Setelah Ramadhan (Jangan Lagi) Ada Korupsi

Tentu ada yang berbeda dalam harapan, harapan antara rakyat Indonesia dengan harapan para politisi di republik ini. Sebagai rakyat Indonesia kita tidak mau lagi ada korupsi, pasca menjalani satu bulan penuh, bulan suci ramadhan. Kita semua pada intinya telah kembali suci, kembali fitrah di hari kemenangan setelah merayakan lebaran kemarin.  Artinya jangan lagi  mengotori kesucian diri dengan laku korupsi.

Negeri dengan penduduk muslim terbanyak serta nilai religius yang terus mengalami peningkatan. Tetapi sebuah kenyataan bertutur lain, nilai keyakinan yang tinggi tidak berbanding lurus, rupanya dengan angka semakin berkurangnya pelaku korupsi di negeri ini.

Lain dibenak rakyat Indonesia, boleh jadi lain pula di benak para politisi. Label 2013 sebagai tahun politik, ketika para elit politik ingin maju dan meningkat elektabilitasnya. Dimaknai lawan-lawan politiknya harus terseret dalam pusaran korupsi. Selalu berharap agar lawan politiknya tetap korupsi

Tepuk riuh membahana akan terjadi di sebuah komunitas partai di satu tempat, jika lawan-lawan politiknya di seberang sana, sedang dihantam kasus korupsi. Dianggapnya, kalau lawan-lawannya sudah dihantam topan badai korupsi, berarti dengan sendirinya ceruk pasar pemlih, akan berimigrasi kepada partainya.

Sumber: centroone.com

Sumber: centroone.com

Meskipun dibalik itu partainya juga pernah dihantam dengan kasus serupa.  Apa boleh buat, rakyat kita ini sudah terlanjur menjadi bangsa pelupa, sehingga publik kembali memaafkan mantan partai-partai pendosa itu.

Sorot mata tajam public melalui mobilisasi media. Akhirnya, partai yang sekarang terbuka “luka borok” korupsinya, justru itulah yang dihujat, dicaci maki, diserang bertubi-tubi, hingga dinyatakan partainya pantas dibubarkan.

Kembali Berbenah

Kiamat bagi partai-partai Islampun seakan kian mendekat, hasil riset berbagai lembaga surfei selalu menempatkan partai Islam. Masih betah diangka satu digit tingkat kedipilihannya. Salahkah masyarakat Indonesia yang tidak terlalu menaruh harap terhadap partai Islam dalam posisi ini? Di saat tingkat religius bangsa semakin meningkat, namun berbanding terbalik dengan kemauan bangsa ini, kelak menobatkan partai-partai Islam sebagai pemenang pemilu di bulan April 2014 nanti.

Tidak ada jalan lain, yang bisa dilakukan oleh partai Islam kecuali berbenah diri atas kondisi internal partainya. Partai Islam harus haqqul yaqin, kalau memang kader dan/ atau anggota partainya terindikasi korupsi. Biarkan penegak hukum, KPK hingga pengadilan Tipikor yang menentukan takdirnya sendiri.

Meskipun partai itu dibangun dengan soliditas kuat, sebagai partai konsolidatas. Sebuah jalan yang keliru jika menyeret nama partai membela anggotanya sendiri, yang telah terindikasi korupsi. Dengan sikap lapang dada, tangan terbuka, legowo, membiarkan penegak hukum bekerja dengan efektif, atas korupsi yang menimpanya.  Tentu publik akan sadar dengan sendirinya untuk kembali menengok partai Islam. Sebagai partai yang masih memegang misi kesucian, misi mencegah perbuatan keji dan munkar, pulih dari cemohan publik itu masih ada peluang.

Selanjutnya paling penting dipikirkan oleh partai Islam, adalah transformasi ideologi terhadap konstituen, hingga pemilih-pemilih yang tidak pernah menengok partai Islam. Dalam konteks itu fungsi partai untuk memberikan pendidikan politik, tidak hanya bermain dalam ranah internal, tetapi penetrasi ke tingkat elektoral, hingga pemilih dengan massa mengambang (floating mass) harus segera dilakukan, di fase knock out ini, sebelum pemilu sedianya dihelat.

Stop Korupsi

Mumpung suasana ramadhan masih terasa dalam satu pekan ini. Mengembalikan kepercayaan public atas partai dari gejala deparpolisasi hanya terletak pada “key word” stop korupsi.

Sesadar-sadarnya, publik sudah jenuh, bahkan emoh dengan laku parpol yang korup. Olehnya itu kementerian ATM parpol sebagai sumber pendanaan alias sumbangan terbesarnya partai politik. Seyogianya dihentikan pula sekarang juga.

Parpol tidak perlu mewajibkan lagi anggotanya disemua jabatan kenegaraan,  menyetor dana untuk anggaran kampanya partainya, karena pada intinya permainan anggaran yang sudah dibangun sedemikian rapi di sana. Toh sudah tercium baunya dibenak banyak calo-calon pemilih di negeri ini.

Malah citra yang harus dibangun dalam rangka meningkatkan popularitas dan elektabiltas partainya, yang saat ini sedang memegang jabatan kenegaraan, adalah transparansi penggunaan anggaran Negara untuk kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya jauh. Itulah yang harus segera dibenahi.

Kalau bulan suci ramadhan dimaknai sebagai terbebasnya manusia dari semua perbuatan dosa setahun lalu. Berbeda halnya dengan parpol yang sudah terlanjur korup, gara-gara kader dan anggotanya yang sudah menyeret partainya minus simpatik lagi.

Boleh saja dimaknai semua orang yang telah melakoni bulan suci secara “personal” tidak lagi menanggung dosa di masa lalunya. Tapi untuk partai politik sebagai lembaga berbeda alur logikanya. Ibadah puasa sebagai rukun islam yang ketiga (saum) Tuhan  yang punya “otoritas penuh” berhak mengganjarnya. Sementara partai politik yang terlanjur rusak dan dinyatakan “berdosa” oleh publik memilki alur logika tersendiri. Karena publik, tanpa kasat mata, bisa mengganjarnya dengan tidak menjatuhkan pilihan kepadanya.

Oleh sebab itu, setelah bulan ramadhan ini, harapan kita semu, jangan lagi ada elit parpol dinegeri ini menggarong uang Negara. Karena kekuasaan dan kesempatan yang telah dipercayakan kepadanya. Jika pilihannya, mau dipilih oleh rakyat Indonesia di pesta demokrasi 2014 nanti.

Terakhir, ujung tombak melahirkan calon-calon pemimpin di negeri ini, tidak ada lagi korupsi.  Pada ujungnya, ada di tangan pemilih, kalau pemilih tetap membiarkan “money politic”, dengan “fine-fine” saja menerimanya kemudian mencoblos orang dan partainya. Sebab sudah disogok dengan lembaran rupiah. Berarti kita sendiri sebagai pemilih, yang sengaja menumbuhkan bibit koruptor di republik ini. Kita sendiri yang sengaja ingin menjerumuskan bangsa ini dalam pusaran korupsi yang berkepanjangan. Tapi semoga saja tidak.***

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...