Ganti Kerugian
Apa yang menyebabkan sehingga muncul ganti rugi ? adalah tidak lain buntut dari pada Wanprestasi. Menurut Nieuwenhuis[1] kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.
Ternyata bukan hanya wanprestasi yang menyebabkan sehingga muncul ganti rugi, melainkan juga dapat disebabkan melalui perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena wanprestasi, dimulai dari Pasal 124 KUHpdt s/d Pasal 1252 KUHpdt, sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya, ganti rugi ini timbul karena adanya kesalahan bukan karena adanya perjanjian.
Ganti kerugian karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara Kreditur dengan Debitur misalnya, A berjanji akan mengirimkan barang kepada B pada tanggal 10 Januari 1996, akan tetapi pada tanggal yang ditentukan, A belum juga mengirim barang kepada B, supaya B dapat menuntut ganti rugi karena keterlambatan tersebut, maka B harus memberi peringatan (somasi)[2] kepada A, minimal tiga kali.[3]
Beberapa ganti kerugian yang dapat dituntut oleh Kreditur kepada Debitur diantaranya:
- Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan kerugian.
- Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUHpdt), ini ditujukan kepada bunga-bunga.
Yang dimaksud dengan biaya-biaya adalah ongkos yang telah dikeluarkan oleh Kreditur untuk mengurus objek perjanjian.sementara kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan yang disebabkan adanya kerusakan atau kerugian. Sedangkan bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur. Penggantian biaya-biaya, kerugian dan bunga itu harus merupakan akibat langsung dari wanpestasi dan dapat diduga pada saat sebelum terjadinya perjanjian.
[1] Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak, Rajawali Press, Jakarta, hal. 81
[2]Somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling, diatur dalam pasal 1238 s/d Pasal 1243 BW. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (Kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakatai antara keduanya.
[3] Dikutip dari Salim HS, 2005, Hukum Kontrak, sinar grafika, Jakarta, hal. 101.