Perda LAD Gowa Bertentangan dengan UU Pemda Oleh Muhammad Aldi Sido

Muhammad Aldi Sido

Muhammad Aldi Sido

POSISI KASUS

  1. Bahwa dalam rangka mempertahankan dan melestarikan adat budaya daerah Kabupaten gowa maka diperlukan pembinaan dan pengembangan lembaga adat dan budaya, serta memberikan kepastian dan landasan hukum maka diperlukan pengaturan penataan lembaga adat dan budaya di Kabupaten Gowa;
  2. Bahwa dalam upaya mewujudkan pembinaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat serta nilai sosial daerah maka Pemerintah Kabupaten Gowa berdasarkan Pasal 2 Perda Nomor 5 Tahun 2016 Bab II tentang kedudukan lembaga Adat, membentuk Lembaga Adat Daerah (LAD) yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
  3. Pada tanggal 16 Agustus 2016 Pemerintah Kabupaten Gowa menetapkan Peraturan Daerah No 5 Tahun 2016 Tentang Penataan Lembaga Adat Dan Budaya Daerah yangditempatkan dalam lembaran daerah Kabupaten Gowa dengan nomor B. Hk. H. 4. 87. 16. dan ditandatangani oleh Bupati Gowa Adnan Purichta IYL;
  4. Pada tanggal 8 September 2016 berdasarkan Pasal 1 ayat 3 maka Bupati Gowa diangkat sebagai Ketua Lembaga Adat Daerah yang menjalankan fungsi dan peran Sombayya;
  5. Lembaga Adat Daerah memiliki tugas pokok, fungsi, dan peranan yang diatur dalam Bab VI Pasal 7,  Pasal 8, dan Pasal 9 dimana kemudian memiliki susunan organisasi yang terdiri dari LAD tingkat Kabupaten Gowa, tingkat Kecamatan, dan tingkat Desa/kelurahan dimana struktur dan susunan organisasi diatur dalam Peraturan Bupati (Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2);
  6. Masyarakat Adat Gowa yang diwakili oleh pihak Keturunan Kerajaan Gowa melakukan protes terkait dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 yang memberikan kewenangan pemerintah daerah membentuk Lembaga Adat Daerah yang diketuai oleh Bupati yang menjalankan fungsi dan peran Sombayya;
  7. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa membentuk Lembaga Adat Daerah sesuai amanat Perda no 5/2016 perlu dikaji ulang melihat adanya pertentangan terhadap kewenangan urusan pemerintahan sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;

ANALISIS HUKUM

Pembagian Urusan Pemerintah Konkuren Mengenai Lembaga Adat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

 Dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat maka dilakukan pembagian urusan pemerintahan oleh Presiden kepada penyelenggara pemerintahan daerah sesuai konsep dan asas otonomi daerah. Otonomi daerah kemudian memberikan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam menjalankan pemerintahan sesuai konsep otonomi daerah maka dilakukan pembagian urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota (Pasal 9 UU Pemda).

Pembagian urusan pemerintahan kemudian dijelaskan lebih detail pada Lampiran UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu pembagian urusan pemerintahan yang diatur dalam Lampiran UU No 23/2014 meliputi urusan bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan urusan bidang Kebudayaan.

Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur urusan terkait lembaga kemasyarakatan, lembaga adat, dan masyarakat hukum adat yang dilakukan dengan cara:

  1. Pemberdayaan lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pemberdayaan desa dan lembaga adat tingkat daerah kabupaten/kota dan pemberdayaan masyarakat hukum adat yang masyarakat pelakunya hukum adat yang sama dalam daerah kabupaten/kota;
  2. Pemberdayaan lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat tingkat desa.

