Jangan Bajak PDAM
Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang senantiasa harus tersedia dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk konsumsi, mencuci, mandi maupun kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Begitu pentingnya air bagi kehidupan manusia, maka tanggungjawab penguasaan dan pengelolaan air minum diberikan kepada negara sesuai bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Untuk mewujudkan itu, negara – melalui satuan pemerintah daerah – membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bernama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM merupakan Perusda yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum. Selain itu, PDAM juga memiliki fungsi lain berupa: mengejar keuntungan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dengan tetap mengutamakan pelayanan air minum bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Mengingat keberadaan PDAM dibiayai oleh pemerintah daerah yang bersumber dari uang masyarakat (public fund) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka dalam pengelolaanya harus memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas, baik dalam aspek pengelolaan keuangan, aspek operasional dan aspek administrasinya, karena ketiga aspek dimaksud sangat menentukan kinerja PDAM.
Terkait itu, sebagai unit usaha yang berpijak pada prinsip pelayanan publik (public service), PDAM – dalam hal ini PDAM Kota Makassar – mesti dikelola oleh orang-orang profesional serta jauh dari kooptasi politik yang bisa menggerus tujuan PDAM itu sendiri. Sebagaimana diketahui, PDAM Makassar masih dililit masalah klasik, salah satunya korupsi – yang diantaranya diasebabkan; tunggakan utang jangka panjang yang tidak jelas penyelesaiannya, tingkat kehilangan/kebocoran air yang masih tinggi, kesulitan air baku, pemberlakuan tarif yang tidak full cost recovery, SDM yang tidak kompeten, infrastruktur yang minim, biaya operasional yang tinggi seperti biaya bahan kimia, BBM dan tarif dasar listrik, serta masuknya orang-orang partai politik dalam jabatan Direksi serta Badan Pengawas PDAM Makassar. Ketidakseriusan ini berakibat pada inefisensi kerja di berbagai aspek, seperti apek keuangan, aspek operasional, maupun aspek administrasi.
Salah satu masalah yang menimpa PDAM Kota Makassar adalah kasus korupsi tender meteran air (water meter) yang menjerat Mantan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin pada tahun 2007 lalu. Munculnya kasus ini terjadi akibat tidak profesionalnya direksi PDAM Makassar dalam mematuhi prinsip akuntabilitas hingga menyebabkan tingginya korupsi di tubuh PDAM Kota Makassar.

Sumber Gambar: antaranews.com
Non Politisi
Penulis memandang penting Direksi dan Badan Pengawas PDAM Makassar dijabat seseorang yang tidak berlakang politik sebagai kader atau pengurus Parpol. Jabatan ganda sebagai kader/pengurus parpol hanya akan menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest/CoI) antara kepentingan PDAM yang melayani publik dengan kepentingan parpol yang cenderung korup dan oligarkis. Sebagai Perusda yang juga berorientasi mencari keuntungan guna pemasukan PAD Kota Makassar, PDAM Makassar akan rawan dikooptasi kepentingan parpol, baik dalam hal keuangan, maupun kepentingan-kepentingan politik lainnya.
Terkait hal ini, seyogianya pengangkatan Direksi dan Badan Pengawas PDAM Makassar selaras dengan keputusan Presiden Jokowi yang melarang menteri negara rangkap jabatan sebagai Ketua atau pengurus Parpol. Hal yang sama juga berlaku pada Direksi Badan Usaha Milik Negara. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: PER-19/MBU/10/2014 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara mengatur larangan bagi anggota Parpol untuk menduduki jabatan Direksi BUMN, mengingat besarnya konflik kepentingan didalamnya.
Pemkot Makassar bisa mengacu pada Pemerintah Kota Surabaya yang tegas melarang Direksi Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang merupakan salah satu Perusda memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah (Pasal 12 ayat (2) huruf (1) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya. Pengawas KBS juga dilarang dilarang dijabat oleh fungsionaris parpol. Hal ini tercantum dalam Pasal 29 ayat (3) huruf (c) bahwa “Untuk dapat diangkat sebagai Badan Pengawas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : c) tidak menjadi anggota partai politik.” Pemkot Makassar seyogianya bisa mencontoh Pemkot Surabaya dalam menjaga kepentingan Perusda dari kooptasi parpol.
Direksi PDAM juga tidak boleh dijabat oleh mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan kepala daerah. Pasal 4 ayat (1) huruf (f) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menyatakan bahwa Direksi PDAM harus “tidak terikat hubungan keluarga dengan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah atau Dewan Pengawas atau Direksi lainnya sampai derajat ketiga menurut garis lurus atau kesamping termasuk menantu dan ipar.”
Aturan ini juga melarang Direksi PDAM rangkap jabatan struktural atau fungsional di pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menyatakan “Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: a) jabatan struktural atau fungsional pada instansi/lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah; b) anggota Direksi pada BUMD lainnya, BUMN, dan badan usaha swasta;
Benturan Kepentingan
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organ Dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga melarang adanya benturan kepentingan dalam Direksi PDAM. Benturan kepentingan yang dimaksud tercantum dalam huruf (c) “jabatan yang dapat menimbulkan benturan kepentingan pada PDAM; dan/atau”; ayat (2) “Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi secara langsung atau tidak langsung yang dapat menimbulkan benturan kepentingan pada PDAM. Hal ini juga seyogianya berlaku bagi pemilhan Direksi pada Perusda lain seperti; PD Pasar; BPR; PD Terminal; PD Parkir; RPH.
Artikel Ini Pernah Muat di Harian Fajar 25 April 2015