Indonesia Negara Gagal

Survei The Fund for Peace menempatkan Indonesia di rangking 63, dalam Indeks Negara Gagal, dari 178 negara di dunia. Posisi ini turun dari peringkat sebelumnya, yakni posisi 64. Dalam posisi tersebut, Indonesia masuk kategori negara-negara yang dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal.

Dalam bidang ekonomi, keadilan ekonomi di pasar modal, imbuhnya. Tidak kelihatan dan dapat dirasakan saat saham-saham BUMN yang go publik. “Rakyat Indonesia tidak merasakan memiliki manfaatnya.”

Pun demikian, peran pemerintah memberikan kebutuhan dasar untuk rakyat juga sangat memprihatinkan.

Data yang dirilis The Fund for Peace (FFP), menempatkan Indonesia pada urutan ke-63 bersama Gambia, sebagai negara yang gagal.

Data ini dirilis FFP dalam situs resminya http://www.fundforpeace.org, Senin (18/6/2012) lalu.

Dari 178 negara, Indonesia menduduki urutan ke-63. Indeks Negara Gagal ini adalah edisi delapan tahunan yang menyoroti tekanan politik, ekonomi, dan sosial global yang dialami negara.

Tahun ini, peringkat puncak ditempati Somalia, dengan alasan pelanggaran hukum meluas, pemerintah tidak efektif, terorisme, pemberontakan, kejahatan, dan serangan aksi bajak laut terhadap kapal-kapal asing.

Sementara, Finlandia tetap dalam posisi terbaik. Disusul negara tetangganya, Swedia dan Denmark, di tempat kedua dan ketiga.

Tiga negara ini dinilai baik dari indikator sosial dan ekonomi yang kuat, pelayanan publik yang sangat baik, serta menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum.

Peringkat 178 negara gagal ini diurutkan berdasarkan 12 indikator, dan lebih dari 100 sub-indikator, termasuk isu-isu seperti pembangunan tidak merata, legitimasi negara, dan HAM.

Setiap indikator dinilai pada skala 1-10, berdasarkan analisis dari jutaan dokumen yang tersedia untuk publik, data kuantitatif lain, dan penilaian oleh para analis.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Thailand (84), Vietnam (96), Malaysia (110), Brunei Darussalam (123), dan Singapura (157).

Namun, Indonesia unggul ketimbang Myanmar (21), Timor Leste (28), Kamboja (37), Laos (48), dan Filipina (56).

Oleh karena itu, sangat bisa dipahami bila dengan caranya sendiri para pemuka agama telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap keadaan negara ini. Akan tetapi, beragam peringatan itu ditanggapi amat defensif oleh penyelenggara negara di Republik ini. Alih-alih mencari solusi, malah ada pejabat yang menebar predikat negatif dengan memberi cap ‘pengidap mata kalong’ kepada pemuka agama yang menyerukan penyelamatan negara.

Senada dengan yang diberitakan dalam situs republika.co.id Tahun lalu bahwa Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 177 negara. Artinya, kondisi di Indonesia sepanjang satu tahun terakhir dipandang memburuk dibandingkan periode sebelumnya. Peringkat satu di Indeks Negara Gagal masih ditempati oleh Somalia dan Republik Demokratis Kongo di posisi dua.

Ada tiga hal yang membuat posisi Indonesia memburuk. Pertama adalah tekanan demografis. Tekanan demografis ini terjadi karena masalah degradasi lahan serta tergusurnya warga karena masalah lingkungan. Kedua, ketidakpuasan kelompok.

 

Damang Averroes Al-Khawarizmi

Alumni Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia, Buku yang telah diterbitkan diantaranya: “Carut Marut Pilkada Serentak 2015 (Bersama Muh. Nursal N.S), Makassar: Philosophia Press; Seputar Permasalahan Hukum Pilkada dan Pemilu 2018 – 2019 (Bersama Baron Harahap & Muh. Nursal NS), Yogyakarta: Lintas Nalar & Negara Hukum Foundation; “Asas dan Dasar-dasar Ilmu Hukum (Bersama Apriyanto Nusa), Yogyakarta: Genta Press; Menetak Sunyi (Kumpulan Cerpen), Yogyakarta: Buku Litera. Penulis juga editor sekaligus pengantar dalam beberapa buku: Kumpulan Asas-Asas Hukum (Amir Ilyas & Muh. Nursal NS); Perdebatan Hukum Kontemporer (Apriyanto Nusa); Pembaharuan Hukum Acara Pidana Pasca Putusan MK (Apriyanto Nusa); Praperadilan Pasca Putusan MK (Amir Ilyas & Apriyanto Nusa); Justice Collaborator, Strategi Mengungkap Tindak Pidana Korupsi (Amir Ilyas & Jupri); Kriminologi, Suatu Pengantar (A.S. Alam & Amir Ilyas). Adapun aktivitas tambahan lainnya: sebagai konsultan hukum pihak pemohon pada sengketa hasil pemilihan Pilkada Makassar di Mahkamah Konsitusi (2018); pernah memberikan keterangan ahli pada sengketa TUN Pemilu di PTUN Kendari (2018); memberikan keterangan ahli dalam pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilihan umum di Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kota Gorontalo (2019); memberikan keterangan ahli dalam Kasus Pidana Pemilu di Bawaslu Kabupaten Buol, SUlawesi Tengah (2019); memberikan keterangan ahli dalam kasus pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kendari (2019); memberikan keterangan ahli mengenai tidak berkompetennya PTUN mengadili hasil pemilihan umum DPRD di PTUN Jayapura (2020); memberikan keterangan ahli dalam sidang sengketa pemilihan di Bawaslu Kabupaten Mamuju (September 2020) Terkait dengan Penerapan Pasal 71 ayat 2 sd ayat 5 UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

You may also like...