Selamat Jalan Bapak Advokat Pejuang

Bisikannya selalu abadi terngiang pada telinga dan hati pekerja bantuan hukum untuk menjadikan YLBHI sebagai kawah candradimuka. Kawah untuk lahirnya advokat yang mempunyai landasan moral, kemanusiaan dan etika. Demikian pula pesan tertulis pada penerusnya tatkala maut akan menghampirinya : Jagalah LBH/YLBHI teruskan pemikiran dan perjuangan bagi si miskin dan tertindas akan menjadi pesan suci sebagai risalah dalam memberikan acces to justice for the poor.

Sumber Gambar: idquote.info

Inilah kabar duka menghentak publik, ketika tersiar kematian Bapak advokat pejuang itu, Prof. Dr. Jur. Adnan Buyung Nasution. Hari kematiannya bertepatan dengan hari Arafah. Manusia sederhana itu, yang lebih senang disapa dengan “Bang Buyung” dipanggil oleh yang Maha kuasa setelah tak mampu menghadang lagi gerogotan penyakitnya. Advokat, akademisi sekaligus aktifis ini berpamitan ke dimensi yang abadi dalam usia 81 tahun.

Indonesia kembali kehilangan salah satu tokoh terbaiknya, pejuang HAM dan pembaharu hukum. Detik-detik terakhir usianya Bang Buyung mampu “mengkhusnul khatimakan” nama baiknya di jagad penegakan hukum Indonesia.

Tak urung kemudian di kalangan publik, “sang maestro” itu dikenal sebagai Advokat Senior dan aktifis kritis terhadap kebijakan pemerintah. Lebih dari itu, Bang Buyung adalah Founding Father Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Lembaga yang kemudian menjadi rumah keadilan bagi si miskin dan masyarakat korban penindasan struktural. lembaga yang bermetamorfosa menjadi kereta lokomotif demokrasi. Dan berkat perjuangan sang advokat pejuang ini, akhirnya YLBHI tersebar keseantero nusantara sebagai tameng dan tempat berteduh para pencari keadilan.

Napak Tilas

Terlahir dari keluarga pejuang, Bang Buyung sudah terbiasa menantang kerasnya zaman. Berasal dari kalangan Keluarga yang “tak berada”. Dia pernah menjadi pedagang kaki lima agar mampu menopang hidup dan keluarga sepeninggal ayahnya. Aktifitas kuliahnya pun malang melintang, sampai akhirnya menetapkan hati di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Adalah darah aktifis ayahnya mengalir dalam detak semangatnya. Jiwa kritisnya tumbuh sejak masih berada dibangku SMA, Ia pernah menentang pendirian sekolah NICA di Yogyakarta. Di bangku kuliah sikap kritisnya menggeliat menentang rezim Soekarno.

Suatu peristiwa demonstrasi heroik lalu idenya kemudian muncul untuk mendirikan LBH. Dan gara-gara itu dia terpaksa mencicipi dinginnya tembok penjara dengan tuduhan Subversi oleh Rezim orde lama. Pergantian rezim ke orde baru tak membuat dirinya tunduk pada kesewenang-wenangan, dia pun pernah ditangkap oleh rezim orde baru karena peristiwa malari 1974. Kebencian penguasa orba tak berhenti karena bang Buyung berdiri di garda terdepan, bertolak pinggang membela lawan politik penguasa.

Namun sesungguhnya, legacy yang telah diberikan bagi bangsa ini adalah berdirinya YLBHI. Ide pendirian YLBHI terpantik ketika Bang Buyung ditugaskan sebagai Jaksa di daerah terpencil. Nuraninya terusik ketika melihat masyarakat tak berpunya hanya pasrah menerima dakwaan yang dituduhkan kepadanya tanpa ada perlawanan hukum yang seimbang. Naluri sosialnya tersentak, karena mereka yang buta hukum harusnya ada yang membantu. Pikirannya bergejolak; bagaimana mungkin menegakkan hukum dan keadilan jika posisi negara dan masyarakat tak seimbang, sementara negara tak mampu menyediakan pendamping hukum yang menemani masyarakat dalam menjalani proses hukum. Karenanya, menurut Bang Buyung harus ada sekelompok Advokat berhati “emas” menyedekahkan ilmu dan energinya untuk golongan yang buta hukum.

Dalam setiap desah napasnya mendayung perahu demokrasi melalui YLBHI, Bang Buyung dibekali penguasaan konsep negara hukum yang mumpuni, dalam dirinya dibalut keterampilan analisis hukum dan beracara, dijiwanya tertanam empati yang sangat kuat terhadap kaum lemah dan tertindas. Ketiga karakter tersebut disempurnakan dengan bersemayamnya keberanian dalam mengejawantahkan visi negara hukum dan demokrasi.

Bang buyung mengajarkan pada generasinya tentang perjuangan menembus batas perjuangan dari tembok kokoh, karena tebalnya dinding kekuasaan, dinding struktural, dinding dogmatik. Baginya, perlawanan terhadap struktural mapan akan memotong mata rantai penindasan terhadap masyarakat secara bertahap. Bang Buyung adalah sahabat bagi kaum minoritas, terbukti dengan pameo yang sering dilantunkannya: “kalau kita hanya berpikir pada arus mayoritas maka tidak ada maknanya demokrasi karena tidak memberikan tempat pada minoritas. Jangan tunduk pada sekelompok mayoritas yang ingin memaksakan kehendaknya

Eksistensi maestro hukum ini bak penghapus dahaga keadilan. Muchtar Pakpahan pernah melukiskannya: “jutaan orang yang dizalimi orde baru merasakan sejuknya kehadiran Adnan Buyung Nasution dan LBH. Abang adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama rezim orde baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah orde baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI.”

Hidup Abadi

Detak jantung advokat pejuang itu telah berhenti, kematiannya telah memecah tangisan publik. Kepergiannya menghadap keabadian menyesakkan dada bagi pencintanya, namun dia akan hidup abadi pada generasi-generasi penegak keadilan.

Bahwa memang jasadnya telah tiada, namun namanya tetap akan masyhur bagi reinkarnasi pejuang HAM dan keadilan selanjutnya. Kita tidak akan mempermasalahkan takdir yang telah membawa raganya. Oleh karena dirinya telah terukir dalam peradaban hukum menuju demokrasi yang cerah.

Bang Buyung, engkaulah manusia abadi lokomotif demokrasi Indonesia. Kelak generasi zaman sesudahmu akan mengenang dirimu. Bahwa pernah ada suatu masa; hadir sosok rakyat kecil yang menentang rezim di zamannya. Padahal saat itu, rezim sedang ganasnya menggilas orang yang selalu menentang penguasa. Sungguh, jejak perjuanganmu akan abadi, terpatri disanubari Advokat-Advokat pembela keadilan di nusantara ini.

Selamat jalan Bapak Advokat Pejuang Indonesia. Semoga penerusmu akan menghidupkan semangatmu. Nama dan idemu akan terus hidup dalam kastil jiwa penerusmu. Perjuanganmu mewujudkan negara hukum dan demokrasi membuat engkau hidup abadi. Ya… abadi, karena tirani kekuasaan tidak akan berhenti, sampai zaman meruntuhkan langitnya.*

Muhammad Nursal Ns

Praktisi Hukum Makassar

You may also like...