DCS Menuju Parlemen Bersih

Bakal calon peserta pemilu legislatif sudah ditangan KPU. Seluruh partai politik kontestan pemilu 2014, berlomba-lomba memasukkan Daftar Caleg Sementara (DCS). Mulai dari “murni” kader partai hingga sejumlah publik figur seperti artis. Tujuan utama hanya satu, mendonkrak perolehan suara partai. Di tengah makin merosotnya kepercayaan masyarakat kepada partai politik, disebabkan banyak kader partai tersandung kasus korupsi.

Menarik kemudian, beberapa tahun terakhir. Isu pemberantasan korupsi menjadi “seksi” disetiap pertarungan politik. Kita masih ingat sejumlah jargon politik di pemilu legislatif 2009. PKS lewat jargon “Bersama PKS menuju Parlemen Bersih, PKS: Bersih, Peduli dan Profesional”, dan partai Demokrat yang terkenal dengan “Katakan Tidak Untuk Korupsi”. Walhasil jargon-jargon ini ternyata sukses menaikkan peroleh suara partai politik pada saat itu. Meskipun dalam perjalanan justru tercipta suatu ironi. Sejumlah kader partai sampai Pimpinan partai justru diciduk lembaga antirasuah.

Terpidana Korupsi

Gelombang semangat pemberantasan korupsi yang semakin hidup di tengah-tengah masyarakat. Serta dijadikannya isu korupsi sebagai indikator penilaian paling penting terhadap partai politik. Ternyata tidak membuat sejumlah pengurus partai “kapok” untuk memasukkan kader partai terlilit kasus korupsi di DCS.

Sumber: progresivenews.com
Sumber: progresivenews.com

Berdasarkan catatan Penulis, ada tiga kategori kader partai dalam pusaran korupsi masuk Daftar Caleg Sementara. Pertama, terpidana kasus korupsi. Kategori ini terlihat dalam DCS Kota Cirebon. Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kota Cirebon mencantumkan nama Citoni dan Agung Tjipto. Citoni masuk dalam daerah pemilihan II kecamatan Kesambi dan Pekalipan, sedangkan Agung Tjipto di daerah pemilihan I kecamatan Harjamukti. Mereka merupakan terpidana kasus korupsi dana APBD Kota Cirebon tahun 2009 dengan nilai total Rp 4, 9 miliar dan ditingkat banding divonis 4,5 tahun penjara.

Selain kader PDI Perjuangan, masih ada DCS terpidana korupsi dari Partai Bulan Bintang (PBB). Tak tanggung-tanggung terpidana Susno Duadji langsung menembak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) daerah pemilihan Jawa Barat I. Padahal Susno Duadji telah divonis bersalah dengan pidana 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi dana pengamanan pilkada Jawa Barat dan menerima suap terkait penanganan kasus PT Salmah Arowana. Terpidana korupsi yang membuat “hebo” penegakan hukum di tanah air karena tidak mau dieksekusi oleh pihak kejaksaan.

Kedua, tersangka kasus korupsi. Selain DCS yang dihuni terpidana korupsi, masih ada DCS tersangka kasus korupsi. Ini dapat kita lihat di DCS partai Golongan Karya (Golkar) daerah pemilihan Gorontalo. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menempati urutan 1 guna melanggengkan dirinya ke DPR RI. Walaupun telah kita ketahui bersama Fadel Muhammad telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD Provinsi Gorontalo 2001 sebesar Rp 5,4 Miliar.

Ketiga, kader yang disebut terlibat kasus korupsi tetapi tetap dimasukkan dalam DCS. Tentu untuk kategori ini masih sebatas isu dan masih diselidiki KPK. Akan tetapi, keterlibatan mereka tidak jarang disebut di muka sidang pengadilan Tipikor. Dalam kasus mafia anggaran yang menjerat Wa Ode Nurhayati. Di ungkap praktik mafia banggar dilakoni sejumlah pimpinan dan mantan petinggi Badan Anggaran DPR. Setali_dua uang dengan kasus megakorupsi Wisma Atlet, pembangunan sport center Hambalang, dan simulator SIM. Mereka yang sudah menjadi buah bibir di persidangan masih mendapatkan nomor urut di DCS dapil masing-masing.

Melihat pelibatan sejumlah nama yang terbelit kasus korupsi sebagai Daftar Caleg Sementara membuat hati kita miris. Sekali lagi partai politik ternyata hanya lebih mementingkan kepentingan partai. Padahal partai politik harusnya belajar dan lebih paham bahwa anjloknya dukungan masyarakat terhadap partai politik disebabkan karena kader partai banyak terlibat praktik menggarong uang negara. Sehingga pada pemilu legislatif berikutnya proses rekrutmen kader guna menempati calon legislatif haruslah betul-betul bersih.

Dalam konteks saat ini dengan masukkannya DCS ke KPU/ KPUD, pertanyaan yang muncul adalah apakah Daftar Caleg Sementara masih bisa berubah?

Ganti DCS

Tentu bila partai politik menginginkan terwujudnya parlemen bersih. Maka partai politik harus berani mengganti nama-nama Daftar Caleg Sementara yang terindikasi praktik menggarong uang negara. Hal ini sangat bisa dilakukan dengan adanya batas waktu yang diberikan oleh penyelenggara pemilu (KPU) sebelum Daftar Caleg Sementara ditetapkan menjadi Daftar Caleg Tetap (DCT).

Perubahan DCS dapat dilakukan atas masukan dan tanggapan dari masyarakat kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/ Kota  paling lama 10 (sepuluh) hari sejak daftar calon sementara diumumkan (vide: Pasal 62 ayat 5 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD).

Hanya saja dalam penjelasan Pasal 62 ayat 5 menegaskan “masukan dan tanggapan dari masyarakat” adalah yang berkaitan dengan persyaratan administrasi calon dalam daftar calon sementara anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sehingga untuk “menggagalkan” DCS yang terbelit kasus korupsi hanya untuk DCS kategori terpidana korupsi yang putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan khusus melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Dengan kondisi demikian, maka harapan besar menciptakan parlemen bersih ke depan “mustahil” terwujud. Apalagi pergantian DCS tetap dikembalikan ke internal partai politik sebagai pengusung. Maka pilihan rasional seluruh masyarakat Indonesia adalah menjadikan pemilu legislatif 2014 sebagai arena “penghukuman” terhadap partai politik yang masih mendaftarkan kader terbelit korupsi kedalam Daftar Caleg Sementara.

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...