Pembiaran Menpora Bisa Dipidana

Pengujung tahun ini sangat menyita perhatian kita. KPK jilid III kembali menjadi sorotan. Pascapenetapan tersangka kasus Century, dan penarikan sejumlah penyidik KPK. Ternyata lembaga anti rasuah diam-diam melakukan pencekalan keluar negeri tersangka baru kasus Hambalang.

Informasi pencekalan terkuak, saat Bambang Widjajanto melakukan jumpa pers di gedung KPK. Bambang menegaskan pimpinan KPK telah meminta pencekalan atas nama Andi Mallarangeng, Andi Zulkarnaen Mallarangeng dan Mohammad Arief Taufikurrahman pada senin (3/12). Ketiga nama tersebut diduga terlibat dalam kasus sport center Hambalang.

Wacana ditetapkannya Andi Mallarangeng sebagai tersangka pun beredar. Menteri aktif ini diduga terlibat korupsi dana Hambalang. Proyek yang dianggarkan dengan mekanisme tahun jamak 2010-2012, total anggaran sekitar 2,5 Triliun. Megaproyek ini diduga mengakibatkan kerugian negara 243,6 Miliar.

Kabar penetapan Andi Mallarangeng dibenarkan Ketua KPK. Abraham Samad dikonfirmasi lewat telpon di salah satu TV Swasta “mengamini” hal tersebut. Keesokan harinya Abraham Samad  secara resmi menetapkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka dan telah dilakukan pencekalan keluar negeri terhadapnya selama 6 bulan ke depan.

Keterlibatan Menpora

Anak tangga kedua kasus Hambalang akhirnya ditetapkan. Penetapan Andi Mallarangeng sebenarnya tidaklah terlalu mengagetkan. Orang nomor satu Kemenpora ini memang sering disebut terlibat  proyek Hambalang. Penulis melihat keterlibatan Andi Mallarangeng bisa dilihat dari beberapa hal. Pertama, Putusan vonis M. Nazaruddin dalam perkara Wisma Atlet, memuat adanya pembahasan proyek Hambalang yang dilakukan Menpora Andi Mallarangeng bersama kader-kader Partai Demokrat di luar forum tidak resmi. Pertemuan ini terungkap pada saat Andi Mallarangeng menjadi saksi di Pengadilan Tipikor.

Kedua, Pernyataan mantan kolega Andi Mallarangeng di Kemenpora. Mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram menegaskan Andi Mallarangeng bertanggungjawab terhadap proyek Hambalang. Hal ini pula dibenarkan Dedi Kusnidar Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora. Dedi merupakan tersangka pertama kasus proyek Hambalang, dia diduga berperan dalam pencairan anggaran Hambalang termin pertama senilai 200 Miliar.

Ketiga, Hasil audit BPK. Temuan BPK dalam audit kerugian negara proyek Hambalang, berkali-kali menyebut keterlibatan Andi Mallarangeng. Tim BPK juga menegaskan pelanggaran hukum Menpora karena tidak menandatangani kontrak proyek Hambalang. Padahal proyek Hambalang dianggarkan sampai triliunan rupiah. Perbuatan Menpora melanggar PP 60 Tahun 2008.

Bila hasil audit BPK yang menjadi dasar pegangan KPK. Dimana pasca laporan BPK ke DPR, santer dibicarakan Menpora tidaklah menandatangani proyek Hambalang yang mengakibatkan kerugikan negara. Hingga ada pihak mengatakan Menpora tidaklah bisa dimintai pertanggungjawaban. Hemat penulis itu sangatlah keliru, Andi Mallarangeng bagi penulis bisa dipidana.

Bisa Dipidana

Posisi Andi Mallarangeng dalam jabatannya sebagai Menpora merupakan pengguna kuasa anggaran. Seluruh proyek apalagi sebesar Hambalang haruslah sepengatuhan Menpora. Tindakan Menpora yang tidak menandatangani setiap penggunaan/pengucurann dana Hambalang padahal dia pihak berwenang, berujung kepada tindakan memperkaya pihak lain, memenuhi unsur-unsur penyalahgunaan kewenangan dalam tindak pidana korupsi.

Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Hemat penulis modus operandi penyalahgunaan kewenangan Menpora dalam bentuk sengaja “membiarkan” pengucuran dana ditandatangani Sesmenpora.  Pengucuran dana yang kemudian mengakibatkan kerugian negara hingga 243,6 Miliar. Pihak-pihak yang diuntungkan dari pengucuran dana Hambalang diantaranya PT Adhi Karya dan PT Dutasari Citralaras dimana istri Anas Urbaningrum pernah menjabat komisaris. Kedua perusahaan tersebut rekanan proyek Hambalang.

Dalam teori hukum pidana, tindakan Menpora Andi Mallarangeng melakukan pembiaran tergolong delicta ommissionis. Suatu delik berupa pelanggaran terhadap keharusan-keharusan menurut undang-undang. Bentuk murni delik semacam ini selalu dirumuskan secara formil (delik formil), misalnya tidak memenuhi panggilan pengadilan untuk didengar sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa. Delik tersebut terwujud karena perbuatan pasif atau negatif dari pelaku.

Rumusan secara formil (delik formil) memang terlihat dalam unsur-unsur Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1991 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan. Di mana yang dilarang dalam delik ini adalah perbuatan menyalahgunakan wewenang. Artinya tindakan pasif Menpora dengan tidak menandatangi kontrak proyek Hambalang merupakan wujud dari pembiaran kepada Sesmenpora menggunakan kewenangannya. Sekali lagi perbuatan tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan.

Penulis mengharapkan KPK dalam menjerat Andi Mallarangeng selain menggunakan pasal-pasal UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga menjerat tersangka dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal tersebut karena adanya dugaan penggunaan uang hasil korupsi Hambalang di Kongres Partai Demokrat.

Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 menegaskan setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan tindakan pidana. Sehingga ketika KPK mampu membuktikan penggunaan uang hasil korupsi dari proyek Hambalang serta alirannya ke Kongres Demokrat, maka tidak menutup kemungkinan akan ada anak tangga-anak tangga Hambalang berikutnya.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...