Selain dalam urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, terdapat pula pembagian urusan pemerintahan konkuren meliputi bidang Kebudayaan yang terdiri atas:

  1. Pengelolaan kebudayaan yang masyarakat pelakunya dalam daerah kabupaten/kota;
  2. Pelestarian tradisi yang masyarakat penganutnya dalam daerah kabupaten/kota;
  3. Pembinaan lembaga adat yang penganutnya dalam daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan pembagian urusan konkuren sesuai Lampiran UU No 23 Tahun 2014 tersebut maka pemerintah dalam rangka memberdayakan masyarakat dan desa serta mengelola kebudayaan, melakukan upaya-upaya pemberdayaan, pembinaan serta pelestarian tradisi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Mempertanyakan Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Membentuk Lembaga Adat Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 yang ditetapkan oleh Bupati Gowa Adnan Purichta IYL, maka Pemerintah Kabupaten Gowa dalam upaya mewujudkan pembinaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat serta nilai sosial, membentuk Lembaga Adat Daerah (LAD) yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan (Pasal 2 dan Pasal 3 Perda No 5/2016). Lembaga Adat Daerah Kabupaten Gowa kemudian diketuai oleh Bupati Kabupaten Gowa yang menjalankan fungsi dan peran Sombayya.

Mengacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah terdapat kekeliruan Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa membentuk Lembaga Adat Daerah (LAD) melalui Perda No 5/2016. Kekeliruan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pembagian urusan pemerintahan konkuren sesuai Lampiran UU No 23 Tahun 2014 maka urusan pemerintah daerah dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa hanya berwenang melakukan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pemberdayaan desa dan lembaga adat tingkat daerah kabupaten/kota dan pemberdayaan masyarakat hukum adat yang masyarakat pelakunya hukum adat yang sama dalam daerah kabupaten/kota. Selain itu dalam urusan pemerintahan daerah bidang Kebudayaan, pemerintah daerah hanya berwenang melakukan Pembinaan lembaga adat yang penganutnya dalam daerah kabupaten/kota.

Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 tentang Penataan Lembaga Adat dan Kebudayaan Daerah dalam Pasal 2 yang memberikan kewenangan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa untuk membentuk Lembaga Adat Daerah, bertentangan dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Urusan pemerintahan konkuren dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa hanya memberikan tugas kepada pemerintah daerah untuk melakukan upaya-upaya pemberdayaan terhadap lembaga adat yang sudah ada dan terdapat dalam daerah tertentu demi terjaganya adat dan nilai-nilai dalam masyarakat. Upaya pemberdayaan ini dapat disimpulkan sebagai upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum dan bantuan terhadap lembaga adat yang sudah terbentuk dan diakui oleh masyarakat Kabupaten Gowa.

Dalam urusan pemerintah daerah bidang Kebudayaan (sesuai Lampiran UU pemda) maka pemerintah daerah Kabupaten Gowa hanya diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan lembaga adat yang penganutnya dalam daerah Kabupaten Gowa. Frasa pembinaan lembaga adat tidak dapat diartikan dan disamakan secara serta merta dengan kewenangan membentuk lembaga adat. Pemerintah Kabupaten Gowa hanya berwenang melakukan upaya pembinaan lembaga adat yang ada dimana lembaga adat tersebut penganutnya berada dalam daerah Kabupaten Gowa.

Dengan demikian Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 bertentangan dengan Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, serta Lampiran Undang-undang yang tidak terpisahkan dalam UU No 23 tahun 2014 yakni pada pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.

Keberadaan Lembaga-Lembaga Adat yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarakan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonessia Tahun 1945 menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat Indonesia diberikan hak untuk mendirikan lembaga/organisasi kemasyarakatan dengan tujuan berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan bangsa.

Masyarakat secara sukarela dapat membentuk dan mendirikan organisasi berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa (Pasal 1 UU 17/2013) selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Sesuai Pasal 5 Ormas bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
  2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  3. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  4. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat;
  5. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
  6. Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat;
  7. Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan
  8. Mewujudkan tujuan negara.

