketahui pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggara negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum (vide: Pasal 1 ayat 1 RUU tentang Rahasia Negara).
Kedua, meski draf sprindik Anas Urbaningrum bocor ke publik. Peristiwa itu tidak mengakibatkan Anas Urbaningrum melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Ketiga, justru karena bocornya draf sprindik akhirnya mantan Ketua Umum Demokrat ini ditetapkan segera menjadi tersangka dan menaikkan status pemeriksaan ke tingkat penyidikan. Wajar saja khusus untuk menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka baru kasus Hambalang, pimpinan KPK berulang kali melakukan ekspose, antara lain tanggal 31 Oktober 2012, 23 November 2012. Khusus tanggal 7 Februari 2013 hanya dihadapan Tim Kecil Penindakan yang juga ekspose tanggal inilah yang bocor draf sprindiknya. Terakhir pada tanggal 22 Februari 2013 di depan pimpinan KPK. Keempat, perbuatan membocorkan draf sprindik Anas Urbaningrum bukanlah merupakan peristiwa pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 112 KUHP.
Selain hal-hal di atas yang patut menjadi pertimbangan penjatuhan sanksi. Bagi penulis haruslah tetap mendapatkan perlindungan dari pihak-pihak yang nantinya bisa mengorek informasi dan menyerang balik KPK.
Sekali lagi terlepas dari perbuatan Wiwin Suwandi merupakan luapan amarah terhadap para penggarong uang negara. Perusak mental generasi bangsa. Memang kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary) harus dihadapi dengan cara-cara extra-ordinary pula, tetapi tidak melanggar aturan. Salam Antikorupsi***