Makar & Kemiskinan di Negeri Papua
Pemerintahan, di bawah kepemimpinan SBY, tampaknya hanya melihat akar permasalahan dan konflik di Papua, sebagai tindakan makar. Sebagai tindakan yang akan memecah belah persatuan bangsa ini. Padahal peran serta dan pengakuan rakyat, khusus untuk rakyat Papua yang sudah bertahun-tahun didera kemiskinan. Pasti sewaktu-waktu akan meletup dan melahirkan rasa ketidakpercayaan (confiedent) lagi kepada pemerintah sebagai penyelenggara Negara yang mengutamakan kesejahteraan (welfare state).
Bayangkan saja, Freeport yang notabene dikuasai asing. Dengan hanya 1 % yang didapatkan bagi Negara Indonesia atas kerja samanya. Sangat jauh berbeda dengan pembangunan pada Negara adidaya itu. Harus diakui bahwa tambang emas Papualah kemudian telah membangun sendi-sendi industri di Amerika pasca perang dunia kedua.
Kemudian apa yang terlihat sekarang ini di tanah yang bergelimpang sumber daya alam itu ? Hampir 75 % rakyat Papua yang melek dan buta huruf, pembangunan jalan 45 % yang tidak kesampaian. Maka wajar saja jika tema Metro Highlight kemudian berhasrat memindahkan Istana Negara ke Papua, agar pembangunan dan segala infrastruktur di tanah itu sejajar (equal) dengan ibu kota Negara.
Jadi jangan berpikir bahwa sebagian rakyat di sana melakukan makar karena provokasi pihak yang tak bertanggung jawab.
Tegakkan hukum melalui pemeriksaan terhadap pejabat negara yang telah menyelewengkan Dana Otonomi Khusus Papua. Sederhananya jika terjamin hak-hak ekonomi, sosial dan politik rakyat Papua, maka tidak mungkin akan terjadi makar dan jatuh korban seperti sekarang ini baik dari penduduk sipil maupun dari pihak kepolisian. Sejatinya, makar terjadi di negeri itu, karena kemiskinan semakin bertambah. Dan entah kapan akan berkesudahan ?