Pemilu Merespon Generasi Galau

Sumber Gambar: acehtrend.com
Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia….
Ir Soekarno
Ucapan proklamator Soekarno itu tiba-tiba terlintas dalam benak saya. Di tengah berbagai narasi elite soal penundaan pemilu, presiden tiga periode, atau penambahan masa jabatan presiden, mahasiswa turun ke jalan, 11 April 2022. Penolakan penundaan pemilu dan presiden tiga periode menjadi salah satu tema yang diangkat dalam aksi mahasiswa.
Aksi mahasiswa seakan menandingi gerakan kepala desa melalui organisasi bernama Asosiasi Pemerintah Desa pimpinan Surta Wijaya. Surta kepada pers mengatakan akan mendeklarasikan masa jabatan presiden tiga periode setelah Lebaran. Upaya pengondisian itu dilakukan sejumlah menteri Presiden Joko Widodo dan beberapa ketua umum parpol.
Dinamika politik bergerak begitu cepat. Hari Minggu, 10 April 2022, Presiden Jokowi memanggil sejumlah menteri untuk rapat. Dalam pengantarnya, Presiden Jokowi menegaskan, Pemilu 2024 tetap dilaksanakan 14 Februari 2024. Menyusul, 12 April 2022, sesuai jadwal, anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dilantik. Tahapan menuju Pemilu 2024 akan dimulai pada 14 Juni 2022.
Penegasan Presiden Jokowi soal kepastian pemilu sesuai jadwal sedikit banyak meredam aksi mahasiswa yang menolak penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode. Target aksi berubah dari berunjuk rasa di depan Istana Merdeka menjadi di depan Gedung DPR.
Kaharuddin, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, kepada saya, Rabu (13/4/2022) malam, mengatakan, mahasiswa akan terus mengawal. ”Kenaikan harga bahan pokok dan pemindahan ibu kota negara perlu dikaji agar tak menjadi beban,” ujar Kaharuddin, mahasiswa semester V Fakultas Matematika Universitas Negeri Riau itu.
Kemunculan aksi mahasiswa boleh jadi merupakan awal kebangkitan masyarakat sipil yang cenderung melemah seiring dengan banyaknya aktivis yang berada dalam kekuasaan dan menguatnya oligarki politik. Semua agenda politik elite mudah digolkan tanpa pertarungan wacana, mulai dari revisi UU KPK, UU ”Omnibus Law” Cipta Kerja, hingga UU Ibu Kota Negara. Semuanya terasa begitu mudah.Namun, manuver penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden mendapatkan perlawanan.
Masyarakat sipil tersentak dari kenyamanannya. Mereka bangkit dan mulai menyuarakan betapa berbahayanya wacana penundaan pemilu. Gelombang balik demokrasi adalah sesuatu yang kerap terjadi di banyak negara. Buku Gelombang Demokratisasi Ketiga karya Samuel P Huntington (1991) mengonfirmasi potensi berbaliknya demokrasi menjadi demokrasi terpimpin.
Generasi XYZ adalah generasi dominan yang akan menentukan perjalanan bangsa ke depan. Generasi X lahir di kurun waktu 1965-1980. Generasi milenial atau generasi Y adalah mereka yang lahir 1981-1996 dan generasi Z adalah generasi kurun waktu 1997-2012.
Berdasarkan hasil riset Suara Anak Bangsa Indonesia (SABI) yang dilakukan Litbang Kompas dan KG Media, 5 Januari-9 Februari 2022, dengan responden generasi YZ, antusiasme generasi itu pada Pemilu 2024 tinggi, yakni 87 persen. Survei telepon yang mencakup 3.244 responden berusia 17-40 tahun di 80 daerah pemilihan legislatif itu memunculkan sinyal antusiasme generasi YZ untuk berpartisipasi di Pemilu 2024. Antusiasme itu selayaknya direspons dengan isu produktif, bukan justru dengan cara memancing narasi penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan.
Membaca hasil riset SABI berjudul ”Anak Muda Indonesia: Kami Galau”, ekspektasi generasi YZ perlu ditangkap partai politik, calon presiden, dan calon pemimpin daerah. Generasi yang dikesankan serba instan, ingin cepat kaya dengan kerja cerdas bukan kerja keras, memanfaatkan kemajuan teknologi seperti tuyul digital, sebenarnya menyimpan kegalauan akan masa depan. Ada diskrepansi generasi YZ di Jawa dan luar Jawa.
Namun, survei itu memberi pesan adanya kegalauan dari generasi YZ. Galau soal masalah ekonomi (48 persen) dan non-ekonomi (39 persen). Isu ekonomi yang membuat galau adalah isu finansial, mendapatkan pekerjaan, mengatur keuangan, tingginya biaya hidup dan pemenuhan gaya hidup. Setiap wilayah punya karakteristik dan ekspektasi berbeda. Jawa versus luar Jawa; kawasan barat versus kawasan timur.
Sementara masalah non-ekonomi yang membuat generasi YZ galau menyangkut isu karier, quarter life crisis, kemampuan bersosialisasi, terutama di masa pandemi, termasuk kesehatan fisik dan mental. Dalam perkembangan digital ternyata ada juga kecemasan apakah generasi muda bisa mengikuti perkembangan digital. Informasi yang cepat menjadikan generasi milenial dan Z terkena virus fear of missing out (FOMO) atau khawatir tertinggal. Tidak hanya ketinggalan informasi, tetapi juga ketinggalan tren. Akibatnya, dalam psikologis FOMO, tuyul-tuyul digital memakan mangsa. Cukup banyak anak muda terjerat permainan binary option, robot trading, kripto, dan akhirnya masuk penjara.
Generasi YZ dengan segala kompleksitas persoalan dan generasi X akan memberi suara dominan pada Pemilu 2024. Ekspektasi generasi muda antarwilayah yang berbeda harus dicermati parpol, calon presiden, dan calon anggota DPR. Mereka yang bisa menjawab kegalauan anak muda berpotensi memenangi pertarungan. Saatnya Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Puan Maharani, atau siapa pun pemimpin yang berniat mengadu nasib di Pemilu 2024 menengok dan menyelami generasi muda yang dikagumi Soekarno.
Oleh:
Budiman Tanuredjo
Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 16 April 2022
Sumber:
https://www.kompas.id/baca/kolom/2022/04/15/pemilu-merespons-generasi-galau