Keberadaan Kerajaan Gowa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sudah tidak ada lagi sejak adanya kesepakatan Raja Gowa untuk bergabung dalam NKRI yang secara langsung menghilangkan status kerajaannya. Namun masyarakat adat Gowa yang menjadi pewaris dan penjaga nilai dan kebudayaan kerajaan tetap bertahan dan turun-temurun dilestarikan keberadaannya, dimana tidak boleh dianggap sesuatu yang sudah hilang.

Demi menjaga eksistensi Masyarakat Adat Kerajaan Gowa yang secara turun temurun diakui sebagai salah satu warisan adat, nilai, serta kebudayaan yang hidup dalam masyarakat Kabupaten Gowa maka Kerajaan yang pernah ada mesti berbentuk lembaga adat dalam hal ini lembaga adat keturunan kerajaan Gowa yang sudah turun-temurun dan harus berbadan hukum yang dibentuk secara sukarela oleh masyarakat atau merupakan perkumpulan yang sudah ada sejak dahulu.

Berdasarkan Pasal 20 UU No 17 Tahun 2013 setiap Organisasi Kemasyarakatan  berhak:

  1. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka;
  2. Memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
  4. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
  5. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan
  6. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

Lembaga Adat Gowa memiliki hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan kebudayaan serta mendapat perlindungan hukum terhadapnya. Ini juga secara jelas memberikan hak untuk melakukan tradisi tertentu yang sudah menjadi budaya sejak temurun dimana pemerintah daerah Gowa memberikan bantuan kerja sama dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi adat tersebut. Selain itu, sesuai Pasal 21, organisasi adat tersebut berkewajiban memeilihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Gowa juga wajib melakukan pemberdayaan terhadap lembaga adat kerajaan Gowa. Hal tersebut secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 bahwa:

“Pasal 40 ayat (1); Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup Ormas.”

“Pasal 40 ayat (2); Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Berdasarkan pasal tersebut maka pemerintah wajib menjaga keberlangsungan hidup lembaga adat yang berada dalam keturunan Kerajaan Gowa serta wajib menghormati sejarah kerajaan yang sudah hidup lama dan dijaga oleh masyarakat adat Kabupaten Gowa.

Pemerintah Daerah Tetap Mengakui Lembaga Adat Yang Sudah Ada

Jika menganalisis isi Peratura Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tersebut maka dalam ketentuan peralihan pada Pasal 16 berbunyi, “Lembaga Adat Daerah yang ada pada saat ditetapkannya Peraturan Daerah ini diakui keberadaannya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah ini.”

Kendatipun Perda ini tetap berlaku, pasal tersebut memberikan kepastian hukum terhadap Lembaga-lembaga Adat yang sudah berdiri sebelumnya di Kabupaten Gowa yang dalam hal ini merupakan lembaga adat yang dibentuk oleh masyarakat adat keturunan kerajaan Gowa. Oleh sebab itu lembaga adat yang merupakan organisasi masyarakat berbasis masyarakat adat Gowa tetap eksis dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh pemerintah Kabupaten Gowa.

 Selain itu, berdasarkan Undang-undang Ormas, ada mekanisme tertentu yang harus ditempuh dalam setiap pembubaran organisasi kemasyarakatan yang diatur dalam bab XVII UU No 17 Tahun 2013 dimana harus memenuhi unsur-unsur pelanggaran yang diatur dalam Pasal 59. Lalu dijatuhi sanksi administrati yang terdiri dari:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Penghentian bantuan dan/atau hibah;
  3. Penghentian sementara kegiatan; dan/atau
  4. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Dengan begitu pemerintah Kabupaten Gowa yang membentuk LAD tersendiri tidak dapat begitu saja membubarkan lembaga-lembaga adat Gowa yang sudah terbentuk sebelumnya. Hal ini menunjukkan jika lembaga-lembaga adat yang ada dalam kepengurusan keturuan Kerajaan Gowa sebelumnya tetap dianggap ada dan mendapat perlindungan dari Undang-Undang Nomor 17  Tahun 2013.

