Century Murni Kasus Pidana

Tiga tahun sudah, skandal Bank Century ditangan KPK. Kasus megakorupsi yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) KPK Jilid III. Penuntasannya pun menjadi tolak ukur keberhasilan Abraham Samad menahkodai KPK. Hal ini wajar, kasus Century telah lama ditahap penyelidikan. Praktik korupsi sudah terang-benderang, tetapi tersangkanya tidak ada.

Selasa (20/11), kasus yang mengakibatkan dugaan kerugian negara 6,7 triliun akhirnya memasuki babak baru. Abraham Samad memenuhi janjinya, meningkatkan status perkara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Serta menetapkan Deputi Bidang Pengelolaan Moneter Devisa Budi Mulya dan Deputi Bidang Pengawasan Siti Chalimah Fadjrijah  sebagai tersangka kasus Century. Kedua tersangka diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan.

Tindakan tersangka memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik mengakibatkan terjadinya kerugian negara. Perbuatan ini kemudian memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan  yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (vide: Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999).

Pintu Masuk

Rapat KPK dengan Timwas Century memberikan angin segar penuntasan kasus Century. KPK dalam penanganan dana talangan (bailout) Bank Century maju selangkah. Penetapan tersangka merupakan pintu masuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Bambang Soesatyo anggota dari Fraksi Golkar menegaskan agar KPK tidak berhenti di dua tersangka saja. Temuan Timwas Century dan BPK menyebut keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani.

Abraham Samad juga tidak menafik kemungkinan keterlibatan Boediono selaku mantan Gubernur Bank Indonesia. Atas pernyataan tersebut, spekulasi pun bermunculan. Sejumlah anggota Timwas Century mendesak KPK memperjelas status Wakil Presiden Boediono. Hal tersebut karena pada saat peristiwa bailout, Boediono menjabat Gubernur Bank Indonesia.

Dalam hukum acara pidana penetapan tersangka tidak boleh didasari atas desakan. Penetapan tersangka haruslah berdasarkan bukti permulaan cukup (dua alat bukti). Peningkatan status ke tahap penyidikan memberikan kewenangan kepada penegak hukum (penyidik) untuk memeriksa tersangka. Penyidikan dilakukan guna membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya (vide: Pasal 1 angka 2 KUHAP ).

Terlepas dari desakan Timwas Century, silang pendapat juga terjadi atas pernyataan Abraham Samad soal pemeriksaan Wakil Presiden Boediono. Banyak   pakar hukum berbeda pendapat dalam hal tersebut. Pertama, pakar yang mengatakan KPK tidak berwenang memeriksa Boediono karena statusnya sebagai Wakil Presiden. KPK harus menyerahkan ke DPR dalam proses politik dan diselingi proses hukum di Mahkamah Konstitusi.

Kedua, pakar yang mengatakan bahwa KPK berwenang memeriksa Boediono atau dengan kata lain proses hukum tetap jalan. Di saat yang sama proses politiknya juga tetap jalan.

Dahulukan Pidana

Bila melihat kedua pendekatan dalam menyelesaikan kasus Century di atas, penulis lebih cenderung mendahulukan proses pidananya. Pertama, penegakan hukum haruslah berlandaskan asas equality before the law/ persamaan di depan hukum. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (vide: Pasal 27 UUD 1945).

Kedua, Tempus Delicti kasus Century. Waktu (tempus) terjadinya peristiwa pidana pada saat Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Penentuan tempus delicti sangatlah penting karena sangat berhubungan dengan kronologis perkara sebagai syarat dalam hal pembuatan surat dakwaan. Ketiga, status sebagai penyelenggara negana. KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 1999 menegaskan Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketiga poin ini, penulis menyatakan KPK berwenang memeriksa Boediono (saksi maupun tersangka),  meskipun menjabat sebagai Wakil Presiden. Apabila kemudian terbukti melakukan tindak pidana korupsi (penyalahgunaan kewenangan) dan telah berkekuatan hukum tetap. Maka selanjutnya DPR mengusulkan pemberhentian Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi.

Hal tersebut sejalan dengan Pasal 7A UUD 1945 yang pada intinya menegaskan penghentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dilakukan dalam masa jabatannya bila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden da/atau Wakil Presiden. Salah satu unsur pasal ini yang sangat penting adalah unsur bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa tindak pidana korupsi. Dimana seseorang dinyatakan “telah terbukti” melakukan tindak pidana bila telah diputus oleh Hakim bersalah dan inkract.

Sekali lagi Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana. Kasus Century sudah tepat diproses melalui jalur pidana dan marilah kita mendukung KPK menuntaskan skandal megakorupsi ini. Sehingga tidak menjadi “dosa turunan” bagi pimpinan KPK berikutnya.

***Salam Antikorupsi

Jupri, S.H

Lahir di Jeneponto (Sulsel) dari keluarga sederhana. sementara aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. selain memberi kuliah untuk mahasiswa fakultas hukum juga aktif menulis di www.negarahukum.com dan koran lokal seperti Fajar Pos (Makassar, Sulsel), Gorontalo Post dan Manado Post..Motto Manusia bisa mati, tetapi pemikiran akan selalu hidup..

You may also like...