Benarkah DPR dan KPK Sebagai “Mitra” dalam Pemberantasan Korupsi ?

Pimpinan KPK Jilid III di bawah kendali Abraham Samad kembali harus diuji. Komisi III DPR RI yang membidangi bagian hukum mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPK. Lembaga superbody KPK diharapkan dapat memberantas kasus-kasus korupsi sampai tuntas. Bukan hanya kasus korupsi yang mulai marak diperbincangkan akhir-akhir ini. Akan tetapi, termasuk kasus-kasus korupsi yang belum dituntaskan pimpinan KPK Jilid II.

RDP anggota Komisi III dengan KPK diadakan diruang Komisi III DPR. RDP pertama kali diadakan oleh Komisi III DPR dengan pimpinan KPK yang baru. Rapat  ini dihadiri Pimpinan KPK diantaranya Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas dan Zulkarnaen. Spekulasi pun bermunculan. RDP Komisi III DPR dengan pimpinan KPK jilid III dipertanyakan banyak kalangan. Komisi III dianggap terlalu cepat melakukan RDP dengan KPK. Hal tersebut wajar karena pimpinan KPK jilid III baru berumur 2 bulan lebih. Walaupun ini dibantah oleh anggota Komisi III DPR, pertemuan ini hanya untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga penegak hukum (baca: KPK).

Musuh atau “Mitra” ?

Kondisi dalam ruangan Komisi III DPR kembali memanas. Ketika terjadi hujan interupsi yang dilakukan anggota Komisi III DPR yang sempat menolak Benny Kaharman (anggota Fraksi Partai Demokrat) memimpin jalannya sidang. Benny ditakutkan tidak netral dalam agenda RDP ini. Beberapa anggota Komisi III DPR menolak karena petinggi partai  Benny masuk dalam pembahasan RDP dengan pimpinan KPK. Walaupun kemudian sidang akhirnya menyetujui Benny Kaharman untuk menjadi pimpinan sidang. Komisi III DPR dalam RPD dengan KPK banyak mempertanyakan soal kasus-kasus korupsi Pekerjaan Rumah KPK maupun kasus yang aktual. Anggota Komisi III mempertanyakan sejauhmana kinerja pimpinan KPK dalam membongkar kasus Century yang sudah 2 (dua) tahun lebih, mandek ditahap penyeilidikan KPK jilid II. Pimpinan KPK yang baru diminta untuk menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan BPK terkait kasus Century telah menemukan terjadinya kerugian negara sehingga sudah bisa dinaikkan status hukumnya ketingkat penyidikan oleh KPK. Anggota Komisi III DPR menyerang mantan ketua KPK Jilid II yang kini menjabat pimpinan KPK Jilid III (baca: Busyro Muqoddas) telah gagal memimpin KPK jilid II. Busyro Muqoddas diduga sebagai pihak yang mengamankan kasus-kasus korupsi pada saat itu (kasus rekening gendut perwira Polri dan kasus Century).

Anggota Komisi III DPR juga mempertanyakan tentang temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Temuan PPATK tentang rekening mencurigakan dibeberapa lembaga negara. Pertanyaan ini tindaklanjut dari pertemuan antara pihak PPATK dan Komisi III DPR beberapa hari yang lalu. Ketua PPATK pada pertemuan itu mengatakan bahwa selain PNS dan anggota DPR terdapat juga 1 transaksi mencurigakan ditubuh KPK.

Selain kasus-kasus korupsi yang menjadi topik hangat pada RDP kali ini. Pihak Komisi III DPR juga mempertanyakan tentang perpecahan ditubuh KPK. Abraham Samad menjawab isu perpecahan KPK tidak betul. Hanya saja yang terjadi adalah perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat dalam pengungkapan kasus korupsi sebagai hal yang wajar. Isu perpecahan ditubuh KPK bergulir pada saat penentuan tersangka dalam kasus suap Wisma Atlet.

Perlakuan terhadap tersangka kasus korupsi juga tidak luput dari pertanyaan anggota Komis III DPR. Sikap pimpinan KPK dianggap telah melakukan diskriminasi tersangka kasus korupsi. Dugaan diskriminasi pimpinan KPK karena Angie dan Miranda S. Goeltom belum ditahan padahal telah menjadi tersangka dalam kasus Wisma Atlet dan kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Berbeda dengan tersangka Nunun Nurbaeti dan Wa Ode Nurhayati yang membongkar praktek Mafia Banggar di Senayan. Terhadap pertanyaan ini Ketua KPK Abraham Samad kembali lagi menegaskan bahwa tidak ada perlakuan diskriminasi terhadap tersangka korupsi. Asas Equality Before The Law haruslah diterapkan dan setelah berkas perkara Miranda S. Goeltom dan Angie rampung, maka akan segera dilakukan penahan.

Komisi III DPR yang “menyerang” pimpinan KPK dalam RDP. Bukanlah suatu pernyataan perang yang dilakukan Komisi III DPR terhadap pimpinan KPK yang baru. Akan tetapi justru Komisi III DPR memberikan suatu masukan bagi pimpinan KPK. Pimpinan KPK tidak perlu ;agi merasa sendiri dalam melakukan pemberantasan korupsi karena komisi III DPR telah menjadi mitra dalam mengawasi pemberantasan korupsi di tanah air.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...