KESIMPULAN DAN LANGKAH HUKUM YANG PERLU DILAKUKAN

Berdasarkan analisis yuridis terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 dengan melihat undang-undang yang ada di atasnya maka dengan ini disimpulkan:

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah maka pembagian urusan pemerintahan dibagi atas urusan pemerintahan wajib, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum;
  2. Bahwa berdasarkan Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 UU No 23 Tahun 2014 maka urusan pemerintahan konkuren menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang berdasarkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional;
  3. Bahwa berdasarkan Pasal 15 pembagian urusan pemerintahan konkuren diatur lebih lanjut dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014;
  4. Bahwa berdasarkan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 maka urusan pemerintahan daerah salah satunya meliputi bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, serta juga meliputi bidang Kebudayaan;
  5. Bahwa berdasarakan Lampiran tersebut maka kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan desa yakni melakukan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pemberdayaan desa dan lembaga adat tingkat daerah kabupaten/kota dan pemberdayaan masyarakat hukum adat yang masyarakat pelakunya hukum adat yang sama dalam daerah kabupaten/kota;
  6. Bahwa berdasarakan Lampiran dimana mengatur pembagian urusan bidang Kebudayaan maka kewenangan Pemerintah Daerah adalah melakukan Pembinaan lembaga adat yang penganutnya dalam daerah kabupaten/kota;
  7. Kewenangan Pemerintah Kabupaten Gowa yang membentuk Lembaga Adat Daerah sesuai Pasal 2 Perda No 5 Tahun 2016 tidak dapat serta merta disamakan dengan kewenangan pemberdayaan dan pembinaan yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah;
  8. Berdasarkan frasa Pembinaan Lembaga Adat dimana anggotanya berada dalam daerah kabupaten/ kota sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-undang tersebut berbeda dengan kewenangan membentuk dalam Pasal 2 Perda No 5 Tahun 2016;
  9. Pemerintah Kabupaten Gowa tidak berwenang membentuk Lembaga Adat Daerah dimana kewenangan pemerintah hanya berada pada tataran pemberdayaan dan pembinaan terhadap lembaga-lembaga adat lainnya yang sudah ada dan hidup dalam masyarakat adat Gowa;
  10. Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Penataan Lembaga Adat dan Budaya Daerah dapat dikategorikan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
  11. Bahwa Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2016 yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Gowa tersebut maka status lembaga adat yang telah ada sebelumnya tetap diakui keberadaannya, mendapat perlindungan hukum, dan tidak serta merta dapat dibubarkan begitu saja sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013;
  12. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 lembaga adat yang ada dalam masyarakat adat gowa bertujuan untuk melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat;
  13. Bahwa berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Gowa berkewajiban meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup lembaga adat yang ada dalam masyarakat adat Gowa serta menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
  14. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa yang tidak mengakui keberadaan lembaga-lembaga adat yang sudah terbentuk sebelumnya dengan cara tidak memberikan akses atau berupaya menghalang-halangi tradisi kebudayaan dalam lembaga adat tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya untuk tidak menjalankan perintah undang-undang;
  15. Bahwa Berdasarkan semua hal tersebut maka Presiden melalui Menteri Dalam Negeri wajib mencabut (melakukan eksekutif review) terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2016 karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan peraturan yang lebih tinggi diatasnya;
  16. Menteri Dalam Negeri harus mengawasi kembali setiap Peraturan Daerah yang dibentuk Pemerintahan Kabupaten Gowa yang berpotensi menyebabkan konflik horizontal di Kabupaten Gowa;

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Ketua Bidang Hukum dan HAM Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum Universitas Hasanuddin Cabang Makassar Timur, serta Koordinator Divisi Litbang dan Advokasi Media Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas.

You may also like...